Tak banyak yang tahu, tanggal 8 Mei 2017 merupakan momen bersejarah. Ini merupakan momen 25 tahun penyerangan kota kecil bernama Shusha. Sebuah kota yang didominasi oleh warga Azerbaijan yang berada di daerah Nagorno-Karabakh di negeri berpenduduk Muslim, Azerbaijan. Tepat hari ini pada tahun 1992, angkatan bersenjata Armenia merebut Kota Shusha, mereka membunuh dan melumpuhkan ratusan warga sipil Azerbaijan yang tidak berdosa, mengusir seluruh penduduk kota, serta menghancurkan, membakar dan menjarah banyak monumen bersejarah dari kebudayaan Islam.
Kota Shusha dibangun oleh seorang pemimpin Muslim bernama Panah-Ali Khan Javanshir. Sejak pertengahan abad ke-18, Susha didaulat sebagai ibu kota Karabakh Khanat di Azerbaijan. Kota Shusha dianggap sebagai tempat lahirnya musik, budaya dan sastra Azerbaijan. Tokoh budaya Azerbaijan terkemuka yang berasal dari kota ini antara lain, Uzeyir Hajibayov (komposer opera Muslim pertama); Bul Bul (pendiri opera vokal Azerbaijan); Jabbar Garyaghdy (Seniman Mugham Azerbaijan); Penyanyi Rashid Behbudov; Komposer Ashraf Abbasov, Suleyman Aleskerov, Fikret Amirov, Farhad Badalbeyli, Seyid dan Khan Shushinski, penulis Abdurrehim bey Haqverdiyev dan Najaf bey Vezirov; dan penyair Muslim Khurshudbanu Natavan.
Perebutan kota Shusha merupakan fase penting dalam pelaksanaan kebijakan militer Armenia mengenai pendudukan militer dan pembersihan etnis Azerbaijan. Hal ini mengakibatkan, sekitar 20% wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional (di wilayah Nagorno-Karabakh dan tujuh distrik yang berdekatan) telah diduduki dan hampir 750.000 warga Azerbaijan diusir. Ditambah dengan lebih dari 250.000 pengungsi Azerbaijan diusir dari Armenia, jumlah warga Azerbaijan yang secara paksa diusir dari tanah leluhur mereka mencapai lebih dari 1 juta orang. Akibat serangan di Kota Susha, symbol-simbol keislaman seperti masjid menjadi ternodai. Pasukan Armenia menistakan rumah ibadah ummat Islam di kota tersebut dengan cara mengubah fungsinya sebagai kandang hewan ternak, seperti sapi dan babi.
Kota Susha diduduki pasukan Armenia setelah mereka melakukan pembantaian massal di Kota Khojali. Sebulan setelah menaklukkan Khojali, pasukan gabungan Armenia melancarkan serangan ke Kota Shusha. Pertempuran berlangsung sengit. Pasukan Azerbaijan yang dibantu oleh milisi mujahidin Chechnya melawan sekuat tenaga, namun mereka gagal membendung pergerakan pasukan gabungan Armenia yang dibantu oleh tank dan helikopter sehingga kota tersebut pun akhirnya jatuh ke tangan pasukan gabungan Armenia-NK. Tak lama kemudian, pasukan gabungan Armenia juga berhasil merebut kota Lachin di dekatnya sekaligus mengamankan jalur darat antara kawasan Nagorno Karabagh dengan Armenia.
Pasukan Azerbaijan yang selama ini berada dalam posisi tertekan akhirnya melancarkan serangannya pada bulan Juni 1992 untuk merebut kembali seluruh wilayah Karabagh. Penyerbuan dimulai ketika pasukan Azerbaijan melancarkan serangan besar-besaran dari utara & selatan dengan mengerahkan tank, helikopter, dan ribuan personil tentara. Kesulitan karena dikeroyok dari dua arah sekaligus oleh pasukan Azerbaijan, pasukan gabungan Armenia-NK dipaksa mundur sehingga serangan pasukan Azerbaijan tersebut berakhir dengan jatuhnya wilayah timur NK ke tangan Azerbaijan.
Konflik antara Armenia dengan Azerbaijan sempat mereda pada akhir tahun 1992 menyusul musim dingin yang mendera kawasan tersebut, namun konflik kembali memanas di tahun berikutnya. Bulan Januari 1993, pasukan Armenia melancarkan serangan ke wilayah NK utara yang sudah dikuasai oleh pasukan Azerbaijan sejak pertengahan tahun 1992. Serangan tersebut berbuah manis bagi kubu Armenia karena usai serangan tersebut, sebagian wilayah utara NK berhasil dikuasai kembali oleh kubu Armenia.
Pendudukan dan pengusiran etnis Azerbaijan ini dikecam oleh masyarakat internasional, termasuk Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, (Resolusi 822, 853, 874, dan 884) yang menuntut “Penarikan segera dan tanpa syarat seluruh pasukan Armenia dari semua wilayah yang diduduki” di Azerbaijan. Namun, dengan adanya dukungan militer dan ekonomi dari pihak luar, Armenia mengabaikan tuntutan tersebut dan memfokuskan upayanya dalam mengkonsolidasi konsekuensi dari pendudukan tersebut.
Pendudukan ilegal yang terus berlanjut di wilayah Shusha dan wilayah Azerbaijan lainnya, serta situasi memprihatinkan dari warga sipil Azerbaijan yang diusir dari daerah tersebut menjadi peringatan bagi masyarakat internasional untuk secara efektif mendorong terciptanya keadilan, yang hanya dapat terjadi setelah pendudukan tersebut berakhir dan warga yang mengungsi diperbolehkan untuk kembali ke rumah mereka.
Demi masa depan bangsa Armenia sendiri, sekaranglah saatnya bagi pemimpin negara tersebut untuk menunjukkan kenegarawanannya dengan mengakhiri 25 tahun tindakan agresi yang berlangsung di negara tetangganya di Azerbaijan. Mereka harus secara serius dan konstruktif melibatkan diri dalam perundingan perdamaian. Tak hanya itu, negara-negara Muslim seyogyanya juga turut ambil bagian dalam panggung politik internasional untuk memberikan dukungannya kepada Azerbaijan. Hal tersebut merupakan tindakan yang dibutuhkan dan merupakan hak dari bangsa Armenia, Azerbaijan, dan juga seluruh warga di wilayah tersebut.
Penulis: Fajar Shadiq, wartawan Kiblatnet, perhatian terhadap isu politik dan konflik internasional.