NEW YORK (Arrahmah.id) – Tiga karyawan di Museum Noguchi Kota New York telah dipecat karena melanggar aturan berpakaian baru dengan mengenakan kaffiyeh, syal yang telah menjadi simbol solidaritas untuk perjuangan Palestina.
Bulan lalu, museum seni tersebut mengumumkan kebijakan internal yang dilaporkan melarang karyawan mengenakan pakaian atau aksesori yang mengekspresikan “pesan, slogan, atau simbol politik.”
“Meskipun kami memahami bahwa tujuan di balik penggunaan pakaian ini adalah untuk mengekspresikan pandangan pribadi, kami menyadari bahwa ekspresi tersebut secara tidak sengaja dapat mengasingkan sebagian pengunjung kami yang beragam,” kata museum tersebut dalam sebuah pernyataan, menurut The New York Times.
Pernyataan tersebut menambahkan: “Di dalam museum, tanggung jawab kami adalah untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan ramah bagi semua staf dan pengunjung. Untuk menjaga lingkungan ini, kami telah membuat keputusan untuk menghapus pernyataan politik dari tempat kerja kami.”
‘Sikap Publik’
Menyusul penyesuaian aturan berpakaian, 50 anggota staf menandatangani petisi untuk menentang aturan baru dan juga melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes.
“Museum tersebut belum membuat pernyataan publik apa pun terkait perang yang sedang berlangsung di Gaza, tetapi dengan mengubah aturan berpakaian untuk melarang kaffiyeh, museum tersebut mengambil sikap publik,” demikian isi petisi tersebut.
Museum ini didirikan oleh pematung dan aktivis Jepang-Amerika Isamu Noguchi.
Natalie Cappellini, salah satu dari tiga petugas galeri yang dipecat, mengecam “kebodohan dan ironi dari sebuah lembaga budaya yang melarang pakaian budaya.”
“Mereka mengatakan bahwa mereka membuat tempat itu lebih ramah dengan menghapus tanda-tanda budaya Palestina,” kata Cappellini dalam sebuah demonstrasi di luar museum pada Ahad (8/9/2024).
Dia mengatakan manajemen museum mengklaim bahwa pelarangan kaffiyeh “membuat mereka netral,” dan menambahkan “Kami tahu mereka salah.”
‘Jauh Dari Politik’
“Ketika Amy Hau mengatakan dia melarang kaffiyeh, dia menggunakan alasan bahwa tempat ini adalah tempat perlindungan – tempat perlindungan yang jauh dari politik.”
“Betapa naifnya dirimu? Berada di dalam museum seorang pria yang mengasingkan diri bersama saudara-saudarinya yang berdarah Jepang-Amerika yang tertindas dalam Perang Dunia 2; sebuah museum yang penuh dengan patung-patung yang didedikasikan untuk mengenang mereka yang terbunuh oleh senjata atom. Beraninya mereka mengatakan tempat ini adalah tempat perlindungan yang jauh dari politik!”
Menanggapi kebijakan museum, para aktivis telah meluncurkan tagar #PalestineInTheMuseum yang mengajak pengunjung untuk mengambil gambar di museum, atau di museum lain dan menggunakan tagar “untuk membuktikan bahwa meskipun pimpinan dapat mencoba melarangnya, solidaritas ada di mana-mana,” menurut profil Noguchi Rights di Instagram.
“Dari This Tortured Earth karya Noguchi yang merupakan peringatan atas tragedi perang, hingga Bolt of Lightning…A Memorial to Benjamin Franklin, kita melihat Palestina di mana-mana. Sebagai mantan staf Museum Noguchi, kami merasa sangat menyadari warisan anti-fasis Noguchi. Palestina sudah pasti ada di Museum Noguchi, juga di semua museum dan bersama semua orang yang tertindas,” demikian keterangan pada salah satu unggahan yang tertera di halaman Instagram.
Halaman tersebut mengadvokasi “rasa hormat dan representasi di Museum Noguchi.” (zarahamala/arrahmah.id)