Oleh: Abu Fatiah Al-Adnani | Pakar Kajian Akhir Zaman
(Arrahmah.com) – Nampaknya bukan hal yang samar bahwa bencana, musibah, fitnah dan huru-hara yang menimpa dunia Islam di penghujung abad 20 hingga awal abad 21 ini hampir-hampir telah menyentuh ’titik didih’. Wajah dunia Islam sedemikian carut-marut, gambaran Rasulullah saw bahwa musuh-musuh Islam akan memangsa kaum muslimin sebagaimana orang-orang menyerbu makanannya benar-benar menjadi kenyataan. Iraq, Afghanistan, Chechnya, Sudan, Somalia, Palestina, Indonesia, Philipina, Maroko, dan negeri-negeri lainnya telah memberikan kesaksian akan nubuwat tersebut.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
“Nyaris tiba saatnya banyak umat yang memperebutkan kalian, seperti orang-orang makan yang memperebutkan hidangannya.Maka, ada seseorang bertanya: “Apakah karena sedikitnya kami pada hari itu?” Beliau menjawab: “Justru jumlah kalian banyak pada hari itu, tetapi ibarat buih di atas air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut kepada kalian dari dada musuh kalian dan menimpakan kepada kalianpenyakit wahn. “Seseorang bertanya: “Apakah wahn itu, wahai Rasulullah ?” Beliau bersabda: “Cinta dunia dan takut mati. ” [1]
Gambaran bahwa umat Islam laksana buih di lautan bisa bermakna bahwa mereka saat itu sudah tidak lagi hidup dalam sebuah aturan. Buih yang muncul, lalu lenyap, lalu muncul, kemudian hancur dan hilang, menggambarkan kondisi umat Islam yang hidup dalam kebingungan, tidak memiliki pegangan dan hidup dalam kegelapan. Layaknya orang yang tersesat dalam hutan, mereka sangat takut dengan kematian dan ancaman alam. Inilah keadaan umat Islam di akhir zaman, hidup dalam ketakutan dan ancaman, sementara musuh-musuh mereka tidak lagi memiliki rasa takut terhadap kebesaran nama Islam.
Berbalik 180o bilang dari zaman Nubuwah
Lembaran sejarah Islam banyak dihiasi dengan kisah kegemilangan kaum muslimin dalam melebarkan sayap kekuasaannya. Hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, Amirul mukminin Umar ibnul Khattab telah menjadikan Islam tersebar dan menguasai hampir sepertiga bola dunia. Di zaman Utsman bin Affan kekuasaan itu makin luas membentang, risalah Islam telah menyentuh daratan China dan dakwah Islam jauh melampaui sebagian benua Afrika.
Namun, realita yang kini terjadi adalah berbalik 180o. Musuh-musuh Islam bersatu-padu menyerang dari busur yang sama, mirip sebagaimana kabilah-kabilah Arab yang menyerbu Rasulullah dan para sahabatnya di perang Ahzab. Lebih darti 100 konspirasi yang disiapkan oleh Romawi untuk meruntuhkan Khilafah terakhir umat Islam. Dan, setelah runtuhnya Daulah Turki Utsmani, kondisi kaum muslimin semakin parah. Ibarat anak ayam yang kehilangan induknya, hidupnya terombang-ambing. Tepat sebagaimana yang dikatakan oleh Rasulullah saw; bagai buih di lautan.
Apa yang menghiasi media massa tentang pembantaian atas umat Islam bahwa itu semua hanyalah perang antar etnis, perebutan kekuasaan yang bermotif politik dan ekonomi, perang melawan teroris dan statement lainnya; semua itu hanya sekedar lipstik untuk meninabobokan kaum muslimin. Target dan tujuannya adalah Islam. Benar, Islamlah yang membuat mereka merasakan bala’ dan ujian dari musuh-musuh Islam. Karena Islamlah mereka diserang, dipojokkan, difitnah, diburu, dibunuh dan dibantai. Karena Islamlah mereka dikenai saksi politik, ekonomi dan milter. Allah swt menggambarkan keadaan yang menimpa kepada ashhabul ukhdud dalam firman-Nya:
وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Al-Buruj [85]:8)
Riwayat di atas juga memberikan gambaran yang komprehensif tentang nasib umat Islam di akhir zaman dengan jumlahnya yang begitu banyak akan tetapi mereka justru menjadi mangsa kerakusan bangsa lain. Hal ini karena kehinaan serta kelemahan yang ada pada mereka, dimana Nabi saw telah menerangkan bahwa al-wahn lah yang menjadi penyebabnya, kecintaan kepada dunia dan takut kematian. Ini menggambarkan bahwa nilai-nilai yang dipegang oleh mayoritas umat Islam saat itu telah jauh berbeda dengan apa yang diyakini oleh generasi awal umat Islam.
Riwayat di atas juga memberikan isyarat bahwa serangan kolosal itu datang dari seluruh umat lain terhadap umat Islam. Lafal al-umam menggunakan bentuk jamak yang disertai dengan alif lam ma‘rifat yang menunjukkan arti umum. Ini menunjukkan bahwa serangan itu datang tidak dari umat tertentu, tetapi semua umat manusia di muka bumi akan bahu-membahu mengobarkan tipudayanya terhadap umat Islam. Seolah-olah satu-satunya sasaran mereka hanyalah umat Islam. Seluruh umat manusia sangat bernafsu untuk menggempur umat Islam, baik motifnya karena kerakusan mereka ataupun karena mereka takut bahwa umat Islam akan berjaya sebagaimana mereka telah menang dari orang-orang musyrik pada masa yang lampau. Mereka takut jika cahaya Islam akan bersemayam di hati semua orang.
Siapapun yang mengamati secara jeli nasib umat Islam sekarang ini serta karakter berbagai penjajahan yang pernah dilakukan oleh seluruh umat manusia dalam perjalanan sejarah – baik pelakunya adalah Yahudi, Nasrani maupun Hindu, – maka dia dapat membuktikan bahwa apa yang dikabarkan oleh Rasulullah saw benar-benar terjadi. Seolah-olah umat Muhammad saw ini mangsa yang sudah ditunggu-tunggu oleh serigala-serigala yang siap menerkam dan anjing-anjing yang siap menggigit. Irak, Bosnia, Chechnya, Palestina, Suria, Yaman, Mesir, Afganistan, Burma, serta yang lainnya adalah bukti terbesar yang menunjukkan akan hal itu. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa nantinya target serangannya bukan lagi negara tetapi setiap penduduk muslim yang berada di muka bumi, tak terkecuali di negeri ini. Wal iyadz billah
Wallahu a’lam bish shawab
[1] HR. Ahmad : 21891 dan Abu Daud : 4297.
(samirmusa/arrahmah.com)