Wanita muslimah hendaknya mengetahui bahwa minyak wangi (parfum) merupakan salah satu perhiasan baik bagi laki-laki maupun bagi wanita, yang secara mutlak diperbolehkan bagi orang laki-laki dan pada waktu-waktu tertentu disunnahkan.
Sedangkan bagi wanita diberikan keringanan untuk memakainya. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Apabila salah seorang di antara kalian menyaksikan waktu Isya’ -dalam sebuah riwayat disebutkan : masjid- maka hendaklah dia memakai wangi-wangian pada malam itu”. [Hadits Riwayat Muslim]
Juga sabdanya.
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang terkena bau wangi, maka hendaklah dia tidak mengerjakan shalat Isya’ bersama kami”. [Hadits Riwayat Muslim]
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina”. [Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/414) Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud (4173). Imam Tirmidzi (2786). Imam Nasa’i (VIII/153) melalui Ghanim bin Qais dari Abu Musa Al-Asy’ari]
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,”maka hendaklah dia tidak memakai wangi-wangian pada malam itu” secara jelas membolehkan wanita memakai wangi-wangian di dalam rumah mereka selama baunya tidak tercium oleh laki-laki yang bukan muhrim.
Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Mandi pada hari jum’at wajib bagi setiap orang yang bermimpi, juga bersiwak, dan memakai minyak wangi secukupnya”.
Dari Zainab bin Abi Salamah Radhiyallahu ‘anha, dia menceritakan tentang hadits tiga orang ini. Zainab binti Abi Salamah berkata. Aku pernah mendatangi Ummu Habibah, isteri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada saat ayahnya, Abu Sufyan bin Harb meninggal dunia, lalu dia meminta diambilkan minyak wangi yang berwarna kuning, lalu seorang hamba sahaya wanita memakaikan dan mengusapkan ke jambangnya, kemudian berkata :
“Demi Allah, sebenarnya aku tidak membutuhkan minyak wangi, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, selama empat bulan sepuluh hari”.
Selanjutnya Zainab berkata. “Kemudian aku masuk menemui Zainab binti Jahsy pada saat saudaranya meninggal. lalu dia mengambil minyak wangi dan memakainya, kemudian berkata : “Demi Allah, sebenarnya aku tidak membutuhkan minyak wangi, tetapi aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Tidak diperbolehkan bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkabung lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, selama empat bulan sepuluh hari”.
Lebih lanjut Zainab menceritakan : Dan aku juga pernah mendengar Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha berkata. “Ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya bertutur. “Wahai Rasulullah, putriku telah ditinggal mati suaminya dan ketika dia sakit mata, apakah boleh aku mencelakinya ?. “Tidak”, jawab Rasulullah. Ketika pertanyaan itu diulang sampai dua tiga kali tetap dijawab tidak, oleh beliau. Kemudian beliau bersabda. “Sesungguhnya hanya empat bulan sepuluh hari padahal dulu di masa jahiliyah membuang kotoran unta (yakni membuang sial) hanya sesudah satu tahun”.
Hummaid berkata,”Maka aku bertanya kepada Zainab bagaimana membuang kotoran unta sesudah satu tahun itu ?. Zainab menjawab. “Seorang wanita apabila ditinggal mati suaminya lalu ke sepen (gubug kecil di belakang rumah) dan memakai baju yang paling buruk dan tidak boleh mengenakan wangi-wangian selama satu tahun, dan sesudah satu tahun dibawakan kepadanya keledai atau kambing atau burung. Kemudian dia bersihkan badannya dari semua kotoran dengan menggunakan binatang tersebut dan jarang sekali binatang yang digunakan untuk membersihkan badannya itu dapat hidup, yakni segera mati. Selanjutnya dia keluar dari sepen tersebut lalu diberikan kotoran unta untuk dilemparkannya, lalu kembali seperti biasa mengenakan wangi-wangian dan lain sebagainya”.
Malik ditanya : “Bagaimana cara membersihkan hal itu ?. Dia menjawab. “Mengusap-usapkan badannya ke binatang itu”. [Hadits Riwayat Muttafaqun ‘alaihi].
Semua hadits di atas secara jelas membolehkan wanita memakai wangi-wangian, tidak mutlak. Karena seperti yang telah kami uraikan sebelumnya bahwa minyak wangi merupakan salah satu perhiasan baik bagi laki-laki maupun perempuan. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kaum wanita untuk tidak memperlihatkan perhiasan mereka kepada laki-laki yang bukan muhrimnya, dimana Dia berfirman.
“Artinya : Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa nampak darinya. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami, ayah mereka, ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan jangan mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung”. [An-Nuur : 31]
Tidak diragukan lagi bahwa minyak wangi merupakan salah satu macam dari perhiasan yang tidak diperbolehkan untuk diperlihatkan kepada orang-orang yang bukan muhrimnya, sebagaimana telah ada larangan bagi wanita pergi ke masjid dengan memakai minyak wangi. Dan ancaman bagi wanita yang keluar rumah dengan memakai minyak wangi supaya orang laki-laki mencium baunya sungguh sangat berat. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, dia menceritakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.
“Artinya : Setiap wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia berjalan melewati suatu kaum supaya mereka mencium bau wanginya itu, berarti dia telah berzina”. [Hadits ini Shahih. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (IV/414). Juga diriwayatkan Abu Daud (4173). Imam Tirmidzi (2786). Imam Nasa’i (VIII/153) melalui Ghanim bin Qais, dari Abu Musa Al-Asy’ari]
Oleh karena itu wanita Muslimah diberikan untuk memakai wangi-wangian di dalam rumah dengan syarat tidak tercium oleh orang-orang yang bukan muhrimnya, karena wangi-wangian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dalam diri mereka, selain karena wangi-wangi itu juga termasuk perhiasan yang apabila diperlihatkan akan mamancingkan timbulnya perzinaan.
Hal ini terlihat pada apa yang dikandung dalam hadits berikut ini.
“Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, sesungguhnya dia tidak pernah menolak minyak wangi. Dan dia merasa yakin bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak menolak minyak wangi”. [Hadits Riwayat Bukhari]
Apabila seorang wanita hendak pergi ke masjid atau untuk beberapa keperluan, maka hendaklah dia tidak memakai minyak wangi. Dan apabila telah terlanjur mamakainya di rumah sedang dia harus pergi ke suatu tempat maka dia harus membersihkan diri sehingga bau minyak wangi itu tidak tercium”. [Telah disebutkan dalam sebuah hadits dha’if dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda: “Apabila seorang wanita akan pergi ke masjid maka hendaklah dia mandi membersihkan diri dari minyak wangi seperti dia mandi janabah”. Diriwayatkan oleh Imam Nasa’i (VIII/153) melalui Shafwan bin Salim, dari seorang yang dapat dipercaya, dari Abu Hurairah. Mengenai hal ini penulis . ‘Perawi hadist ini dari Abu Hurairah mubham (tidak jelas), meskipun didukung oleh Shaewan bin Salim. Dan juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam bukunya Al-Musnad (11/297, 444,461) melalui Ashim bin Ubaidillah, dari Ubaid Maula, dari Abu Hurairah. Ashim bin Ubaidillah adalah orang yang dha’if. Dan seperti yang kami sebutkan, dia tidak dapat dijadikan pegangan dalam hadits ini. Seperti yang diketahui, kebanyakan minyak wangi akan hilang dengan siraman air, dan itu tidak lain kecuali dengan mandi].
Disalin dari buku 30 Keringanan Bagi Wanita, oleh Amr Bin Abdul Mun’in, terbitan Pustaka Azzam – Jakarta.