Oleh Rosita
Pegiat Literasi
Dalam rangka menindaklanjuti instruksi presiden tentang percepatan pembentukan koperasi desa dan kelurahan merah putih, pemerintahan Kabupaten Bandung siap menggelontorkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terkait hal ini, Dadang Supriatna selaku Bupati Kabupaten Bandung juga telah melaksanakan koordinasi dengan para ketua dewan pimpinan kecamatan, Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia, Dinas Koperasi dan UKM, serta para asisten daerah.
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menjelaskan bahwa pembentukan koperasi tersebut merupakan upaya pemerintah dalam mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan, juga menjadi bagian dari upaya pemerataan ekonomi. Sedangkan untuk pembentukannya baru berjalan pada April ini. Bupati juga menyatakan kesiapannya untuk menyukseskan program pemerintah yang lain seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). (Tribun Jabar, 9/4/2025)
Program merah putih merupakan inisiatif nasional yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto untuk membentuk 70.000 koperasi desa di seluruh Indonesia. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan mengurangi ketergantungan pada tengkulak serta rentenir.
Program tersebut menjadi kabar gembira bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di pedesaan. Mengingat keberadaannya bertujuan menyejahterakan rakyat melalui swasembada pangan berkelanjutan. Tetapi apakah benar masyarakat sangat diuntungkan dengan program tersebut?
Swasembada secara konsep ditujukan agar pengadaan pangan bisa mandiri sehingga para petani, nelayan, pelaku usaha kecil, dan masyarakat desa bisa mendapatkan harga yang murah, memperpendek rantai distribusi, memperkuat ekonomi desa, mempercepat mengentaskan kemiskinan, juga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Tapi, alih-alih memberi support kepada para petani, pemerintah justru membuat kebijakan dengan membuka lebar keran impor tanpa ada kuota, itu artinya siapa saja bisa menjadi importir dan pasar dalam negeri akan dibanjiri produk-produk pangan dari luar, termasuk beras sebagai komoditas pangan terpenting.
Sementara itu, para petani, nelayan, dan para UKM dibebani dengan biaya produksi yang cukup tinggi, seperti: harga pupuk, benih, transportasi, kian hari harganya terus mengalami kenaikan. Meskipun ada subsidi dari pemerintah itu hanya sementara dan tidak merata karena persyaratannya cukup rumit dan panjang. Belum lagi lahan pertanian yang semakin berkurang karena alih fungsi menjadi perumahan, pabrik, insfrastruktur, dan lainnya, sehingga hal inilah yang menyebabkan para petani sulit untuk berkembang dan enggan untuk menggarap lahan. Lalu Bagaimana swasembada bisa terwujud jika antara tujuan dan langkah kongkritnya tidak berkorelasi?
Ironis memang di sisi lain wilayah yang memiliki potensi alam subur dan sangat luas, sumber daya manusia dan hayati yang melimpah, tetapi untuk memenuhi kebutuhan pokok masih tergantung kepada negara lain dengan terus membuka keran impor. Inilah gambaran penguasa yang menganut sistem sekuler kapitalis di mana aturan agama dijauhkan dari kehidupan. Sehingga melahirkan individu-individu yang minim empati terhadap sesama, dan juga pemimpin yang tidak memiliki konsep jelas, setiap kebijakan seolah-olah dipaksakan, peran penguasa sangat minim. Negara memosisikan diri sebagai regulator dan fasilitator, sementara pemenuhan kebutuhan masyarakat diserahkan kepada perusahaan atau pengusaha.
Swasembada dalam sistem kapitalis sangatlah tidak relevan, berbanding terbalik dengan aturan Islam. Seorang pemimpin dalam pemerintahan Islam bertanggung jawab penuh melindungi rakyatnya. Adapun langkah yang diambil oleh seorang penguasa, adalah dengan memberi support penuh kepada para petani, nelayan, dan UKM agar bisa memproduksi bahan pangan dengan kualitas yang tidak kalah bagus dengan barang luar, guna mewujudkan swasembada pangan dan menutup rapat celah impor, terlebih yang akan menyebabkan produk dalam negeri tidak bisa dipasarkan.
Negara akan menyediakan lahan pertanian kepada masyarakat yang tidak mampu, serta memberikan bantuan berupa bahan yang dibutuhkan bagi petani, seperti bibit unggul, pupuk, dan obat-obatan serta menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien di kalangan petani, begitu pula bagi para nelayan, dan UKM. Untuk menjamin hal itu pemerintah akan memberikan modal secara gratis kepada mereka. Selain itu negara akan mengontrol penuh alih fungsi serta mendukung perluasan lahan pertanian dengan cara menghidupkan lahan mati.
“Siapa saja yang telah menghidupkan sebidang tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Al-Bukhari)
Sedangkan di sektor perdagangan, penguasa akan menjamin harga komoditas hasil pertanian, agar mekanisme penjualan bisa berjalan tanpa adanya manipulatif baik dari pembeli maupun penjual. Selain itu negara akan selalu selektif dalam kebijakan masuknya barang dari luar, jika memang barang tersebut tidak dapat diproduksi dalam negeri maka akan dibuka keran impor, tetapi sebaliknya jika barang masih bisa diproduksi dalam negeri maka impor akan ditutup rapat.
Itulah aturan yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, maka sudah selayaknya kita sebagai seorang muslim harus taat dan tunduk kepada hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. dan dicontohkan oleh Rasulullah saw, selain akan mendapatkan rida dariNya, pasti akan mendatangkan manfaat berupa ketahanan di bidang pangan karena optimalnya periayahan pemimpin terhadap rakyatnya.
Wallahua’lam bis shawwab