Oleh Susi Mariam Mulyasari, S.Pd.I
Aktivis Dakwah dan Penggiat Literasi
Kenakalan remaja dan pelajar kian hari kian mengkhawatirkan. Tak mengenal waktu dan tempat, dimanapun bisa terjadi. Seperti yang terjadi baru-baru ini di daerah Katapang Kabupaten Bandung, dimana Polisi berhasil mengamankan 12 pelajar yang hendak melakukan tawuran menjelang sahur. Tindak cepat tanggap dilakukan oleh Polisi karena mendapatkan laporan dari warga akan terjadinya tawuran tersebut. (Dikutip dari media online news.okezone.com)
Dengan ada kejadian ini, kita layak untuk memberikan penilaian bahwa kondisi pelajar Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Krisis identitas yang melanda pelajar Indonesia disinyalir menjadi pemicu kenapa kenakalan pelajar kian hari kian parah. Akibat dari krisis identitas mengakibatkan para pelajar tidak tahu arah dan tujuan hidup dan sangat mudah untuk terbawa arus pergaulan yang tak karuan.
Mereka sangat mudah terjerembab ke dalam kehidupan kelam, diantaranya pergaulan bebas, free sex, narkoba, tawuran, bahkan bullying yang kini sedang trend melanda pelajar menjadi bagian akibat dari krisis identitas yang melanda pelajar. Padahal kualitas pelajar akan sangat menentukan kualitas perkembangan sebuah bangsa.
Sehingga patut kita waspadai pada tahun 2045 nanti, diduga kuat Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan kualitas sumber daya manusia yang ketinggalan dari negeri lain, dampak Indonesia akan menjadi tuan rumah di negera sendiri, bahkan kondisi kualitas SDM Indonesia lebih layak sebagai buruh/karyawan ketimbang pemangku jabatan.
Apa yang mengakibatkan krisis identitas ini terjadi?
Penyebab terjadinya krisis identitas tak lepas dari sistem sekuler yang sengaja diterapkan di negeri. Paham sekularisme yaitu pemisahan kehidupan dari agama menjadi penyebab terjadi penyimpangan para pelajar Indonesia, sebab sekularisme mendorong orang untuk berbuat berdasarkan hawa nafsunya semata, dari pada nilai agama yang dianggap akan menjadi masalah bagi kehidupan.
Sehingga tak ayal di dalam Al Qur’an Surah Al-araf 179, Allah Swt. berfirman:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S Al-A’raf [7]:179)
Karena mereka punya mata, hati, telinga dll nyaris tidak pernah digunakan untuk mencari kebenaran, sehingga hidup luntang-lantung tanpa arah dan tujuan. Hanya sebatas dorongan nafsunya.
Untuk memperbaiki kondisi ini tidak bisa hanya sebatas modal semangat semata, melainkan harus serius dan secara menyeluruh, sebab berbicara kualitas pendidikan tidak lepas dari kebijakan lain yang diterapkan penguasa.
Penguasalah yang bertanggung jawab terhadap penjagaan kualitas pelajar, dan pengajar, sekaligus penguasa yang seharusnya serius untuk mengondisikan warga di dalam menjalankan kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu upaya yang dilakukan oleh warga adalah mendesak penguasa untuk menyelenggarakan sistem pendidikan yang menjadikan landasan agama sebagai pondasi utama, sebab dengan landasan agama/akidah hidup semangat terakhir dan berkah.
Namun demikian, upaya mendesak penguasa untuk merubah sistem pendidikan, tidak akan lepas kontribusi dakwah yang kita berikan, sebab dengan dakwah kaum muslimin akan makin sadar akan kebobrokan sistem sekuler, dan dengan dakwah kita akan terselamatkan dari hal-hal yang Allah Swt. murkai.
Wallahualam bisshawab