BEIRUT (Arrahmah.com) – Pihak berwenang di Libanon dituduh menyelundupkan uang ke luar negeri yang memicu kemarahan meluas. Padahal, warga Libanon belum dapat menarik uang dari bank sejak 17 Oktober 2019.
Menyusul protes yang dimulai pada 2019 karena krisis keuangan, bank memperketat batas penarikan mata uang asing menjadi 200-300 dolar AS per pekan. Saat pandemi virus Covid-19 dimulai, penarikan tunai dari akun-akun itu benar-benar dihentikan dan batas ditetapkan pada mata uang lokal.
Menurut laporan Anadolu Agency (3/3/2021), bank yang menghadapi masalah likuiditas akibat krisis menyimpan simpanan warga Lebanon selama hampir satu setengah tahun. Keputusan itu dilakukan dengan alasan mencegah arus keluar. Hal itu pun memunculkan tuduhan bahwa miliaran dolar ditransfer ke luar negeri oleh administrator dan menyebabkan keributan.
Ekonom Libanon mengatakan bahwa bank memberikan uang milik nasabah kepada Bank Sentral. Kemudian menawarkan deposito sebagai pinjaman kepada negara yang tidak mampu membayar utangnya.
Ledakan di Pelabuhan Beirut pada Agustus 2020 menciptakan krisis baru seiring dengan meningkatnya masalah ekonomi di Libanon. Pemerintah Perdana Menteri Hassan Diyab mengundurkan diri 10 Agustus 2020, menyusul reaksi setelah ledakan.
Setelah itu, pemerintahan baru justru tidak dapat dibentuk selama berbulan-bulan karena ketidaksepakatan antara kelompok politik. Mempertimbangkan kekuatan politik dan penguasa sebagai penyebab krisis ekonomi, rakyat Lebanon menuntut pembentukan pemerintahan tanpa partai politik sektarian yang telah berbagi kekuasaan selama bertahun-tahun. (Hanoum/Arrahmah.com)