POSO (Arrahmah.com) – Banyak cerita menarik jika kita mengulik satu per satu kisah yang terjadi di balik penangkapan tertuduh teroris oleh Tim Densus 88. Yang satu ini datang dari kota yang kerap dijuluki oleh media sekuler dengan sebutan “Tanah Suci Para Teroris”.
Pada Senin, (12/01) Imron ditangkap Densus 88 di Desa Tabalu Kecamatan Poso Pesisir. Dia dituding sebagai salahsatu kurir Santoso.
Menurut salah seorang saksi mata sekaligus tokoh muslim Desa Tabalu, Sairin, waktu itu sekitar pukul 05.30 setelah sholat subuh di Masjid Al-Muhajirin, Desa Tabalu, Imron bergegas pulang dari masjid. Tapi di sepanjang perjalanan, ia melihat banyak polisi sudah berkumpul di rumahnya.
Saking banyaknya polisi yang telah mengepung rumahnya, Imron tidak berani pulang. Dia berputar menuju rumah Sairin, salah seorang tokoh Muslim Desa Tabalu. “Dia itu ketakutan dan tidak berani pulang ke rumahnya, dia minta tolong sama saya. Terus saya bilang, ‘kamu ada apa? Kok dicari polisi? Apa kamu salah?’,” ujar Pak Sairin saat dikunjungi Kiblat.net pada Rabu, (21/01).
Ditanya seperti itu Imron hanya diam. Akhirnya, Sairin lansung menemui Komandan Densus yang memimpin operasi penangkapan Imron. “Ini ada apa pak? Imron salah apa?” Tanya Sairin kepada Densus. Kemudian Komandan Densus tersebut memperlihatkan surat penangkapan Imron, seraya berkata, “ini pak surat penahanan Imron, dia terlibat sebagai kurir Santoso,” katanya.
Kemudian, Sairin akhirnya membawa Komandan Densus tadi ke rumahnya. Namun, Sairin sebelumnya sudah berpesan kepada Komandan Lapangan Densus agar tidak membuat kacau saat penangkapan.
“Kalau sudah resmi dan ada surat penangkapan begini saya tidak bisa berbuat banyak, pak! Silahkan bawa Imron tapi jangan bikin trauma anak-anak sini, nangkapnya yang biasa-biasa aja pak tidak mau lari ke mana juga, soalnya kita punya anak-anak ini polos-polos dan kemungkinan Imron ini juga tidak tahu-menahu masalah itu, dan apa semua yang dituduhkan,” ujar Sairin kepada Densus. Setelah sampai di rumahnya, Sairin memanggil Imron dan menyerahkan Imron kepada Densus 88.
Setelah Imron dipanggil Sairin, Imron lansung keluar rumah dan Komandan Densus tadi langsung memegangi Imron. Namun, tiba-tiba beberapa anggota Densus 88 langsung turun dari mobil dan membuat formasi mengepung rumah Sairin. Tim berlogo burung hantu itu berada dalam posisi siap sergap dengan senjata lengkap dan baju tempur.
Hal itu, sontak membuat Sairin kaget dan langsung menegur beberapa anggota Densus tadi. “Eh.. eh.. eh… ndak usah begitu pak, ndak usah begitu pak,” kata Sairin saat menegur Densus 88.
Teguran Sairin tentu saja tidak dihiraukan oleh anggota Densus 88. Kemudian, Sairin meminta Komandan Densus tadi untuk menegur anggotanya. “Coba komandan tolong tidak usah bikin begitu, kasihan bikin trauma kalau modelnya seperti ini,” ujar Sairin kepada Komandan Densus.
Lantas, sang Komandan Densus tadi langsung memberi kode dan menyuruh anak buahnya mundur, barulah beberapa anggota Densus 88 tadi berdiri dalam posisi biasa dan mundur.
Setelah itu, Imron lansung dibawa ke dalam mobil menuju rumahnya untuk mengambil barang bukti. Barang bukti berupa terpal dan uang sebesar Rp.300.000. Namun, menurut warga di sekitar lokasi penangkapan, pada saat pengambilan barang bukti di rumah Imron tiba-tiba ada kata-kata keluar dari anggota Densus yang menyatakan tidak menginginkan penangkapan yang aman seperti ini. “Penangkapan model apa ini..!” ujar salah satu anggota Densus 88.
Menurut Sairin, Densus 88 kurang ‘nyaman’ dengan proses penangkapan ala polisi biasa. “Maunya mereka (Densus), proses penangkapan tidak begini. Kurang tahu juga model gimana yang mereka inginkan,” ujar Pak Sairin. Imron segera diborgol dan dibawa oleh Densus berikut barang bukti berupa terpal dan uang.
Sebelumnya, kepada Kapolda Sulteng, Sairin juga menyayangkan penangkapan terhadap Imron. Pasalnya ada kesan bahwa Imron sengaja dibiarkan terjebak sehingga bisa berkomunikasi dengan pelaku lain, kemudian mendapat barang bukti. “Apa tidak bisa diubah cara penangkapannya, kenapa sudah sejauh itu baru ditangkap, membiarkan seolah-olah menjebak pelaku, tidak betul ini,” ungkap Sairin ketika menyampaikan keluhannya melalui telepon kepada Kapolda Sulteng, Brigjen (Pol) Idham Azis.
Keluhan Sairin dijawab dengan pernyataan dari Kapolda bahwa proses penangkapan memang modelnya sudah seperti itu. “Mereka itu sudah lama diintai, kemudian terus diproses hingga pencarian barang bukti,” pungkas Idham. (azm/kiblat,net/arrahmah.com)