Oleh: Ustadz Abu Jibriel Abdul Rahman
Wakil Amir Majelis Mujahidin
(Arrahmah.com) – Ya ayyuhal ikhwah, sebagaimana kita mengetahui bahwa kehadiran Islam dikhususkan untuk mengembalikan dan membetulkan keadaan yang telah dirusak oleh sistem jahiliyah, membebaskan manusia dari “úbudiyyah” (penyembahan) sesama manusia kepada “ubudiyyah” Allah Ta’ala semata, mencabut dan menumbangkan sistem hidup jahiliyah, serta menegakkan sistem dan hukum Allah Ta’ala di muka bumi. Adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyeru dan mendakwahkan Islam kepada manusia, beliau memulakannya dengan da’wah bil haq, kemudian menyusulinya dengan al-Jihad fie sabilillah.
Dengan dakwah, beliau menerangkan kebenaran Islam, dan dengan Jihad beliau menundukkan para penentang-penentang dakwah tersebut. Begitulah Islam tersebar ke seluruh pelosok bumi dan seantero dunia mengikut kaidah asal yang menjadi sunnah Rasulullah. Setelah kewafatan beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, kaidah asal itu dikekalkan oleh para sahabat-sahabat yang mulia diikuti oleh tabi’ien dan tabi’ut tabi’ien dan akan terus dikekalkan sebagaimana pada peringkat awalnya, sehingga Islam menjadi asas segala sesuatu dan al-Jihad adalah puncaknya. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam,
أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ.
“Sukakah engkau kabarkan yang menjadi ketua (kepala) segala urusan (pekerjaan), tiang-tiangnya (penguat-penguatnya) dan puncak ketinggiannya?” Aku (Mu’adz bin Jabbal) berkata: “Baiklah ya Rosulullah.” Sabdanya: “Kepala segala urusan ialah Islam, tiang-tiang penguatnya ialah sholat dan puncak ketinggiannya ialah al-Jihad.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih)
Dari AbuDzar al-Ghifari radliyallahu ‘anhu berkata:
سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَجِهَادٌ فِي سَبِيلِهِ
Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, amal ibadah apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Di dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan bahwa segala urusan, seperti urusan pribadi, rumah-tangga, masyarakat, hingga kepada urusan pemerintahan, hendaklah berada di bawah naungan Islam dan syari’at-Nya. Apabila urusan-urusan itu berada di bawah naungan Islam dan syari’at-Nya, pasti selamat sejahtera dan bahagia, sebaliknya jika urusan-urusan itu terlepas dari Islam dan tidak mau melabelkannya dengan nama Islam dan menolak syari’at-Nya, maka lambat-laun urusan itu pasti hancur dan binasa.
Selanjutnya hadits diatas menerangkan “Puncak ketinggian Islam adalah Jihad”. Kalau Islam itu diumpamakan sebuah gunung, maka puncak gunung yang tinggi itulah Jihad. Permisalan ini serupa dengan rumah dan atapnya. Apakah arti sebuah rumah yang tak beratap? Tentulah rumah itu belum sempurna dan tidak boleh didiami dan ditempati karena ia belum siap keseluruhannya. Demikianlah pentingnya urusan al-Jihad di dalam Islam yang karenanya al-Qur’an dan Sunnah telah membahasnya dengan begitu sistematik, terperinci dan mendalam. Umat Islam yang telah mendalami pengetahuan tentang al-Qur’an dan Sunnah, maka mereka sangat mencintai dan menyukai amalan Jihad fie sabilillah.
Dan orang yang paling sempurna pengetahuannya dan paling tinggi kedudukannya dan paling mendalam cintanya terhadap al-Jihad adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berjihad karena Allah dengan sepenuh hatinya, jiwa dan raganya, dengan pedang dan tombaknya, dengan dakwah dan keterangannya. Seluruh waktunya tercurah untuk berjihad, sejak beliau diutus sehingga wafat, tidak ada waktu tersisa melainkan untuk berdakwah dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Karena itulah beliau mendapat kedudukan yang paling tinggi di sisi Allah Ta’ala dan paling banyak diingati manusia dalam persoalan Jihad ini. Allah Ta’ala memerintahkan agar beliau berjihad semenjak diutus menjadi Rasul, seperti firman-Nya:
فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
“Wahai Muhammad, karena itu janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir. Berjihadlah kamu dengan Al-Qur’an ini untuk melawan orang-orang kafir dengan semangat jihad yang besar.” (QS. al-Furqan, 25: 52)
Ini adalah ayat Makiyyah (yang diturunkan di Makkah) agar beliau berjihad dengan keterangan sebagaimana beliau diperintahkan untuk berjihad melawan orang munafiq dengan hujjah yang justru jauh lebih susah daripada menghadapi orang-orang kafir dengan jihad pedang. Dan manakala baginda telah berada di Madinah, beliau diperintah berjihad untuk menentang kafir dan musyrik dengan firman-Nya,
انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai kaum mukmin, pergilah kalian berperang dengan senang hati atau berat hati. Berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian guna membela Islam. Demikian itu lebih baik bagi kalian daripada dikuasai musuh, jika kalian menyadari besarnya pahala berjihad.” (QS. at-Taubah, 9: 41)
Baginda shalallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ.
“Berjihadlah kamu melawan orang-orang musyrik dengan harta-bendamu, tanganmu dan lisanmu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i)
Keadaan demikian ini akan berterusan hingga datangnya hari Qiyamat. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اَلْجِهَادُ مَاضٍ فِى اُمَّتِى إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ.
“Jihad akan berkekalan atas ummatku sehingga datangnya hari Qiyamat.”
Hadits diatas serupa dengan hadits berikut,
لَنْ يَبْرَحَ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا يُقَاتِلُ عَلَيْهِ عِصَابَةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ.
“Agama ini akan sentiasa tegak, akan berperang atasnya segolongan kaum Muslimin sehingga datangnya hari Qiyamat.” (HR. Muslim)
Lalu bagaimana kenyataan kehidupan umat Islam hari ini yang belum mengamalkan al-Jihad sebagai puncak ketinggian Islam? Ya… Umat Islam tidak dapat mengamalkan syari’at Islam yang paling tinggi, mulia dan paling adil. Ummat Islam tidak dapat merasakan keindahan dan keadilan Islam, ketinggian dan kemuliaannya secara total dan menyeluruh. Karena sesungguhnya keindahan, keadilan, ketinggian dan kemuliaan Islam terletak di dalam aqidah, akhlaq dan syari’atnya. Ketiga-tiganya merupakan satu ikatan, memisahkan salah-satunya bermakna tidak mengamalkannya secara benar dan seksama, dan akhirnya Islam kelihatan tidak indah, adil dan sempurna. Bukankah umat Islam sudah mengamalkan sholat, puasa, zakat dan haji?
Bukankah umat Islam telah memiliki sekolah-sekolah, madrasah, universitas, dan lembaga-lembaga pendidikan yang sangat banyak bertebaran di muka bumi? Bukankah umat Islam telah terlibat dalam sistem politik bersama-sama dengan orang-orang yang berpolitik di seluruh dunia? Bukankah umat Islam telah mampu meraih jawatan-jawatan tinggi negara di sebagian negara-negara di dunia sebagai Raja, Presiden, Perdana Menteri dan menteri-menteri di dalam pemerintahan? Tetapi mengapakah umat Islam masih dihina, ditindas, dianiaya (dizalimi), dibunuh, ditangkap, dipenjarakan, disiksa, dibantai, dibunuh dimana-mana, bahkan hendak dijadikan minoritas dalam jumlahnya yang mayoritas?
Suara umat Islam melaung-laung di seluruh dunia, “Bebaskan umat Islam Palestina dari keganasan Yahudi”, “Bebaskan umat Islam dari serangan Zionis dan orientalis Nasrani dan Kristian”, “Hentikan pembantaian dan penangkapan pemuda-pemuda Islam yang berjihad!”, “Tangkap para pengganas, hancurkan Amerika dan Israil!” Adakah Yahudi dan Nasrani dan penguasa zalim pro-Yahudi dan Nasrani berhenti dari kezaliman dan kekejamannya hanya dengan suara-suara dan demonstrasi di jalan raya? Akankah laungan-laungan tersebut membuat mereka terperangah dan menyadari tindakan-tindakan anarkis yang mereka ciptakan? Oooh…! Mereka tidak akan berhenti, mereka tidak akan perdulikan suara laungan dan demonstrasi, mereka tidak takut dengan konggres, muktamar, simposium dan segenap pertemuan yang acapkali diselenggarakan umat muslim. Sadarilah wahai saudaraku, bahwa yang mereka takuti hanya satu: itulah al-Jihad fie sabilillah.
Oleh sebab itulah para penjajah dan orientalis Yahudi dan Nasrani dari sejak dahulu hingga sekarang dan sehingga akhir nanti menjadikan isu Jihad sebagai isu keganasan dan kejahatan, dan memperalat pemimpin-pemimpin umat Islam yang pro mereka di seluruh negara yang majoriti penduduknya Islam supaya menyambut seruannya tersebut, untuk bersama-sama dengan mereka memerangi dan menangkap umat Islam yang melaungkan dan menghidup-suburkan semangat Jihad fie sabilillah di mana saja mereka berada.
Dan pada waktu yang sama sebahagian besar umat Islam termasuk pemimpin-pemimpinya belum sepakat bahwa Jihad adalah puncak ketinggian Islam, benteng kekuatan yang akan menghalangi dan melindungi Islam dan umatnya dari serangan musuh, baik dari dalam maupun dari luar. Umat Islam belum sepakat bahwa sebuah rumah dan segala perabot-perabotnya yang ada di dalamnya akan selamat dan terjaga dengan baik apabila rumah tersebut tertutup rapat dengan atap yang baik dan kuat.
Andainya mereka sudah bersepakat bahwa al-Jihad adalah puncak ketinggian Islam sebagaimana yang telah dipraktikkan dan diajarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan ummat Islam telah meyakini perkara tersebut dengan seyakin-yakinnya, maka pada saat itulah kenyataan ummat Islam akan berubah, mereka akan bangun dan bangkit dari tidurnya, lalu berjalan di seluruh pelosok bumi yang telah diangkat Islam daripadanya, kemudaian mereka akan menanam benih yang unggul pada setiap jengkal tanah yang subur yang disirami air yang segar dan kaya dengan unsur-unsur hara tanaman. Di saat itulah kelak permukaan bumi ini akan hijau menyubur dengan seruan jihad dan kerinduan sebagai syuhada’, insya Allah. Maka kebangkitan dan kehadiran al-Mujahidin dan al-Mujahidah menjadi harapan dan kerinduan yang tiada pernah berakhir.
Memang musuh-musuh Islam yang bertujuan jahat telah menuduh Islam sebagai agama yang bertentangan. Mereka mendakwa bahwa Islam memaksa dengan mata pedang dan dalam waktu yang sama Islam menetapkan dasar: “Tidak ada paksaan di dalam agama”. Sebahagian musuh-musuh Islam yang lain berpura-pura mempertahankan Islam dengan menolak tuduhan itu, sedangkan tujuan mereka yang sebenarnya ialah mereka berusaha secara jahat untuk meredamkan semangat Jihad di dalam hati orang Islam.
Mereka memperkecil-kecilkan amal Jihad ini di dalam sejarah Islam dan di dalam kebangkitan dan perkembangannya. Mereka menyarankan secara tidak jujur, halus dan lihai kepada kaum Muslimin bahwa mereka tidak perlu lagi menggunakan dan meneruskan amalan Jihad ini di masa yang akan datang, sebab tidak sesuai dan sejalan dengan perkembangan politik, sosial dan budaya abad modern.
Kedua-dua golongan itu adalah golongan orientalis yang bekerja dalam satu bidang untuk memerangi Islam, mengacaukan sistemnya dan membunuh sasaran-sasarannya yang menarik dalam hati kaum Muslimin supaya mereka terselamat dari kebangkitan semangat Jihad ini yang mereka tak pernah sekalipun dapat menahannya di mana-mana.
Mereka kini telah merasa aman dan tenteram sejak mereka dapat melumpuhkan semangat Jihad itu dengan berbagai-bagai cara, mereka telah melakukan serangan-serangan ganas terhadap semangat Jihad di mana-mana tempat di seluruh pelosok bumi. Mereka telah mencampakkan ke dalam hati ummat Islam bahwa peperangan di antara penjajah dengan negeri mereka bukanlah sekali-kali peperangan agama yang memerlukan Jihad, malahan peperangan itu ialah peperangan ekonomi, sumber daya dan bahan-bahan mentah serta strategi-strategi ketenteraman, oleh sebab itu tidak memerlukan Jihad.
Perihal Islam telah menghunus pedang, berjuang dan berjihad sepanjang sejarahnya adalah bukan untuk memaksa seseorang memeluk Islam, tetapi untuk memelihara dan menjamin segala perkara yang menjadi matlamat-matlamat Jihad itu sendiri yang kesemuanya memerlukan Jihad. Diantara tujuan-tujuan jihad dengan qital adalah untuk menyaring orang-orang mukmin yang benar dari orang-orang mukmin yang palsu.
Sesungguhnya Jihad adalah amalan yang paling berat dan paling sukar di hadapan jiwa, perasaan dan hawa nafsu manusia. Dalam Bashaairun Nashr hal. 84, berkata asy-Syahid Dr. Abdullah ‘Azzam:
“Sesungguhnya Jihad fie sabilillah adalah seberat-berat urusan yang dihadapi oleh manusia dan merupakan urusan yang paling sukar. Tidak akan mampu memikulnya kecuali hanya segelintir manusia. Oleh itu sesungguhnya Allah telah menyediakan balasan yang pasti diterima karena kesungguhan dan kepayahannya.”
Dan berkata al-Ustadz Sa’id Hawa: “Sesungguhnya Jihad ini tidak akan dapat tegak dan terlaksana dengan segala tuntutannya, dan tidak akan mampu serta kuat berjalan di atas jalan Jihad kecuali oleh orang-oarang yang tidak memperdulikan celaan-celaan orang-orang yang mencela di dalam Dzat Allah, karena Allah dan di jalan Allah. Demikian juga Jihad yang ikhlas itu tidak akan terwujud dan terbukti di hadapan manusia melainkan dia dapat membebaskan diri (terselamat) dari ujian hidup dunia, dan dia memiliki ilmu (yang memadai).” (Kitab Jundullah Tsaqofatan wa Akhlaaqon)
Karena sukar dan beratnya perjalanan Jihad ini, maka tidak banyaklah manusia yang berminat di dalamnya dan ikut serta bergabung dengannya, meskipun ia menjanjikan ganjaran yang sangat besar dan balasan syurga. Al-Jihad merupakan barometer iman (alat pengukur iman), untuk menentukan shahih dan dhaifnya, tulen dan palsunya, ikhlas dan pura-puranya sehingga dapat diketahui dengan jelas dan terang siapa mukmin sejati dan siapa munafiq yang berpura-pura.
Allah Ta’ala berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تُتْرَكُوا وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوا مِن دُونِ اللَّهِ وَلَا رَسُولِهِ وَلَا الْمُؤْمِنِينَ وَلِيجَةً ۚ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai kaum mukmin, apakah kalian menyangka bahwa kalian dibiarkan begitu saja berkata bahwa kalian beriman? Padahal Allah belum memperlihatkan kepada kalian, siapa di antara kalian yang benar-benar telah berjihad, tidak menjadikan selain Allah sebagai sesembahannya, serta tidak menjadikan selain Rasul-Nya dan orang-orang mukmin sebagai teman kesayangan. Allah Maha Mengetahui perbuatan yang kalian lakukan.” (QS. at-Taubah; 9: 16)
Ayat ini memberi pengarahan tentang sunnah Allah sejak dahulu kepada orang-orang mukmin bahwa seseorang tidak layak masuk dan bertempat tinggal di dalam syurga melainkan setelah lulus, sukses dan berjaya menghadapi segala ujian dan halangan dalam membela dan mempertahankan aqidahnya dari penindasan dan kekejaman musuhnya dari golongan musyrikin dan kafirin.
Untuk balasan syurga inilah mereka mesti bersedia memikul penderitaan, kesukaran, kesempitan, kesengsaraan dan kemelaratan serta kesakitan serta kehilangan jiwa. Sehingga apabila mereka sudah mantap dan tidak goncang aqidahnya tatkala datang berbagai ujian dan rintangan serta tidak merasa hina dan putus asa di bawah tekanan dan ancaman bala-bencana, maka layaklah mereka mendapat pertolongan Allah, dan bilakah datangnya pertolongan Allah? Ingatlah senantiasa bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat!
Pertolongan antara ujian dan kesabaran menghadapinya akan memberikan kekuatan pada jiwa, akan mengangkat derajatnya serta akan membebaskannya dari segala penderitaan, dan menenteramkannya dari segala kesusahan dan kesedihan. Setelah orang-orang mukmin berjihad dan bersabar menghadapi segala rintangan dan tekanan-tekanan dahsyat dalam perjalanan Jihadnya, dan dia berjaya mengatasinya dengan baik tanpa merasa hina dan putus-asa, di saat itulah Allah menetapkannya sebagai seorang mujahid yang sabar yang melayakkannya sebagai pewaris syurga penuh kenikmatan.
Allah Ta’ala berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3)
“Apakah manusia menyangka bahwa mereka dibiarkan berkata: “Kami beriman”, tanpa diberi cobaan sedikit pun? Sungguh orang-orang mukmin dahulu telah Kami beri berbagai cobaan. Dengan cobaan-cobaan itu Allah tampakkan siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang palsu imannya.” (QS. al-Ankabut, 29: 2-3)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menguji orang mukmin dengan berbagai cobaan dan ujian supaya diketahui dengan nyata melalui ujian-ujian tersebut siapakah yang benar-benar layak disebut mujahid yang sabar untuk diberikan ganjaran yang sesuai dengan janji Allah atau agar diketahui siapa yang berpura-pura berjihad. Setelah diuji sedikit sahaja kelihatan segala kejahatan dan keburukan hati dan perangainya.
Dengan Jihadlah Allah menampakkan mukmin yang sebenar-benarnya dan munafiq yang dusta dan khianat, akan kelihatan mukmin yang pemberani dan mukmin yang pengecut, akan kelihatanlah mukmin yang memiliki kemampuan-kemampuan dan potensi yang besar dan hebat, dan akhirnya Jihad itu akan membuktikan jati diri seseorang mukmin yang setulen-tulennya.
Apabila tegak Jihad, maka bermunculanlah segala kebaikan dan keberkahan hidup. Dengannya Allah akan menjadikan di antara orang-orang mukmin itu sebagai syuhada’ yang berbahagia dalam berbagai kenikmatan syurga dan menjadikan orang-orang kafir binasa dan celaka. Dengannya pula Allah akan mengobati dan menyembuhkan sakit hati orang-orang mukmin atas perlakuan jahat orang-orang kafir yang membantai dan menyiksa orang-orang beriman yang lemah dari kalangan anak-anak, wanita-wanita dan lelaki yang tidak berdaya (lanjut usia). Tanpa semua itu orang-orang beriman akan senantiasa berada dalam ketakutan, kesedihan, penderitaan dan malapetaka.
Demikian Allah Ta’ala mensyaratkan Jihad itu mestilah di jalan-Nya (sabilullah) dan tidak boleh sama-sekali di jalan selain-Nya. Kalimat “fie sabilillah” inilah yang membedakan antara perjuangan di jalan yang haq (di jalan Allah) dengan perjuangan di jalan yang sesat (di jalan syaitan) yang didorong atas faham kebangsaan, etnis dan ketamakan hawa-nafsu yang buas.
Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ ۖ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang beriman berperang untuk membela Islam, sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan setan. Wahai kaum mukmin, perangilah para pengikut setan. Sungguh sejak dahulu, siasat setan itu sangat lemah.” (QS. an-Nisa’, 4: 76)
Maksud orang-orang yang beriman berjihad/berperang di jalan Allah ialah berjuang untuk merealisasikan sistem hidup-Nya, syari’at-Nya dan mendirikan “KEADILAN” di antara manusia dengan nama Allah, bukannya di bawah nama-nama yang lain, sebagai pengakuan (pengiktirafan) bahwasannya hanya Allah saja Tuhan yang disembah dan Tuhan yang memerintah. Sementara orang-orang kafir, mereka berperang karena kepentingan thaghut untuk merealisasikan berbagai sistem yang lain dari nilai-nilai yang diizinkan oleh Allah dan meletakkan berbagai-bagai neraca ukuran yang lain dari neraca-neraca Allah.
Dari itu Allah memerintahkan supaya berjihad memerangi hizbussyaitan dengan tanpa ada perasaan khawatir dan bimbang kepada tipu-daya mereka yang pada hakikatnya segenap tipu-daya tersebut adalah lemah.
Demikianlah prinsip kaum Muslimin, mereka berpijak di atas bumi yang pejal dan bersandar pada tiang yang kukuh, sedangkan hati nurani mereka yakin bahwa mereka berjuang karena Allah semata-mata,bukan karena berharap mendapatkan suatu keuntungan untuk diri dan kaum keluarganya atau untuk bangsanya, bahkan perjuangan mereka semata-mata untuk Allah Yang Maha Esa, untuk sistem hidup-Nya dan untuk syari’at-Nya, agar sistem hidup dan syari’at-Nya tersebut menjadi pondasi untuk segala sistem dan undang-undang manusia yang zalim yang menjadikannya rendah dan hina di bawah keadilan hukum dan syari’at-Nya.
Mudah-mudahan kita berkemampuan menjadi mujahid-mujahid penegak syari’at-Nya yang senantiasa memiliki keikhlasan dalam setiap amalan sholih kita, wallahul musta’an. Demikian semoga bermanfaat.
Wallahu’alam bish shawab…
(Ukasyah/abujibriel.com/arrahmah.com)