Oleh D Budiarti Saputri
Tenaga Kesehatan
Tanggal 7 April 2024 yang lalu diperingati sebagai Hari Kesehatan Sedunia. Tahun ini peringatan hari kesehatan sedunia mengambil tema ‘My health, my right’, atau kesehatan kita adalah hak kita.
Prof. Tjandra Yoga Aditama mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara mengatakan melalui kampanye Hari Kesehatan Dunia 2024, diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua agar mendapat akses pelayanan kesehatan bermutu.
“Dengan tema Hari Kesehatan Dunia tahun ini diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua. Didambakan agar semua mendapat akses pada pelayanan kesehatan yang bermutu, juga mendapat pendidikan dan informasi kesehatan yang diperlukan,” kata Tjandra saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu. Beliau juga menambahkan kesetaraan kesehatan bagi semua juga termasuk memperoleh air minum yang aman dan sehat, udara bersih, makanan bergizi, rumah yang sehat, pekerjaan yang memadai dan terhindar dari berbagai diskriminasi kesehatan. Dikutip dari antaranews.com (7/4/2024).
Pemerintah mengklaim sudah memberikan jaminan layanan kesehatan pada rakyat dengan adanya BPJS. Faktanya BPJS tidak memberikan layanan optimal, layanan kurang berkualitas, dan berbagai problem lainnya. Adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan pun tidak diikuti dengan perbaikan kualitas pelayanan seperti yang dijanjikan.
Seperti yang kita ketahui pemerintah beberapa kali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Mengatakan BPJS Kesehatan memudahkan masyarakat berobat tanpa pungutan biaya, justru salah besar sebab masyarakat justru “dipalak” untuk membayar iurannya setiap bulan. Dalam sistem kesehatan kapitalistik yang berlaku ialah “ada uang, ada pelayanan.” Pemberi iuran akan memperoleh sesuai dengan yang telah dibayarkan.
Sejatinya, BPJS Kesehatan ialah korporasi yang menetapkan sejumlah ketentuan bernilai bisnis, artinya sarat komersialisasi kesehatan. Buktinya, ada pembayaran premi dengan sejumlah prasyaratnya sebagai pengaktifan kartu BPJS jika pelayanan kesehatan akan dibayarkan BPJS.
Sementara itu, konsep BPJS ialah layanan berjenjang, tagihan, dan penggajian kapitasi (metode pembayaran yang dilakukan kepada penyedia layanan kesehatan primer). Konsep itu mengedepankan logika bisnis, bukan kesehatan. Kesehatan dalam paradigma kapitalisme adalah jasa yang harus dikomersialkan. Negara berperan sebagai regulator menjamin komersialisasi tersebut. Memang begitulah cara sistem kapitalis menjalankan setiap layanan agar dapat menghasilkan keuntungan.
Hal ini jelas berbeda jauh dengan sistem kesehatan dalam Islam. Islam memandang bahwa kesehatan menjadi salah satu kebutuhan pokok yang akan dijamin oleh negara dengan baik, sesuai kebutuhan, dengan harga murah bahkan gratis. Sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang bisa menjamin kesehatan masyarakat steril dari komersialisasi dengan berperan penuh dan bertanggung jawab bukan hanya sebagai regulator semata seperti dalam sistem kapitalis. Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pokok kesehatan ini akan bersumber dari baitulmal yang bersifat mutlak, sumber-sumber pemasukan serta pengeluaran berdasarkan ketentuan syariat seperti hasil pengelolaan sumber daya alam yang dikelola penuh negara, jizyah dan lain sebagainya.
Dalam sistem Islam negara memudahkan masyarakat untuk menjangkau layanan kesehatan dengan membangun sarana kesehatan di seluruh penjuru negeri. Maka, hanya dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah lah yang mampu menjamin kesehatan masyarakat secara penuh. Wallahu’alam bish shawab