GAZA (Arrahmah.id) – Kepala kebijakan ‘Israel’ di Meta menganjurkan penyensoran akun Instagram milik Students for Justice in Palestine (SJP), sebuah kelompok yang telah memainkan peran penting dalam protes kampus terhadap perang ‘Israel‘ yang sedang berlangsung di Gaza, The Intercept melaporkan.
Jordana Cutler, juga mantan pejabat senior ‘Israel’, “menggunakan saluran eskalasi konten perusahaan” untuk menandai setidaknya empat unggahan SJP dan konten lain yang kritis terhadap kebijakan luar negeri ‘Israel’, ungkap laporan tersebut.
“Saat menandai unggahan SJP, berulang kali menerapkan kebijakan Organisasi dan Individu Berbahaya Meta, yang melarang pengguna mendiskusikan secara bebas daftar rahasia berisi ribuan entitas yang masuk daftar hitam,” The Intercept menambahkan.
Kebijakan Organisasi Berbahaya membatasi “glorifikasi” terhadap entitas yang masuk daftar hitam tetapi dimaksudkan untuk mengizinkan “wacana sosial dan politik” dan “komentar”.
Masih belum jelas apakah upaya Cutler memanfaatkan sistem penyensoran internal Meta berhasil, karena perusahaan menolak untuk mengungkapkan hasil dari unggahan yang ditandai, kata laporan itu.
Menunjukkan Bias
Walaupun Cutler tidak membuat keputusan akhir tentang penyensoran, dengan tim lain yang menangani moderasi, para ahli mengatakan kepada The Intercept bahwa mereka prihatin tentang seorang karyawan senior yang mewakili kepentingan pemerintah yang mendorong pembatasan konten yang bertentangan dengan kepentingan tersebut.
Marwa Fatafta, penasihat kebijakan di organisasi hak digital Access Now, mengatakan, “Hal itu menunjukkan bias.”
“Tidak kecerdasan yang banyak untuk menyimpulkan apa yang sedang dilakukan orang ini,” imbuh Fatafta.
American-Israeli settler colonist and former Netanyahu advisor Jordana Cutler says she removes any content from Meta that “makes Jews feel unsafe” – meaning anything that interferes with Zionist propaganda objectives – while enforcing a regime of Gaza Holocaust denial https://t.co/7CrHXcl3wr
— Max Blumenthal (@MaxBlumenthal) October 22, 2024
The Intercept mengatakan Meta tidak menanggapi pertanyaan The Intercept tentang tindakan Cutler.
Sebaliknya, juru bicara perusahaan Dani Lever membela proses peninjauan platform tersebut, dengan menyatakan, “Siapa yang menandai konten tertentu untuk ditinjau tidaklah relevan karena kebijakan kami mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di platform.” Meta berpendapat bahwa menulis artikel tentang Cutler adalah “berbahaya dan tidak bertanggung jawab.”
Penasehat Netanyahu
Menurut Intercept, Cutler bergabung dengan Meta, yang memiliki Facebook dan Instagram, pada 2016 “setelah bertahun-tahun bekerja di pemerintahan ‘Israel’.”
Laporan tersebut mengatakan riwayat hidupnya mencakup bekerja selama beberapa tahun di Kedutaan Besar ‘Israel’ di Washington, DC, baik dalam urusan publik maupun sebagai kepala staf dari 2013 hingga 2016. Ia juga merupakan penasihat kampanye untuk partai sayap kanan Likud “dan hampir lima tahun sebagai penasihat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.”
Kepala kebijakan Meta di ‘Israel’ mendorong penyensoran akun Instagram milik Students for Justice in Palestine, The Intercept melaporkan.
“Saat ia direkrut pada 2016, Gilad Erdan, yang saat itu menjabat sebagai menteri keamanan publik, urusan strategis, dan informasi, merayakan langkah tersebut, dengan mengatakan bahwa hal itu menandai ‘kemajuan dalam dialog antara Negara ‘Israel’ dan Facebook‘,” kata laporan itu. (zarahamala/arrahmah.id)