JAKARTA (Arrahmah.com) – Penjualan aset negara dalam nominal yang besar mesti mendapat persetujuan DPR. Hal itu diperlukan parlemen sebagai representasi dari rakyat. Demikian disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan menanggapi rencana Menteri Negara (Meneg) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, yang berencana menjual Gedung Kemeneg BUMN.
“Jual aset (negara, red) itu tidak mudah, saya kira harus mendapat izin dari DPR,” ujarnya, di Gedung MPR, Kamis (18/12).
Dikatakan Zulkifli, pemerintah tak gampang menjual aset negara. Apalagi sejatinya BUMN diperuntukan usaha negara yang hasilnya bagi kesejahteraan rakyat. “Jadi harus hati-hati,” ujarnya.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkiritik keras Meneg BUMN. Menurutnya, Rini tak paham bagaimana mengelola dan menghemat aset negara. Ia berpandangan rencana mengambil langkah efisiensi dengan menjual gedung dinilai salah. Pasalnya, terdapat cara lain.
Misalnya, kata Fahri, dalam APBN dan APBN-P kerap terdapat pembangunan gedung. Nah dalam APBNP tersebut, pemerintah dapat mencoret satu gedung. “Jadi kalau pemerintah sudah punya gedung tidak usah ribut-ribut. Coret saja dalam APBN gedung tertentu tidak usah dibangun, suruh pindah ke situ (Gedung Kemeneg BUMN), ujarnya.
Dia berpendapat memasukan dan mengeluarkan aset negara terbilang rumit sebagaimana tertuang dalam UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ia menilai penjualan aset negara yang benilai besar mesti mendapat persetujuan dari parlemen.
Kata Fahri, Meneg BUMN tak paham persoalan efisiensi. Semestinya, Meneg BUMN cukup berkonsultasi dengan Menteri Keuangan (Menkeu). Kemudian Menkeu menyampaikan kepada Presiden Jokowi perihal kondisi Gedung Kemeneg BUMN, bukan sebaliknya mengeluarkan pernyataan yang akan menjual Gedung Kemeneg BUMN.
“Ini menunjukan mereka tidak paham. Saya khawatir Pak Jokowi tidak paham dengan menterinya. Coba belajar dulu, nanti Januari bikin kita kagum kita. Ini revolusi mental,” ujarnya.
Terkait, Wakil Ketua DPR lainnya, Fadli Zon menambahkan, ia tegas menolak rencana Rini tersebut. Menurutnya menjual aset negara bertolak belakang dengan semangat mengembalikan kedaulatan bangsa. Ia berpandangan Gedung Kemeneg BUMN merupakan simbol dari BUMN yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Menurut saya penjualan gedung ini harus ditolak. Ini kan gedung pusat, dan cara berpikirnya ngawur untuk efisiensi gedungnya dijual,” ujarnya.
Ia berpendapat banyaknya ruangan yang kosong dapat disewakan ke swasta. Selain itu, kata Fadli, perusahaan BUMN lain yang kekurangan ruangan dapat menempati ruangan kosong di Gedung Kemeneg BUMN. “Soal buy back Indosat, skemanya harus disiapkan Meneg BUMN, bukan menjual Gedung BUMN. BUMN adalam amanat Pasal 33 UUD 1945, kalau dijual ini memberikan message ke dunia luar seolah kita bangkrut,” ujarnya.
Anggota Komisi III Bambang Soesatyo menambahkan pemerintah diminta hati-hati agar tidak mengobral aset negara. Ia pun khawatir dengan rencana Kemeneg BUMN tersebut bakal mengulang sejarah lama di era pemerintahan Megawati Sukarno Putri dengan menjual Indosat ke Singapura. Ia berpandangan penjualan aset negara bukan memberikan keuntungan, sebaliknya kerugian besar bagi negara.
“Kalau aset itu dijual dengan harga tertinggi sekarang, beberapa tahun kemudian nilai harganya pasti akan melonjak berlipat ganda,” pungkasnya. (azm/hukumonline/arrahmah.com)