DENPASAR (Arrahmah.com) – Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali berkesimpulan bahwa kasus pelarangan jilbab terhadap seorang siswi SMAN 2 Denpasar Bali berinisial AW adalah murni ulah kepala sekolah yang anti Islam.
“Tim Advokasi memiliki kesimpulan sementara, bahwa kasus pelarangan jilbab ini adalah murni dilakukan oleh oknum Kepala Sekolah yang sentimen terhadap simbol-simbol atau ajaran agama Islam,” terang Helmi Al Djufri, S.Sy, kepada arrahmah.com Selasa
Karena ternyata, kata dia, banyak juga sekolah negeri yang membolehkan muridnya memakai jilbab seperti di SMKN 1 Kuta Selatan, bahkan ada sekolah swasta Hindu dan Kristen yang memberikan kebebasan pelajar Muslim dan Muslimah memakai jilbab dan melakukan kegiatan keagamaan di sekolah.
Helmi juga mengungkapkan, kasus pelarangan jilbab di sekolah-sekolah negeri di Provinsi Bali sesunguhnya sudah terjadi sejak lama. Kasus yang sudah muncul di ranah nasional ketika akhir tahun 2002 hingga di awal 2003. Hanya saja putusan pengadilan tidak berpihak kepada siswi Muslimah.
“Ada seorang pelajar Muslimah di SMPN 3 Denpasar yang akhirnya harus keluar sekolah karena dilarang memakai jilbab oleh Kepala Sekolah, bahkan kasus tersebut sudah diputuskan di Pengadilan Negeri Denpasar. Putusan Pengadilan memenangkan pihak sekolah (Kepala Sekolah) karena dinilai peraturan sekolah yang melarang berjilbab di sekolah tidak bertentangan dengan undang-undang atau aturan apapun,” ungkapnya.
Sedangkan Dinas Pendidikan Kota Denpasar sudah angkat tangan dan menyerahkan kasus tersebut kepada pihak sekolah, Pemerintah tidak mau berurusan dengan hal-hal tersebut, dan PB PII pun ikut membantu mendampingi pelajar tersebut namun tetap belum berhasil membuat kebebasan pelajar muslimah berjilbab.
Lalu kasus larangan jilbab tersebut muncul kembali di ranah nasional pada pertengah 2012. Ada seorang pelajar Muslimah berinisial AW yang sekolah di SMAN 2 Denpasar yang gigih memperjuangkan haknya untuk berjilbab tetapi mendapatkan pertentangan keras dari semua guru, bahkan menyuruh AW untuk pindah sekolah. Argumen semua guru yang melarang adalah bahwa aturan sekolah tidak bisa diintervensi oleh pemerintah, karena sekolah memiliki otonomi tersendiri.
Perjuangan AW pun tidak pernah surut sekalipun akhirnya setiap dia masuk sekolah harus melepas jibabnya.
“AW seorang pelajar Muslimah yang taat agama, berprestasi, aktif di berbagai organisasi kepelajaran dan keislaman bahkan PMR sekolah. AW tidak pernah melakukan pelanggaran sekecil apapun di sekolahnya. Setiap ia berangkat sekolah, ia selalu memakai jilbab dan busana Muslimah, dan setibanya di sekolah ia mengganti busana muslimahnya dengan seragam sekolah yang tidak berjilbab sebagaimana umumnya, ujar Ketua Tim Advokasi Pembelaan Hak Pelajar Muslim Bali ini.
Padahal, kata Helmi, teman-teman di kelas dan sekolahnya tidak ada yang mempermasalahkannya sama sekali, bahkan teman-temannya yang notabene beragama Hindu dan sebagian kristen mendukung AW untuk terus berjilbab.
“Hanya guru-gurunya sajalah yang tidak suka ada simbol Islam atau agama apapun di sekolahnya. Ini sangat ganjil terjadi di sekolah favorit di Bali, bukankah undang-undang dan nilai-nilai spiritual harus diajarkan di lembaga pendidikan,” imbuhnya. (azm/arrahmah.com)