JAKARTA (Arrahmah.com) – Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Jakarta, Azmi Syahputra menilai ada kepentingan yang lebih besar yang dilindungi terkait kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
“Belum terungkapnya pelaku oleh pihak kepolisian menunjukkan bahwa polisi menemui hambatan dalam penanganan pengungkapan pelaku dalam kasus Novel Baswedan yang sudah 40 hari itu,” ungkap Azmi kepada Antara di Jakarta, Ahad (21/5/2017) malam.
Menurut dia, ada dua kemungkinan yang menjadi hambatan atau kelambanan dalam pengungkapan kasus tersebut, adanya kepentingan yang lebih besar yang ingin dilindungi atau memang penyisiran alat bukti yang masih minim.
Azmi menilai, pelaku bisa saja merupakan orang suruhan dari pihak tertentu yang merasa terganggu atas kinerja penyidikan Novel Baswedan atau pihak pihak yang masih sakit hati (dendam) atas kinerja Novel Baswedan.
Jadi, lanjutnya, jika ditelusuri setiap kasus yang ditangani novel memang sangat menarik dan jadi perhatian dan dapat dikatakan sebagai penyidik yang Profesional yang punya integritas baik. “Jika dipetakan terakhir perkara yang di tangani E-KTP sehingga hal ini dijadikan ‘pintu masuk’ bagi pihak pihak yang sakit hati atau terganggu atas kinerja novel,” paparnya.
Karena perkara E-KTP membawa gerbong personel nama pejabat yang lebih banyak, hal ini dapat dijadikan momentum oleh pihak pihak yang terganggu (dendam) tadi untuk masuk mengancam keselamatan jiwa Novel Baswedan.
“Karena dengan memanfaatkan momentum perkara, Iini dapat mengaburkan motif maupun siapa pelakunya,” katanya.
Azmi berharap semoga kepolisian dapat lebih teliti, objektif dan segera mengungkap siapa pelaku sebenarnya.
Di lain pihak, Polda Metro Jaya menyatakan Mico yang berstatus sebagai saksi dinyatakan tidak terbukti terlibat dalam penyerangan terhadap Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
(ameera/arrahmah.com)