JAKARTA (Arrahmah.com) – Menurut Prijanto, mantan wakil Gubernur DKI Jakarta, jika tidak ada perubahan, Senin (23/11/2015), tim investigasi BPK RI akan memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki alias Ahok.
“Tim investigasi mengundang Ahok untuk diperiksa dimintai keterangan. Ahok adalah puncak pemeriksaan setelah para pejabat DKI yang terkait sudah diperiksa,” tulisnya di Teropongsenayan.com.
Ahok sendiri mengaku siap memberikan keterangan atas dugaan korupsi pada pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras itu.
“Senin aku mau ke BPK pusat nih, kasih keterangan. Kami sudah siapin keterangan nih soal RS Sumber Waras. Mereka mau minta keterangan. Jadi kami diundang untuk memberi keterangan,” kata Ahok di Balaikota, Jakarta, Sabtu (21/11), lansir liputan6.
Menurut Prijanto, menilik hasil LHP BPK RI 2014, patut diduga kuat ada perbuatan melawan hukum pada proses pembelian tanah RSSW oleh Pemprov DKI.
“Pembelian tanah RSSW tidak disertai dokumen perencanaan, studi kelayakaan, konsultasi publik, berita acara kesepakatan dengan masyarakat, usulan dinas terkait dan tidak adanya tim pelaksana pengadaan tanah, sebagaimana yang diatur dalam aturan perundang-undangan,” katanya.
Kata pengamat masalah ibukota Jakarta ini, disposisi Ahok kepada Ka Bappeda pada 8 Juli 2014 pada surat penawaran Ketum YKSW 7 Juli 2014, menunjukkan keterlibatan Ahok secara langsung. Perintah anggarakan kepada Ka Bappeda untuk dianggarkan dalam APBD-Perubahan juga melanggar Permendagri No 13/2006.
Kata Prijanto, keputusan Ahok untuk membeli dan dianggarkan dalam APBD-P, serta dibayar pada 31 Desember 2014, memiliki catatan ketidaklaziman dalam pembelian tanah. Tanah yang dibeli masih dalam perikatan jual beli dengan pihak ketiga. Di samping itu, tanah masih menunggak kewajiban bayar PBB Rp. 6 M lebih dan di atas tanah masih berdiri bangunan aktif sebanyak 15 bangunan.
“Belum lagi persetujuan Ahok atas harga yang ditawarkan YKSW melebihi batas kepatutan. Dari perspektif selisih harga yang dibayar Pemprov DKI dengan harga PT CKU kerugian Rp.191.334.550.000,00. Dari perspektif NJOP, kerugian ditaksir Rp.484.617.100.000,00. Kasus ini jelas ada perbuatan melawan hukumnya, ada kerugian negaranya dan ada pihak yang diuntungkan. Dengan demikian kasus ini memenuhi unsur sebagai Tipikor,” urai Prijanto.
Sebelumnya sejumlah orang dari elemen masyarakat Jakarta telah melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Ahok ke Polda Metro Jaya. Jafar Shadiq, juru bicara warga mengatakan, bahwa ada tiga kasus dugaan korupsi yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya, Senin (7/9).
Pertama. Indikasi Kerugian Negara senilai Rp.1.691.393.636.322,- (Satu Trilyun Enam Ratus Sembilan Puluh Satu Milyar Tiga Ratus Sembilan Puluh Tiga Juta Enam Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Tiga Ratus Dua Puluh Dua Rupiah) dalam proses Penetapan Nilai Penyertaan Modal dan Penyerahan Aset Pemprop DKI Jakarta kepada PT Trans Jakarta (BUMD) melalui INBRENG (Penyertaan Modal Pemerintah selain uang tunai) yang dilakukan lewat proses yang tidak sesuai ketentuan.
Kedua. Indikasi Kerugian Negara senilai Rp.8.582.770.377,- (Delapan Milyar Lima Ratus Delapan Puluh Dua Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Tujuh Rupiah) dalam proses Penyerahan Aset INBRENG Pemprop DKI Jakarta berupa tanah seluas 234 meter persegi dan Tiga Blok Apartemen yang tidak diperhitungkan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah pada BUMD.
Ketiga. Indikasi Kerugian Negara senilai Rp.191.334.550.000,- (Seratus Sembilan Puluh Satu Milyar Tiga Ratus Tiga Puluh Empat Juta Lima Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dalam proses Pengadaan Tanah Rumah Sakit Sumber Waras dalam rangka pembangunan Rumah Sakit Khusus Jantung dan Kanker Pemprop DKI Jakarta. (azm/arrahmah.com)