JAKARTA (Arrahmah.com) – Semenjak 2012 lalu, Buddhis Myanmar mulai menampakkan wajah aslinya. Gambaran biksu-biksu mereka yang penuh kasih dan kebaikan bahkan berganti menjadi kumpulan orang yang suka mengamuk dan membawa senjata.
Ceramah-ceramah biksu mereka yang bersifat mengutuk seperti yang kerap disampaikan oleh tokoh biksu radikal Ashin Wirathu juga menegaskan ekstrimisme Buddha di Myanmar. Massa Buddha di sana saat itu dilaporkan telah membantai lebih dari 200 Muslim dan memaksa lebih dari 150.000 orang lainnya, yang juga kebanyakan Muslim, mengungsi dari rumah mereka.
Buddhis Myanmar tampaknya telah lebih dari sekedar terjangkit Islamophobia. Pasalnya, di sana sembilan dari 10 orang Myanmar beragama Buddha dan hampir semua pemimpin Buddhis berada di puncak dalam dunia bisnis, pemerintah, militer dan kepolisian.
Sementara itu, perkiraan rentang minoritas Muslim hanya 4 sampai 8 persen dari sekitar 55 juta rakyat Myanmar, dan sisanya sebagian besar Kristen atau Hindu. Tapi teroris Ashin Wirathu bersikeras bahwa eksistensi Buddhis Myanmar terancam oleh keberadaan minoritas Muslim yang memiliki lebih banyak anak keturunan dari pada umat Buddha di sana. Dia juga merasa terancam oleh minoritas Muslim yang membeli tanah milik Buddhis.
Menanggapi perlakuan keji umat Buddha Myanmar terhadap minoritas Muslim Rohingya di Myanmar, Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) mengklaim tidak ada kaitannya dengan umat Buddha di tanah air. Walubi merasa perlu menegaskan hal ini supaya efek perstiwa pembantaian Muslim Rohingya oleh kaum Buddha di sana tidak berefek ke Indonesia.
“Kita perlu katakan bahwa Buddha kami dengan Myanmar berbeda,” ujar Plt Ketua Umum Walubi, Arief Harsono di gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (20/5/2015).
Arief mengatakan Indonesia akan tetap damai dan sejahtera tanpa terpengaruh sentimen dari Myanmar, termasuk bagi umat Buddha.
“Semua tenang. Bersama-sama kita tingkatkan hubungan baik dan jangan terpengaruh dengan isu-isu yang tidak menguntungkan semuanya,” terangya, sebagaimana dilansir Islamedia.
Ketua DPP Walubi Suhadi juga mengklaim bila agama Buddha memiliki landasan kemanusiaan dan tindakan kemanusiaan itu tidak diukur dari bentuk fisik.
“Saya kira itu harus klarifikasi dan tentu tanggungjawab kami memberikan teladan yang jauh lebih baik bahwa agama Buddha adalah kemanusiaan,” katanya.
Menanggapi pernyataan tokoh Buddha Indonesia ini, Ketua Bidang Kerukunan Antarumat Beragama MUI Pusat, KH Slamet Effendi Yusuf menyebut baik. Ia menyesalkan terjadinya tindak kekeraan yang terjadi kepada penduduk Muslim Rohingya.
“Jangan sampai apa yang terjadi di sana membuat hubungan umat beragama di sini menjadi renggang karena akan mengganggu stabilitas nasional,” kata Slamet.
Sebelumnya, Walubi juga mengimbau pemerintah untuk dapat menggalang dukungan dan kerjasama negara ASEAN dalam menangani permasalahan pengungsi Rohingya dan status kewarganegaraannya.
“Meminta kepada pemerintah Indonesia untuk menampung para pengungsi Myanmar dengan menyiapkan tempat penampungan khusus seperti tempat penampungan para pengungsi dari Cambudia dan Vietnam,” kata Arief Harsono.
(banan/arrahmah.com)