BEIRUT (Arrahmah.id) – Ketika anggota politbiro Hamas, Saleh al-Arouri, disemayamkan di kamp pengungsi Shatila di Beirut, Lebanon, pada Kamis malam (4/1/2023), warga Palestina dari berbagai penjuru negeri berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal.
Al-Arouri terbunuh dalam serangan pesawat tak berawak di sebuah kawasan di Beirut yang merupakan benteng pertahanan kelompok Hizbullah Lebanon, sekutu Hamas. Pemimpin Hamas tersebut telah berada di Lebanon sejak 2015 -salah satu dari puluhan ribu warga Palestina yang berada di negara itu.
Gelombang pengungsi Palestina yang datang ke Lebanon secara beruntun telah menyebabkan populasi tanpa kewarganegaraan hingga sekitar 270.000 orang, yang tinggal di 12 kamp di seluruh negeri, lansir Al Jazeera (6/1).
Hal ini dimulai dengan peristiwa Nakba pada 1948, ketika 750.000 orang Palestina diusir dari Palestina selama pembentukan “Israel”, dan terus berlanjut sejak saat itu, ketika para pemimpin perlawanan dan para pengungsi mencari perlindungan dari serangan “Israel”.
Namun, meskipun Lebanon telah menjadi tuan rumah bagi para pengungsi ini, mereka menghadapi diskriminasi sistemik -dan komunitas Palestina serta para pemimpinnya terus-menerus hidup di bawah ancaman serangan “Israel”.
Siapa yang mengatur kamp-kamp Palestina?
Sejak 1969, pasukan keamanan Lebanon dilarang memasuki kamp-kamp tersebut, dan keamanan disediakan oleh beberapa faksi Palestina bersenjata.
Kadang-kadang, kelompok-kelompok bersenjata ini saling bertikai di antara mereka sendiri, berlomba-lomba untuk mendapatkan pengaruh, kontrol dan dukungan dari komunitas Palestina.
Kamp-kamp pengungsi tetap menjadi tempat perekrutan faksi-faksi bersenjata Palestina: pada awal Desember, Hamas mengeluarkan seruan kepada orang-orang di kamp-kamp tersebut untuk bergabung dengan kelompok tersebut.
Berapa jumlah pengungsi yang ada di sana?
Jumlah populasi yang akurat sulit didapat, dengan sensus Lebanon 2017 melaporkan sekitar 170.000 pengungsi yang tinggal di kamp-kamp Lebanon, sementara UNRWA -badan PBB yang membantu pengungsi Palestina- melaporkan lebih dari 270.000 orang Palestina tinggal di Lebanon.
Namun, sebanyak 475.000 warga Palestina terdaftar di UNRWA di Lebanon.
Seperti apa kondisinya?
Kepadatan, kemiskinan, dan kurangnya lapangan pekerjaan menjadi ciri khas kamp-kamp tersebut.
Sebagian besar warga Palestina tidak bisa mendapatkan kartu identitas yang diperlukan untuk mengakses sebagian besar pekerjaan atau layanan sosial. Sebaliknya, karena Lebanon berusaha untuk menjaga keseimbangan sektariannya yang rapuh, mereka harus bergantung pada UNRWA untuk menyediakan banyak kebutuhan hidup sehari-hari.
Berapa usia kamp-kamp ini?
Warga Palestina pertama kali tiba di Lebanon dalam jumlah yang signifikan pada tahun 1948 setelah berdirinya “Israel”.
Jumlah awal tersebut kemudian bertambah dengan kedatangan lebih lanjut setelah perang Arab-Israel tahun 1967, yang mengakibatkan “Israel” menduduki lebih banyak lagi wilayah Palestina. Baru-baru ini datang dari mereka yang melarikan diri dari pertempuran di Suriah.
Apakah mereka selalu menjadi basis kelompok-kelompok bersenjata Palestina?
Pada akhir 1960-an, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) berperang melawan “Israel” di beberapa front. Pada dasarnya, PLO beroperasi dari Yordania, di mana sekitar dua juta pengungsi terdaftar, dan Lebanon, di mana kondisi yang buruk, infrastruktur yang tidak ada, dan akomodasi di bawah standar membantu menyebarkan rasa ketidakadilan.
Seberapa besar pengaruh PLO di Lebanon?
Setelah serangkaian bentrokan antara militer Lebanon dan milisi Palestina yang bersenjata lengkap pada 1968 dan 1969, militer Lebanon menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai Kesepakatan Kairo.
Meskipun rinciannya dijaga dengan ketat, perjanjian ini memberikan otonomi kepada Palestina atas administrasi kamp-kamp serta hak untuk melanjutkan perjuangan bersenjata dari Lebanon.
Tak lama setelah perjanjian itu ditandatangani, PLO diusir dari Yordania, di mana mereka telah membantu melancarkan pemberontakan terhadap raja, ke kamp-kamp Lebanon di mana mereka memiliki kebebasan yang lebih besar untuk beroperasi.
Selama 1970-an, para pemimpin PLO dan faksi-faksinya yang berbasis di Lebanon berulang kali menjadi target percobaan pembunuhan oleh “Israel”.
Seberapa dalam pengaruhnya menjangkau?
Pada 1982, organisasi ini diusir dari Lebanon ke Tunisia, menyusul keikutsertaannya dalam perang saudara Lebanon.
Namun, selama berada di Lebanon, kelompok ini memanfaatkan ketidakpuasan di kamp-kamp pengungsi untuk membangun kontrol yang signifikan atas Lebanon selatan, termasuk mendirikan kepolisiannya sendiri, sebelum wilayah itu kemudian diduduki oleh “Israel” beberapa tahun setelah kepergian PLO.
Bagaimana warisan itu terwujud saat ini?
Berbagai kelompok kini bersaing untuk menguasai kamp-kamp tersebut, dan memiliki kehadiran politik dan militer di Lebanon.
Al-Arouri adalah juru bicara utama Hamas dengan Hizbullah dan kelompok-kelompok bersenjata sekutu lainnya. Setidaknya dua pemimpin militer senior Hamas lainnya terbunuh bersamanya dalam serangan 2 Januari: Azzam al-Aqra, seorang komandan terkemuka Brigade Qassam -unit bersenjata Hamas- di luar Gaza; dan Samir Fendi, komandan Brigade Qassam di Libanon selatan. (haninmazaya/arrahmah.id)