JAKARTA (Arrahmah.id) – Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatya atau yang biasa disapa Bamsoet mengajak masyarakat adat untuk menjaga identitas budaya serta ciri khas dan jati diri bangsa. Ia mengimbau agar masyarakat mewaspadai berbagai tantangan modernisasi yang ada
“Modernitas dan dinamika zaman tidak boleh menyampingkan atau mereduksi penghormatan terhadap identitas budaya dan hak masyarakat adat. Perkembangan zaman justru harus dimaknai sebagai tantangan bagi kita semua untuk beradaptasi dan berinovasi, tanpa mengorbankan eksistensi masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya,” kata Bamsoet dalam acara musyawarat adat nasional Lembaga Tinggi Masyarakat Adat RI (LEMTARI) yang digelar pada Senin (20/3/2023) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Bamsoet secara tegas menolak LGBT dan mengatakan bahwa LGBT tidak bisa ditolerir karena merusak kehormatan budaya dan adat.
“Kecuali untuk urusan LGBT, tidak ada tawar-menawar kita harus lawan. Walaupun itu adalah produk kemajuan zaman, produk modernitas tetapi harus kita tolak,” tegasnya.
Bamsoet melanjutkan, aturan terkait masyarakat adat sudah banyak diakomodasi dalam undang-undang. Ia meminta masyarakat adat untuk lebih percaya diri untuk bisa mendapatkan hak-haknya.
“Jika kita urut ke belakang, pengakuan dan penghormatan terhadap hukum adat ini bahkan sudah diatur sejak zaman Hindia Belanda. Jadi Belanda justru mengakui hukum adat yang tumbuh dan berkembang di Tanah Air kita,” ujarnya.
“Juga dalam perspektif global, pengakuan dan penghormatan ini juga selaras dengan deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat yang bertujuan untuk mempertahankan, memperkuat dan mendorong pertumbuhan adat, budaya, institusi dan tradisi serta penghapusan diskriminasi terhadap masyarakat adat,” lanjutnya.
Tetapi Bamsoet menegaskan, pengakuan dan penghormatan yang dijamin oleh konstitusi bukan alasan bagi gerakan pemberontakan NKRI.
“Dalam konsepsi ini, beragam adat dan budaya tumbuh dan berkembang dalam heterogenitas bangsa, bukan untuk saling diperbandingkan apalagi dipertentangkan,” ujarnya.
“Keberagaman adat istiadat dan kemajemukan budaya harus kita maknai sebagai potensi sumber daya yang memperkaya hasanah kebangsaan kita, yang saling melengkapi satu sama lainnya,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.id)