Meskipun bulan suci Ramadhan dikenal sebagai momen untuk menyatukan seluruh anggota keluarga di meja makan, Jamal Hilal, seorang pengungsi Suriah di Yordania, menghabiskan hari-harinya mengkhawatirkan makanan apa yang bisa ia dapatkan sehingga keluarganya dapat berbuka puasa.
Jamal dan keluarganya tiba di kamp Azraq di Yordania setahun yang lalu, tapi mereka tidak tahan lingkungan gurun yang tak kenal ampun dan akhirnya mereka pergi. Kini mereka tinggal di lingkungan miskin di timur Amman, ibukota Yordania.
“Saya lari dari kamp Azraq karena tidak ada listrik dan kami harus berjalan jauh untuk mendapatkan air,” ujarnya kepada Al Jazeera.
“Kami tidak pernah pergi ke toko tanpa mogok di tengah jalan.”
Tanpa bantuan PBB, anak-anak keluarga Jamal tidak mendapatkan pendidikan dan tidak ada obat-obatan untuk istrinya yang menderita diabetes. Nawal, istri Jamal yang memiliki gangguan pendengaran terpaksa mencari pekerjaan di luar.
“Saya bekerja sehingga kami mampu meminum air dan membelikan kebutuhan anak-anak kami,” ujar Nawal.
“Saya berharap bisa tinggal di Suriah dan meninggal di sana karena kehidupan ini terlalu sulit.”
Selama Ramadhan, terkadang para tetangga memberikan daging untuk berbuka puasa. Keluarga tersebut mengatakan bahwa itu adalah saat-saat di mana dunia nampak sedikit lebih baik untuk mereka.
Hari-hari tanpa bantuan, bagaimanapun merupakan hari yang melelahkan setelah kerja panjang dan dapur tetap kosong.
“Yang kami minta kepada dunia adalah menengok pengungsi Suriah,” ujar Jamal.
“Bantu mereka sedikit. Ada begitu banyak orang seperti saya dan orang-orang yang jauh lebih buruk dari saya. Kami hanya perlu uang untuk makan dan minum saja,” lanjutnya. (haninmazaya/arrahmah.com)