Serang (Arrahmah.com) – Bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah di Cikeusik,Pandeglang 6 Februari lalu, dipicu ulah Kepala Keamanan Nasional Jemaat Ahmadiyah,Deden,yang melakukan pemukulan terhadap warga sekitar. Sehingga hal itu memicu bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah, dan menewaskan 3 jemaat Ahmadiyah.Hal tersebut diungkapkan saksi Kanit Reskrim Polsek Cikeusik, Hasanudin, dalam sidang kedua kasus Cikeusik di Pengadilan Negeri (PN) Serang,Selasa (3/5) atas nama terdakwa KH Ujang Muhammad Arief, yang dipimpin hakim Rasminto didampingi dua anggotanya, Ristasti dan Toto Ridarto, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) H Mad Yunus,sementara penasehat terdakwa dari Tim Pengacara Muslim (TPM), antara lain Achmad Mihdan dan Gouztav Feriza.
Hasanudin juga dipersidangan mengatakan,dirinya mengenal kiai Ujang Muhamad. Namun saat bentrok, ia tidak melihat terdakwa baik sebelum bentrok atau sesudah bentrok terjadi.
“Saya tidak melihat Ujang Muhamad saat jemaah Ahmadiyah terlibat aksi saling lempar dengan warga,” katanya.
Saksi juga menceritakan kronologis kerusuhan yang menyebabkan 3 jamaah Ahmadiyah tewas. Kata saksi, Minggu 6 Februari 2011, pagi sekitar pukul 09.00 WIB, ia mendatangi rumah Suparman. Ternyata di rumah tersebut sudah ada Deden yang mengaku ketua Ahmadiyah. Jumlah orang yang berada di rumah Suparman sekitar 20 orang.
“Saya menyarankan agar mereka pergi karena ada isu warga akan datang. Ini saya lakukan takut terjadi bentrokan yang mengakibatkan hal yang tidak diinginkan. Namun Deden tidak mau dievakuasi karena rumah Suparman merupakan aset milik ahmadiyah,” katanya.
Bahkan Deden berkata jika polisi tidak mampu ia akan menghadapi massa. Pada saat di rumah Suparman, Hasanudin melihat batu dan sebuah tombak. Tombak tersebut langsung diamankan.
“Selanjutnya ketika massa datang Deden dan rekan-rekannya langsung melempari massa dengan batu dan mengetapel warga yang mencoba mendekati rumah Suparman. Massa yang terkena lemparan batu lalu membalas melempar batu dengan mengambil batu yang berada di sekitar rumah Suparman,” jelas Hasanudin.
Karena jumlah massa lebih banyak maka jemaah ahmadiyah lari kocar-kacir. Warga yang kesal kemudian merusak serta membakar dua mobil yakni satu toyota kijang dan satu Suzuki APV.
“Saat kerusuhan saya bersama anggota sibuk mengamankan massa. Saya tahu ada 3 jemaah Ahmadiyah meninggal setelah kerusuhan selesai dan ketiga mayat tersebut sedang dinaikkan ke mobil pick up milik warga. Sementara yang luka dibawa truk dalmas menuju rumah sakit Malimping,” jelasnya.
Sementara saksi lainnya, Kanit Intel Polsek Cikeusik Asep Sugandi mengatakan,dia melihat terdakwa setelah bentrokan antara warga dan Jemaat Ahmadiyah usai. sedang disalami oleh santrinya. Usai melihat rumah Suparman dalam kondisi rusak setelah keributan tersebut.
“Saya tidak tahu santri ngomong apa saat menyalami Ujang Muhamad, Selanjutnya Ujang Muhamad langsung pulang ke pondok pesantrennya dengan berjalan kaki,” katanya dalam persidangan.
Asep juga mengatakan, ia baru mengetahui ada 3 jemaah Ahmadiyah tewas setelah bertugas mengawal pergerakan massa.
“Pada saat bentrok terjadi saya berada di tengah-tengah massa. Pada saat warga akan menyerang mereka mengambil pita biru sebagai tanda di dekat mushola sekitar 20 meter dari rumah Suparman,” kata Asep.(LLJ/arrahmah.com)