Tak ada yang menyangka, di pagi hari itu warga masih keluar masuk rumahnya dengan bergembira, begitu kata Abu Muhammad, seorang yang selamat dari pembantaian di kota Baniyas, provinsi Tartus. Abu Muhammad menuturkan kesaksiannya kepada TV Al-Arabiya tentang apa yang ia lihat di Ras Alnabe’, kota Baniyas. Hari itu normal-normal saja, “kami tidak tahu apa yang mereka (tentara rezim dan milisi loyalis rezim, red) rencanakan awalnya. Pada hari Rabu orang-orang masuk dan keluar desa dengan gembira. Ada pos-pos pemeriksaan tetapi mereka tidak menghentikan siapapun,” tutur Abu Muhammad.
Kemudian, lanjut Abu Muhammad, pada hari Rabu (pekan lalu) mereka (tentara) memotong jalan-jalan dan jalan raya. Tidak ada roti kala itu, tetapi sepeda-sepeda motor tidak diizinkan untuk keluar atau masuk. Orang-orang mulai ketakutan tentang apa yang akan terjadi. Pada hari Kamis, akhirnya warga pergi ke jembatan di dekat pos pemeriksaan untuk melarikan diri, jumlah mereka sekitar 600-500, wanita dan pria. Di sanalah tentara rezim yang berada di pos-pos pemeriksaan mulai meneriaki mereka dan meminta mereka untuk tiarap di tanah. Lalu mengatakan kepada mereka, “Kalian para binatang berdirilah dan pulang ke rumah kalian.”
Abu Muhammad lanjut menuturkan bahwa saat itu malam hari setelah matahari terbenam. Waktu di mana para tentara membombardir desa Al-Baydha’ dan Ras Al-Reefi. Di sinilah orang-orang ketakutan kembali dan mereka berusaha untuk melarikan diri. Beberapa orang ingin tidur di luar.Kemudian pada hari Jum’at, orang-orang ingin pergi keluar dan mereka (para tentara) tidak mengizinkan mereka. Ada jam malam yang diberlakukan, tidak ada seorangpun yang diperbolehkan bergerak. Bahkan mereka tidak boleh mendekati pos pemeriksaan. Ketika ada yang mendekati pos, setidaknya 300 peluru ditembakkan ke langit. Mereka (para tentara) memaksa orang-orang untuk menjauh dari pos pemeriksaan untuk mencegah mereka melarikan diri. Maka orang-orang terpaksa berdiam diri di dalam rumah-rumah mereka. Kemudian, antara pukul 03:00 dan 03:30, mereka mulai membombardir kota Baniyas terutama di Ras Alnabe’ menggunakan peluru mortir dan artileri. Bom-bom itu ditembakkan dari jembatan Ooze, dan Al-Qussur dan dari bawah jembatan Ras Alnabe’ serta dari seluruh pos pemeriksaan.
Abu Muhammad juga menjelaskan bahwa sebelumnya warga di kota itu hidup dengan damai, tidak ada kerusuhan, dan di sana pun tidak ada pejuang bersenjata.
Kemudian, “kami melihat tentara menuruni jembatan Ooze, mendekati desa dan mereka (tentara) meliputi mereka dengan membom desa dengan artileri-artileri. Mereka (tentara) tiba di rumah pertama dan mereka (tentara) memaksa semua orang keluar dan mereka (tentara) membalikkan wajah mereka ke dinding dan menembaki mereka semua. Kemudian di rumah kedua, mereka (tentara) membunuh sekitar 4 atau 5 orang. Pada saat itu Saya membawa keluarga saya keluar dan Saya kembali untuk mengambil yang lainnya untuk membawa mereka. Di sinilah saat Saya kembali Saya terpaksa untuk bersembunyi di sebuah ruang bawah tanah kecil. Saya terjebak di dalamnya, jadi Saya katakan Saya tidak lebih baik daripada yang lain,” ungkap Abu Muhammad.
“Mereka (tentara) membawa semua keluarga saya ke luar dengan keluarga lainnya. Mereka (tentara) membalikkan wajah mereka ke dinding. Mereka, sekitar 35 anggota keluarga saya. Ini baru keluarga saya, ada keluarga lainnya juga. Mereka (tentara) meminta untuk membalikkan wajah mereka ke dinding dan mereka semua melakukannya termasuk anak-anak. Yang paling muda di antara mereka berumur 15 hari. 8 anak-anak dari mereka berumur antara 15 hari dan satu setengah tahun, dua tahun, dan tiga tahun. Kemudian, salah seorang tentara mengatakan ‘bunuh mereka jangan mengasihi siapapun, bunuh mereka semua, tidak ada rasa kasihan untuk siapapun.’ Saat itu saya berada di ruang bawah tanah dan Saya mendengar semuanya,” tutur Abu Muhammad.
Saat presenter menanyakan, “Orang-orang juga mengatakan bahwa para pembunuh itu berbicara dalam bahasa bukan dengan logat Suriah. Berdasarkan apa yang anda lihat, apakah anda memperhatikan ini?”
Abu Muhammad menjawab, ” Ya ya ukhti yang dikasihi, ada pembicaraan yang Saya tidak mengerti. Saya orang Suriah dari Baniyas, dari Ras Alnabe’. Ada pembicaraan yang Saya tidak bisa pahami. Sebagian dari mereka mengenakan pakaian marinir, yang lainnya memakai pakaian warga sipil dan sepatu putih. Ada sekitar 150. Dan salah satu dari mereka mengatakan ‘lihatlah yang satu ini masih hidup,’ dan kemudian mereka menembak bayi itu di kepalanya. Mereka (tentara) membawa mereka satu per satu dan menembaki mereka. Jika anda melihat gambar-gambarnya, ada dua anak setelah mereka (tentara) membunuh mereka, mereka (tentara) membakar tangan dan kaki-kaki mereka.”
“Mereka adalah keluarga Rajab, mereka (tentara) membunuh 16 dari mereka dan juga keluarga Sabag, keluarga Al-Aleene, keluarga Turuk, keluarga Dahbaj, keluarga Jalul. Keluarga Jalul, mereka (tentara) membunuh ABu Alabed, kedua puteranya, 6 puterinya, orangtuanya, kedua kakaknya. Dan ayah Abu Alabed yang cacat, beliau biasa menggunakan kursi yang ia tidak bisa gerakkan. Dan juga keluarga Lahuf dan Qasim,” lanjut Abu Muhammad.
“Anda menyebutkan keluarga-keluarga yang dibunuh, berapa jam pembunuhan berlangsung” tanya presenter.
“Mereka (tentara) masuk jam 3:30 dan mereka (tentara) memulai pemboman, itu sekitar 20 hingga 20 bom per menit. Rumah-rumah hancur dan kemudian mereka (tentara) masuk membunuh siapa yang hidup. Ini hanya di satu jalan yang Saya ceritakan pada anda, tentang sekiranya Saya sertakan jalan-jalan lainnya, jumlah yang meninggal dunia melampaui 1500. Di Ras Alnabe’ saja ada lebih dari 1000. Mereka (tentara) membawa truk (pendingin) dan mereka (tentara) menempatkan jasad-jasad itu di dalamnya. Mereka (tentara) membawa lebih dari 200 Syuhada,” jawab Abu Muhammad.
Presenter bertanya lagi, “Anda tetap berada di ruang bawah tanah, berapa jam?”
Abu Muhammad menjawab, “Saya tetap tinggal selama satu setengah jam dan Saya tidak bisa bernafas karena mereka (tentara) sangat dekat, Saya tidak bisa bergerak atau keluar. Selama satu jam setengah mereka (tentara) tetap berdiri di depan rumah kerabat saya. Setelah membalikkan wajah mereka ke dinding dan menembaki mereka semua, mereka (tentara) meneruskan pembantaian di rumah-rumah lainnya. Mereka (tentara) menyerbu keluarga lainnya. Saat ini Saya rasa tidak ada siapa-siapa di luar. Ketika Saya keluar, Saya melihat seorang gadis kecil sedang merangkak dan mengangkat tangannya. Dia ditembak dua kali di tangannya. Ketika saya melihatnya Saya merasa pusing dan kehilangan kesadaran.”
“Seorang tetangga datang saat ia melihat saya seperti ini, ia membangunkan saya dan membawa gadis kecil itu. Di sana juga ada seorang pria dari keluarganya yang masih hidup. Pria ini mengatakan kepada saya bahwa ketika ia (gadis keci) mengangkat tangannya pertama kali, ia mengatakan kepadanya (gadis keci) ‘tidurlah tidurlah atau mereka akan datang dan menembak kita,’ ia membiarkan gadis itu tidur lagi…Saya memberitahu anda apa yang Saya telah lihat dengan mata saya sendiri. Saya memeriksa apa yang telah terjadi di lingkungan-lingkungan itu, Saya tidak menemukan siapapun. Lebih dari 1000 meninggal dunia di daerah ini,” lanjut Abu Muhammad.
“Jadi mereka tidak peduli dengan anak-anak, wanita dan orang tua?” tanya presenter.
“15 anak-anak telah meninggal,” kata Abu Muhammad.
“Orang-orang juga mengatakan senjata putih (bukan senjata api, red) telah digunakan, apakah anda melihat orang-orang dibunuh dengan senjata putih?” tanya presenter lagi.
“Sebagian orang dibunuh dengan senjata putih dan pisau, yang lainnya kepala mereka dihancurkan dengan batu hingga kepala mereka meledak. Mereka (tentara) tidak meninggalkan anak-anak atau orang tua. Dan para pembunuh itu berasal dari lebih satu sekte. Ada orang Alawiyah dan Syiah dari Iran. Ada logat-logat yang Saya tidak pernah dengar. Saya orang Arab dan orang Suriah. Saya tidak pernah mendengar logat-logat seperti itu. Dan ada juga keluarga Dandesh, mereka semua dibakar di dalam rumah mereka. Tiga rumah berdekatan satu dengan lainnya, mereka semua dibakar di dalam rumah mereka,” tutur Abu Muhammad.
(siraaj/arrahmah.com)