DAMASKUS (Arrahmah.id)– Pemerintah Suriah dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) akhirnya mencapai kesepakatan penting yang menempatkan pasukan Kurdi di bawah kendali militer negara. Sebagai imbalannya, warga Kurdi diberikan hak kewarganegaraan dan akses ke ranah politik.
Kesepakatan ini diumumkan Damaskus pada Senin, 10 Maret 2025, setelah melalui negosiasi yang berlangsung lebih dari dua bulan. Menurut laporan yang dikutip dari Al Jazeera, perjanjian ini muncul di tengah situasi genting yang dihadapi pemerintahan baru Suriah, yang baru saja menghadapi pemberontakan di Latakia.
Asy-Syaraa Tolak Kehadiran Perwira AS
Sumber Al Jazeera menyebutkan bahwa seorang perwira Amerika sempat tiba di Damaskus bersama pemimpin SDF, Mazloum Abdi, beberapa bulan lalu. Namun, Presiden Suriah Ahmad Asy-Syaraa menolak bernegosiasi dengan perwira tersebut.
Negosiasi pun berlangsung tanpa kehadiran pihak Amerika. Dalam perundingan itu, Asy-Syaraa menawarkan berbagai konsesi kepada Abdi demi menyatukan kembali SDF dengan negara. Kedua belah pihak akhirnya menyepakati 9 dari 10 poin yang menjadi sumber ketegangan.
Satu poin yang masih diperdebatkan adalah nasib penjara yang menampung anggota ISIS. Washington dan SDF bersikeras agar fasilitas tersebut tetap berada di bawah kendali Kurdi, sementara Asy-Syaraa meminta agar kesepakatan tetap ditandatangani dan diskusi mengenai penjara ditunda ke waktu yang lebih tepat.
Dalam negosiasi itu, Abdi menyatakan bahwa ia tidak memiliki wewenang penuh untuk membuat keputusan akhir terkait penyatuan SDF dengan pemerintahan Suriah. Ia mengaku masih perlu berkonsultasi dengan pihak-pihak yang ia sebut sebagai “otoritas referensinya.” Asy-Syaraa pun menolak melanjutkan perundingan dengan pihak yang tidak memiliki keputusan mutlak dan meminta Abdi untuk kembali setelah mendapatkan kepastian.
Menjauhkan Campur Tangan Asing
Asy-Syaraa menegaskan bahwa dirinya ingin menyatukan rakyat Suriah tanpa campur tangan asing. Setelah pertemuan tersebut, Abdi meninggalkan meja perundingan tanpa memberikan jawaban pasti, hingga akhirnya pengumuman kesepakatan dikeluarkan hari ini.
Menurut Al Jazeera, inti dari kesepakatan ini adalah integrasi SDF ke dalam Kementerian Pertahanan Suriah. Pengumuman ini mengejutkan banyak pihak karena datang di tengah situasi genting akibat pemberontakan loyalis rezim lama di wilayah pesisir.
Kesepakatan ini dianggap sebagai langkah strategis yang mengembalikan kontrol negara atas wilayah yang sebelumnya dikuasai SDF, yang mencakup sekitar sepertiga wilayah Suriah. Ini menunjukkan bahwa pemerintahan baru memiliki kapasitas untuk membangun stabilitas dan persatuan nasional.
Reaksi Internasional
Sejumlah negara memiliki perhatian besar terhadap kesepakatan ini:
- Turki diperkirakan akan menyambut perjanjian ini dengan hati-hati. Ankara masih menunggu rincian lebih lanjut, terutama mengenai status para pejuang asing dalam SDF, khususnya yang terkait dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
- Amerika Serikat kemungkinan besar mendukung kesepakatan ini. Sebelumnya, Washington telah menyatakan niatnya untuk menarik pasukan dari Suriah dan menekan SDF agar mencapai kesepakatan dengan pemerintah baru Damaskus.
- “Israel” dikabarkan tidak senang dengan kesepakatan ini karena menghambat upaya mereka untuk memecah belah dan melemahkan Suriah.
Kesepakatan ini bisa menjadi awal baru bagi Suriah dalam upayanya mengakhiri ketegangan internal. Namun, bagaimana implementasinya di lapangan masih menjadi pertanyaan besar.
(Samirmusa/arrahmah.id)