DAMASKUS (Arrahmah.id)– Kesepakatan antara pemerintah Suriah dan Syrian Democratic Forces (QSD) menarik perhatian banyak pihak. Menurut analis militer, integrasi kelompok bersenjata Kurdi ini ke dalam institusi negara merupakan respons atas perubahan dinamika militer di kawasan.
Mengutip laporan Al Jazeera, pakar strategi militer Kolonel Hatem Karim Al-Falahi menyebut bahwa keputusan ini dipicu oleh tiga faktor utama:
- Penarikan pasukan AS dari timur laut Suriah, yang menyebabkan QSD kehilangan perlindungan strategis.
- Ancaman militer Turki yang semakin meningkat, menempatkan QSD dalam posisi sulit.
- Perubahan pendekatan Damaskus, yang mulai membuka peluang untuk menyerap kelompok-kelompok bersenjata ke dalam sistem negaranya.
Kesepakatan Damaskus-QSD: Apa yang Disepakati?
Setelah pertemuan antara Presiden Suriah Ahmad Asy-Syaraa dan Komandan QSD Mazloum Abdi, kedua belah pihak menyepakati beberapa poin utama, antara lain:
- Menegaskan bahwa Suriah adalah negara yang bersatu dan menolak segala bentuk pemecahan wilayah.
- Memastikan hak politik seluruh warga Suriah, termasuk komunitas Kurdi.
- Mengintegrasikan institusi sipil dan militer QSD ke dalam pemerintahan pusat.
- Mengembalikan kontrol perbatasan, bandara, dan ladang minyak kepada pemerintah Suriah.
- Menyerahkan fasilitas penahanan yang sebelumnya dikelola QSD kepada Kementerian Pertahanan Suriah.
Tantangan dan Ancaman ke Depan
Menurut Al-Falahi, kesepakatan ini memberikan keuntungan militer bagi pemerintah Suriah, tetapi tetap menyisakan tantangan besar. Beberapa di antaranya adalah:
- Bagaimana mengintegrasikan struktur komando QSD ke dalam sistem militer Suriah.
- Pembagian posisi dan jabatan dalam institusi negara pasca integrasi.
- Nasib persenjataan berat yang selama ini dikuasai QSD.
- Potensi perpecahan dalam tubuh QSD akibat adanya faksi yang menolak kesepakatan ini.
Selain itu, pengelolaan wilayah-wilayah strategis seperti pos perbatasan dan ladang minyak yang sebelumnya dikuasai QSD masih menjadi isu yang memerlukan negosiasi lebih lanjut.
Sejarah QSD dan Perannya di Suriah
QSD dibentuk pada 10 Oktober 2015 di Provinsi Hasakah dengan dukungan Amerika Serikat. Kelompok ini terdiri dari berbagai unsur, di antaranya:
- People’s Protection Units (YPG) sebagai kekuatan utama berbasis Kurdi.
- Women’s Protection Units (YPJ), sayap militer khusus perempuan.
- Faksi-faksi Arab dan Suryani Asyuriah yang bergabung untuk memperluas basis dukungan.
Kesepakatan ini bisa menjadi momen penting dalam konflik Suriah, tetapi juga bisa menjadi jebakan bagi QSD. Dengan bergabungnya mereka ke dalam institusi negara, mereka mungkin kehilangan dukungan asing, terutama dari AS.
Apakah ini langkah strategis atau justru awal dari akhir bagi QSD? Waktu yang akan menjawab.
(Samirmusa/arrahmah.id)