(Arrahmah.com) – Presiden Joko Widodo mengingatkan keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia adalah aset negara yang harus dijaga. Jangan sampai muncul persoalan di tengah masyarakat yang disebabkan oleh keberagaman tersebut. …”Inilah yang harus kita hindarkan. Jangan sampai dicampuradukkan antara politik dan agama, dipisah betul, sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik,” katanya.
Catatan
Jangan Anda terpedaya dengan berbagai tipuan. Kaum Muslim harus bertahan di atas agamanya dan tidak akan pernah menanggalkan Islam demi sekulerisme, liberalisme dan nilai-nilai barat. peradaban sekulerisme dimana agama dipisah dari kehidupan termasuk politik adalah peradaban yang rendah. Sehingga umat Islam harus kuat di jalan yang sesuai apa yang telah diturunkan oleh Allah sebagai keterikatan terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]: 49-50)
Demi Allah, aneh ketika seorang pemimpin yang beragama Islam menyeru kaum muslim untuk berintegrasi dengan pengertian meyakini nilai-nilai sekulerisme. Yaitu menyeru kaum muslim untuk memisahkan agama dari politik, dengan konsekuensi meninggalkan syariah Rabb semesta alam dan mengadopsi syariah manusia lalu berlindung dibalik semboyan keberagaman.
Bukankah kita merasakan kesengsaraan ketika Islam dipisahkan dari politik, lalu demokrasi memimpin. Sementara kelemahan pemikiran sekulerisme telah tampak, dan kemudian rezim-rezim sekuler bersandar kepada kekuatan untuk memaksa pihak lain mengikuti nilai-nilai dan konsepsi-konsepsinya. Kemudian para rezim menuduh Sistem politik Islam sebagai ideologi totalitarianism. Lalu siapa sebenarnya yang totaliter? Apakah Rezim yang mengatakan kebebasan, namun justru melecehkan agama Islam dan ingin memaksa kaum Muslim dengan kekuatan agar meninggalkan agama mereka? Belum tibakah waktunya bagi Kita menyadari kemarahan Allah terhadap sikap diam kita terhadap para rezim sekuleris kapitalis yang menjerumuskan rakyat dalam krisis?
Ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita yaitu agar kita tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, tidak menaati selain Dia dan tidak menyandarkan bantuan kecuali dari Dia. Dan di dalam agama Islam ada kecukupan yang membuat kita tidak perlu meminta bantuan dengan yang lain. Di dalamnya juga ada kebenaran dan keadilan yang membuat kita tidak perlu merujuk kepada kebatilan dan kegelapan sistem barat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (TQS Thaha [20]: 123-124)
Ketahuilah bahwa daulah al-Khilafah ar-Rasyidah adalah pembangkit jalan keluar Anda satu-satunya dari kesempitan hidup bagi seluruh umat akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sebagai muslim, sesungguhnya hati kita berhimpun dalam kecintaan dan ketaatan kepada Allah. Perhatian utama kita, penderitaan kita dan harapan kita adalah satu, yaitu: agar kalimat Allah menjadi yang paling tinggi; agar Allah Subhanahu wa Ta’ala merealisasi janji-Nya kepada umat dan memberikan kemudahan kepada para aktivis yang berjuang di jalan Allah untuk menegakkan Khilafah.
Umar Syarifudin
(*/arrahmah.com)