JAKARTA (Arrahmah.com) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan jangan terlalu dirayakan besar-besaran.
Sekjen FITRA, Yuna Farhan menilai pertumbuhan ekonomi yang berhasil mencapai di atas 6% justru tidak diimbangi indeks rasio Gini sehingga kesenjangan antara pendapatan yang tinggi dan rendah semakin lebar. Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.
“Pertumbuhan ekonomi ini kan hanya memperlihatkan kesenjangan yang lebar antara pendapatan yang tinggi dan mereka berpendapatan rendah,” ujarnya dalam acara Polemik Sindo Radio, Sabtu (17/11) seperti dilansir inilah.com.
Ia juga mengatakan optimalisasi pendapatan negara pun tidak pernah ada sesuatu yang berubah tiap tahunnya. Yuna menyebutkan penyimpangan anggaran yang terjadi di Kementerian yang ditemukan BPK juga tidak pernah ditindaklanjuti.
“Dari temuan BPK sebesar Rp89 triliun penyimpangan anggaran di Kementerian, hanya Rp85 triliun yang ditindaklanjuti, namun tidak pernah ada perbaikan,” ungkapnya.
Penyimpangan itu, kata Yuna, kerap diabaikan dan kembali lagi dilakukan proses anggaran, dikucurkan lagi dan terjadi lagi kongkalikong tiap tahun anggarannya.
Sementara budayawan Indonesia, Mohamad Sobary mengatakan angka-angka statistik pertumbuhan itu tidak bisa mencerminkan realitas rakyat sebenarnya.
“Yang dihitung oleh BPS misalnya itu hanya secara universal, kecenderungan-kecenderungan pertumbuhan itu tidak pernah single out dirasakan masing-masing rakyat,” terangnya. (bilal/arrahmah.com)