JAYAWIJAYA (Arrahmah.com) – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan bahwa kerusuhan di Wamena, kabupaten Jayawijaya, yang menyebabkan 32 orang meninggal pada 23 September lalu diduga dilakukan oleh kelompok terorganisasi.
Temuan Komnas HAM tesebut setelah melalukan investigasi selama beberapa hari.
Yang memprihatinkan, salah seorang korban tewas adalah tenaga medis bernama dr Soeko Marsetiyo. Padahal, semestinya tenaga medis harus dilindungi.
Dr Soeko meninggal akibat luka bakar yang parah.
‘’Bagi Komnas HAM, ancaman kekerasan terhadap guru maupun tenaga medis adalah ancaman terhadap pekerja kemanusiaan,” tegas Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey, lansir Jawa Pos, Jumat (27/9/2019).
Bahkan, berdasarkan hasil penelusuran Komnas HAM, dr Soeko Marsetiyo merupakan satu-satunya dokter yang sejak awal menawarkan diri untuk bertugas di pedalaman Papua.
“Dia telah mengabdikan dirinya kepada masyarakat di Tolikara. Namun justru menjadi korban yang diduga dianiaya secara sadis oleh sekelompok orang,” tuturnya.
Menurut beberapa saksi mata, insiden tersebut terjadi saat dr Soeko dalam perjalanan naik mobil di sekitar Pasir Putih (Mumi). Tiba-tiba dia dihadang oleh sekelompok orang. Tanpa rasa kasihan, dokter tersebut disiram bensin, lalu dibakar. Dokter Soeko berusaha menyelamatkan diri dengan melompat ke got. Namun, luka bakar yang diderita dokter lulusan Undip itu terlalu parah.
PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) telah mengeluarkan rilis tentang kasus tersebut.
Salah satu isinya, seluruh keluarga besar IDI diminta mengenakan pita hitam yang diikatkan di lengan kanan pada 26-30 September.
‘’Itu bentuk solidaritas, rasa berkabung, dan duka cita atas wafatnya teman sejawat kami yang meninggal saat menjalankan tugas,’’ ujar Ketua Umum IDI dr Daeng M. Faqih, dikutip dari siaran pers, Kamis (26/9).
Jenazah dr Soeko dimakamkan di makam keluarga yang berada di Kejambon Lor, RT 3 RW 13, Sindumartani, Ngemplak, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jenazah dokter Soeko sendiri tiba di Yogyakarta pada Jumat (27/9) dan langsung dimakamkan.
Saat prosesi pemakaman, isak tangis dan haru dari keluarga dan kerabat mengiringi prosesi pemakaman dokter Soeko yang memilih mengabdikan diri di pelosok tanah Papua.
Dokter Soeko sendiri telah 15 tahun mengabdikan hidupnya untuk kesehatan masyarakat Papua.
Sepeninggal dokter Soeko, pemerintah Papua akan kesulitan mencari dokter pengganti. Sebab, tak semua dokter seperti dokter Soeko yang mau ditempatkan di daerah pedalaman.
(ameera/arrahmah.com)