Di era globalisasi, dimana mobilitas manusia tidak lagi dibatasi dimensi ruang dan waktu, peluang bisnis bagi Muslimah bukanlah hal sulit untuk dicapai. Terlebih, dengan meningkatnya para pengguna dan peminat jejaring social semacam facebook, twitter atau bahkan Blackberry, makin mempermudah dalam bidang pemasaran untuk bisnis, terutama bagi Muslimah.
Hal itu dikarenakan, ‘usaha dan pemasaran online’ tidak menuntut bagi seorang muslimah pebisnis untuk harus keluar rumah menjajakan dagangannya. Sekarang, kita hanya tinggal membuat promosi online dan ‘menyebarnya’ di blog, website, atau bahkan di status jejaring social, kita hanya tingga lmenunggu, m embiarkan ‘program internet melakukan tugasnya’.
Semudah itu. tinggal klik dan klik. Tanpa perlu berganti baju atau melangkahkan kaki keluar rumah. Semudah itu pul akita sebagai Muslimah bisa menjadi pebisnis tanpa takut melanggar syariat Allah.
Namun, kemudahan teknologi tersebut tidak lantas membuat para Muslimah berbondong-bondong terjun ke dunia bisnis. Banyak alasan yang melekat dalam benak mereka. Diantaranya, alasan paling klasik tentu saja adalah paradigma bahwa perempuan (ibu) harus bertugas mengurus rumah tangga. Dan para suamilah yang bertugas untuk mencukupi nafkah istri dan anak-anak. Nah, bisnis adalah identik dengan mencari nafkah. Jadi korelasinya, berbisnis tentu saja adalah bagian dari tugas para suami.
Alasan berikutnya, kekhawatiran bahwa para ibu akan terpecah konsentrasinya dalam mengurus rumah tangga, terutama dalam mendidik anak-anak. Artinya, seorang ibu seringkali merasa tidak fokus pada pengabdiannya dalam rumah tangga, jika harus terjun dalam kegiatan-kegiatan lain, termasuk berbisnis.
Alasan-alasan lain yang cukup mudah ditemukan adalah ketiadaan modal, merasa tidak mampu, tidak punya pengalaman, yang hampir rata-rata alasan itu berasal dari dalam diri seorang perempuan itu sendiri.
Pebisnis Muslimah di era Rasulullah
Kisah luar biasa dapat kita simak pada Asma’ binti Abu Bakar. “Zubeir menikahiku sedangkan dia tidak memiliki apa-apa kecuali kudanya. Akulah yang mengurusnya dan memberinya makan, dan aku pula yang mengairi pohon kurma, mencari air dan mengadon roti. Aku juga mengusung kurma yang dipotong oleh Rasulullah dari tanahnya Zubeir yang aku panggul di atas kepalaku sejauh dua pertiga farsakh (kira-kira 2 km).
Pada suatu hari tatkala saya sedang mengusung kurma di atas kepala, saya bertemu dengan Rasulullah bersama seseorang. Beliau bersabda, “ikh…ikh…” (ucapan untuk menghentikan kendaraan) dengan maksud agar aku naik kendaraan di belakangnya. Namun, saya merasa malu dan saya ingat Zubeir dan rasa cemburunya, maka beliau berlalu. Tatkala saya sampai di rumah, aku kabarkan hal itu kepada Zubeir lalu dia berkata, “Demi Allah, engkau mengusung kurma tersebut lebih berat bagiku daripada engkau mengendarai kendaraan bersama beliau.”
Apa yang dilakukan Asma’ memperlihatkan bahwa sebagai seorang istri, ia rela melakukan hal-hal yang seharusnya dikerjakan oleh suaminya. Dan yang paling penting, ia tetap menjaga kehormatan suaminya. Suatu hal yang mungkin secara logis tidak bisa diterima pada kehidupan masa kini. Betapa banyak dari kaum perempuan (istri) yang memiliki pendapatan lebih banyak dari suami dan akhirnya kurang memuliakan suami.
Satu lagi sosok pengusaha sukses di era Rasulullah, Khadijah sudah pasti melekat di benak kita. Keberadaannya mendampingi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) di masa-masa sulit rasanya tak terbayangkan dalam benak kita. Sejak sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Khadijah telah dikenal sebagai wanita pebisnis.
Bahkan setelah menikah pun, beliau masih tetap berbisnis, meskipun Rasulullah SAW pastinya juga menafkahinya sebagai kewajiban suami. Namun, penghasilan dari bisnisnya itu digunakan Khadijah untuk mengembangkan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan beliau menjadi penyandang dana dakwah utama pada masa-masa sulit.
Jadikan Hobi sebagai Peluang Usaha
Banyak dari kita, yang ketika keinginan untuk berbisnis itu muncul justru malah bingung menentukan bisnis apa. Padahal, jika dicermati, banyak sekali kegiatan sehari-hari yang bisa dikembangkan. Memasak misalnya. Pekerjaan tiap hari yang dilakukan seorang ibu ini tentu saja memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Berawal dari niat mulia seorang ibu untuk membuatkan jajanan sehat namun hemat bagi putra-putrinya, hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang yang bisa dimanfaatkan.
Atau kegiatan mencuci. Jika ada mesin cuci, bagaimana jika sekalian saja membuat laundry. Ya…hitung-hitung, pemasukan yang didapat bisa membantu membayar rekening listrik bulanan. Atau bercocok tanam di pekarangan, menulis, bahkan memijat. Luar biasa, potensi-potensi yang ada di sekitar kita.
Namun senang atau suka saja tidak cukup untuk bisa mengembangkan bisnis. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui sebelum benar-benar mengembangkan hobi kita menjadi sebuah bisnis.
Pertama, professional. Suka saja tidak cukup. Kita harus ahli di bidang tersebut. Artinya, kita harus senantiasa mengasah kemampuan kita berkaitan dengan hobi tersebut. Karena kalau sudah berurusan dengan konsumen atau pelanggan, kita dituntut untuk professional. Untuk menjadi professional, tidak harus mengeluarkan dana banyak di awal. Hal tersebut bisa kita dapatkan dari membaca buku, atau sharing ‘ilmu’ dari teman-teman yang sudah berpengalaman. Namun, jika memang ada dana bisa juga kita gunakan untuk mengikuti kursus agar lebih mantap.
Kedua, banyak peluang di sekitar kita. Banyak orang merasa ragu ketika akan berbisnis. Ada kekhawatiran apakah produknya atau jasanya nanti akan laku atau tidak. Yang kita perlukan berikutnya adalah survey alias menjajaki potensi pasar. Lakukan survei kecil-kecilan terhadap teman-teman kita. Benarkah produk yang kita tawarkan betul-betul mereka butuhkan. Kalau tidak, maka kira-kira apa yang mereka butuhkan. Ajaklah teman-teman berbicara, dan temukanlah peluang itu di sana.
Ketiga, bergabunglah dengan komunitas yang sejenis dengan bisnis pilihan kita. Ini sangat penting pengaruhnya. Keberadaan komunitas sangat membantu kita untuk mendapat relasi bisnis dan info-info terbaru terkait dengan seluk beluk bisnis yang kita geluti. Komunitas seperti ini cukup banyak ada di sekitar kita saat ini.
Keempat, promosi, promosi, dan promosi. Setelah menemukan produk yang yakin untuk melakukannya, maka yang harus kita lakukan berikutnya adalah promosi, promosi, dan promosi. Seperti yang diutarakan pada paragraf pertama tulisan ini, ‘dunia online’ adalah sarana untuk mempermudah promosi bisnis kita. Manfaatkan situs jejaring sosial, blog, juga website gratis untuk promosikan produk kita.
Jika promosi dilakukan ‘secara nyata’ atau face to face, mulailah dari teman-teman sendiri. Lalu berkembanglah ke sesama orangtua ketika kita menjemput anak-anak di sekolah. Percayalah, sekali saja pelanggan puas dengan pelayanan kita, mereka akan kembali lagi membawa pelanggan baru. Insya Allah.
Jangan lupa manajemen waktu
Bukanlah hal yang mudah ketika kita harus mengurus rumah tangga, mengurus anak-anak, ditambah lagi mengurus bisnis. Sebagai ibu, kita harus pandai-pandai mengatur waktu, termasuk waktu untuk beristirahat untuk kita sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kita mendapat masukan dari orang-orang terdekat, maka kita akan terbantu dalam banyak hal.
Satu hal yang sangat mendasar untuk difahami para ibu yang ingin terjun di dunia bisnis, bahwa apa yang kita lakukan ini bukanlah untuk “gagah-gagahan”. Jika kemudian usaha ini menjadi besar dan apa yang kita dapatkan melebihi pemberian suami, maka tetaplah menjaga keridhaannya. Insya Allah, apa yang kita lakukan menjadi amal saleh. Selain itu, hal ini akan sangat bermanfaat jika terjadi hal-hal di luar dugaan. Saat suami meninggal, misalnya. (dbs/rasularasy/arrahmah.com)