Oleh Yuliyati Sambas
Pegiat Literasi Komunitas Bela Islam AMK
Baik buruknya kualitas ketahanan pangan suatu negeri adalah perkara urgent yang wajib menjadi prioritas. Itu karena berhubungan langsung dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) rakyat yang sangat butuh untuk diwujudkan. Menjadi persoalan serius yang tentu wajib diurai alasan dan solusinya jika didapati suatu bangsa justru memberi porsi yang demikian minim untuk mendukung hal demikian.
Dilansir dari Republika.co.id (4/6/2023) bahwa Kepala National Food Agency (NFA) atau Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengungkapkan bahwa Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan (PPH) baru saja diluncurkan. Itu ditujukan sebagai upaya mengokohkan ketahanan pangan nasional dengan basis keberagaman konsumsi pangan dan keterpenuhan gizi masyarakat. Lebih lanjut diungkapkan bahwa ada keterkaitan erat antara keberagaman konsumsi pangan rakyat dengan konsumsi pangan berkualitas. Di samping itu keberagaman konsumsi juga secara simultan akan mampu menekan ketergantungan negeri ini pada bahan pangan tertentu, terkhusus yang masih mengandalkan dari jalur impor.
Apa Itu PPH?
PPH adalah metode untuk menilai kuantitas dan komposisi atau ketersediaan pangan di suatu wilayah. Nilainya didapat dengan mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data konsumsi pangan dari 9 kelompok bahan pangan PPH. Mulai dari padi-padian, umbi-umbian, sumber hewani, buah/biji berminyak, minyak serta lemak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, bumbu dan minuman.
Skor PPH diyakini dapat memantau seberapa baik tingkat konsumsi pangan rakyat. Ia terkategori seimbang atau justru dominan di satu kelompok pangan. Skor PPH juga sejatinya dapat digunakan sebagai satu referensi bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan demi mendukung ke arah kokohnya ketahanan pangan Indonesia. Pertanyaannya, akankah action nyata negara mengarah pada hal tersebut?
Minimnya Daya Dukung untuk Ketahanan Pangan
Kokohnya ketahanan pangan tentu membutuhkan daya dukung anggaran dan teknologi agar pemanfaatan lahan dapat maksimal terberdayakan. Namun ketika ditelisik, ternyata hal demikian belum menjadi komitmen negara hingga saat ini.
Bukti kuatnya adalah dari sisi anggaran pemerintah yang hanya mengalokasikan sebesar Rp104,3-124,3 triliun saja untuk peningkatan produk pangan domestik 2024. Jika dikalkulasikan porsinya hanya 0,6 persen saja. Sementara jika mau tahu anggaran apa gerangan yang menyedot demikian besar APBN negeri ini di tahun 2024, jawabannya adalah untuk urusan pesta demokrasi, pusat hingga daerah! What’s? Betul. Bayangkan dari sisi ini saja kita bisa melihat betapa negara lebih memilih untuk mendukung dengan jor-joran urusan kontestasi, sementara masalah perut rakyat diposisikan di peringkat hampir buncit. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani blak-blakan menyebut bahwa alokasi belanja pemerintah pusat dengan besaran Rp2.400,7-2.631,2 triliun, dominan ditujukan untuk keperluan pemilu (CNBC Indonesia, 31/5/2023). Ini catatan pertama.
Catatan kedua bahwa dari anggaran yang demikian minim itu, banyak agenda yang hendak diluncurkan. Febrio Nathan Kacaribu (Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan) mendetili anggaran tersebut dialokasikan untuk meningkatkan produksi pangan domestik melalui ketersediaan akses dan konsumsi pangan berkualitas; sarana dan prasarana penyimpanan pengolahan hasil pertanian; penguatan tata kelola sistem logistik nasional dan konektivitas antar wilayah; serta penguatan cadangan pangan nasional. (REPUBLIKA.CO.ID, 4/6/2023). Pertanyaan berikutnya, cukupkah?
Rencana yang tak kalah mengagumkan pun telah disusun. Di antaranya, pemerintah melalui Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengaku akan menyiapkan lahan tanam kedelai 10 ribu hektare demi menekan impor kedelai yang selama ini masih menjadi problem dalam negeri (Republika.co.id, 2/6/2023).
Dari laman yang sama diberitakan bahwa Ketua Komisi IV DPR Sudin bahkan mengusulkan beberapa langkah cemerlang bagi pemerintah. Pertama membagikan secara gratis bibit kedelai bagi petani. Kedua mendorong Mentan membuatkan embung teknologi canggih bio membran sebagai daya dukung antisipatif menghadapi musim kemarau. Sekali lagi pertanyaannya, mencukupikah alokasi anggaran dari pemerintah seperti disebut di atas untuk mendukung semua rencana besar itu? Hmh, mana cukup!
Paradigma Kapitalisme Demokrasi: Urusan Perut Rakyat, Belakangan
Minimnya dukungan negara untuk urusan perut rakyat sesungguhnya berhubungan dengan paradigma kapitalisme demokrasi sekuler yang dianut. Padahal persoalan perut ujungnya adalah terbentuknya kualitas SDM yang mumpuni. Sementara dalam sistem pemerintahan demokrasi urusan kontestasi adalah harga mati. Pesta besar lima tahunan itu dalam kondisi ekonomi bagaimanapun wajib terselenggara.
Adapun masalah perut, sebagaimana persoalan keterpenuhan pakaian hingga tempat tinggal rakyat diserahkan kepada mekanisme pasar. Baik ketersediaan hingga distribusinya diberikan ke tangan swasta. Pure bisnis! Negara dalam hal ini cukup menyediakan anggaran “sekadarnya” saja. Karena tugas negara hanya di area penyiapan regulasi dan memastikan regulasi tersebut berjalan dengan baik. Ironisnya jika mau jujur, regulasi yang dimaksud sangat terang benderang demikian berpihak pada para kapitalis dibanding rakyat. Sungguh miris!
Paradigma sekuler yang mendekap negeri Muslim terbesar sedunia ini telah berhasil mencerabut naluri mengasihi dari batin para penguasa negeri ketika pun didapati terjaminnya urusan pangan yang teramat vital bagi rakyat hingga kini tak bisa mewujud sempurna. Kekuatan ruhiyah yang berasal dari akidah Islam tak mampu memotivasi sebagaimana mestinya, karena prinsip sekuler telah menjauhkan agama dari pengaturan urusan kehidupan. Halal haram dalam pengambilan kebijakan tak menjadi patokan. Menelantarkan urusan perut rakyat yang sejatinya adalah amanah Allah bagi penguasa tak dirasa bagian dari dosa. Karena dosa pahala telah lama tergantikan posisinya oleh paradigma menyesatkan berupa peraihan manfaat dan kenikmatan duniawi semata. Pengurusan rakyat pun tampak nyata kian amblas.
Paradigma Islam: Kualitas SDM Rakyat Urusan Vital Negara
Islam sebagai basis ideologis memosisikan pembentukan SDM berkualitas sebagai hal vital. Pun demikian dengan terselenggaranya kesejahteraan atas seluruh rakyatnya. Hal ini merujuk pada hadist Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang mengamanahkan pertanggungjawaban setiap urusan rakyat ada di tangan penguasa. Maka terjaminnya persoalan pangan menjadi prioritas. Sebagaimana jaminan keterpenuhan sandang, papan, juga kesehatan, pendidikan, hingga keamanan di tengah masyarakat.
Islam memiliki metode fenomenal untuk mewujudkannya dengan berbagai sistem kehidupan yang diatur oleh syariat. Hal ini sudah terbukti dalam bentangan sejarah selama kurun waktu 14 abad lamanya. Dengan kekuatan ruhiyah berasas akidah Islam negara dalam naungan sistem Islam mampu mempersembahkan pengurusan setiap urusan rakyat demikian paripurna hingga memperhatikan individu per individu.
Bukti betapa Islam menjadikan pembentukan SDM berkuatitas melalui kokohnya ketahanan pangan negara sebagai persoalan vital adalah sebagai berikut:
Pertama, Islam memerintahkan penguasa untuk memastikan ketersediaan/produksi semua bahan pangan yang dibutuhkan rakyat. Negara akan menciptakan iklim kondusif agar pertanian, peternakan dan industri pangan dalam negeri berjalan dengan penuh gairah. Kebutuhan akan bibit, sarana prasarana akan disediakan negara secara gratis bagi siapapun rakyat yang membutuhkannya. Pemerintah pun akan mendorong para ahli dan peneliti di bidangnya untuk menciptakan teknologi canggih dan tepat guna yang dapat meningkatkan dari sisi kualitas dan kuantitas hasil pangan.
Kedua, pemerintah akan menjalankan politik ekonomi Islam dengan basis pengurusan urusan rakyat dan kemandirian. Artinya bahwa produksi semua bahan pangan itu difokuskan untuk kebutuhan dalam negeri hingga berswasembada. Meski demikian, Islam tidak mengharamkan untuk impor komoditas pangan jika produksi dalam negeri melebihi demand semua rakyat.
Ketiga, keterjaminan akan pangan sebagaimana sandang dan papan akan diselenggarakan negara dengan membuka lapangan kerja seluas mungkin. Pada gilirannya semua laki-laki dewasa sanggup menjalankan tugasnya mencukupi kebutuhan pokok bahkan sekunder hingga tersier atas kelurganya.
Keempat, negara diwajibkan mendukung penuh dari sisi anggaran, setiap kebijakan untuk menguatkan ketahanan pangan dengan menerapkan sistem ekonomi Islam. Mulai dari menempatkan posisi kepemilikan sesuai arahan syarak. Hal ini memastikan kecukupan anggaran dari melimpahnya pemasukan untuk urusan rakyat, melalui harta kepemilikan umum (semisal sumber daya alam dan tambang) dan harta milik negara. Negara pun akan meninggalkan pungutan pajak untuk pemasukan negara.
Kelima, syariat mengamanahkan kepada negara untuk mengedukasi semua masyarakat agar mengonsumsi makanan yang halal, tayib, dan mencukupi kuantitasnya. Itu akan dipahamkan sebagai tuntunan agama dimana menghendaki setiap diri itu menjaga kesehatan dan kebugaran tubuhnya sebagai bekal dalam mengabdi kepada Allah Swt.
Itu semua tentu membutuhkan supporting system yakni penerapan sistem pemerintahan dan politik Islam secara menyeluruh sebagaimana dahulu Baginda Rasulullah saw. contohkan. Dengannya yakinlah bahwa pengurusan akan semua urusan rakyat, termasuk mengokohkan ketahanan pangan negara tak akan amblas seperti di sistem kapitalisme. Wallahua’lam bish-shawab.