JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (kemlu) RI Arrmanatha Nasir, sebagaimana dikutip Antara, menyebutkan bahwa di Marawi saat ini ada 11 orang WNI, dan 10 orang diantaranya adalah anggota jamaah Tabligh asal Bandung dan Jakarta yang sedang melakukan Khuruj (meninggalkan rumah untuk ibadah dan dakwah di masjid selama 40 hari).
“Dan satu orang Indonesia lainnya adalah WNI yang menikah dengan orang setempat dan sudah lama tinggal di Marawi. Yang bersangkutan selama ini menjalin kontak dengan KJRI Davao,” ujar Arrmanatha Nasir di Jakarta, Senin (29/5/2017).
Menurut Arrmanatha, sejauh ini belum ada informasi mengenai keterkaitan para WNI tersebut dengan kelompok Maute atau ISIS atau kelompok teroris lain yang berhubungan dengan konflik bersenjata di Marawi pada 23-24 Mei 2017.
“Mereka (WNI di Marawi) memiliki dokumen, seperti paspor, yang lengkap dan sudah mendapat izin dari pemerintah setempat untuk melakukan kegiatan (Khuruj) mereka,” ujarnya.
Dia memastikan bahwa kesepuluh WNI jamaah Tabligh yang ada di Marawi dalam keadaan baik dan berada di lokasi yang aman.
“Saat ini para WNI itu berada di daerah yang aman sehingga untuk sementara mereka tetap di sana,” ujar dia.
Kepolisian RI terus berkoordinasi dengan kepolisian setempat di Filipina untuk membantu mengawasi dan memastikan keselamatan para WNI di Marawi.
KJRI Davao juga terus menjalin komunikasi dengan Kepolisian Provinsi Lanao del Sur di Marawi untuk memberikan perlindungan bagi WNI.
Pemerintah Indonesia sedang mengupayakan agar kesebelas WNI yang kini berada di Kota Marawi, Mindanao, Filipina dapat segera dipulangkan ke Tanah Air.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Davao telah menyiapkan rencana evakuasi jika situasi di Marawi sudah memungkinkan.
Arrmanatha Nasir mengatakan, sejauh ini rencana upaya evakuasi itu masih belum dapat dilaksanakan karena pemerintah Filipina masih memberlakukan situasi gawat darurat militer di Marawi dan tentara Filipina masih melakukan operasi militer di kota tersebut.
Pada Selasa malam (23/5), Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer di Mindanao, menyusul baku tembak antara tentara Filipina dengan kelompok bersenjata di Kota Marawi.
Seperti dilaporkan oleh media lokal Filipina, baku tembak terjadi ketika polisi dan tentara bergerak untuk melaksanakan perintah penahanan seorang pemimpin kelompok Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon.
Kelompok Maute kemudian menyerbu Kota Marawi sebagai bentuk respons atas rencana penahanan tersebut.
Kemlu RI juga memperoleh informasi mengenai adanya warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tewas di Kota Marawi, tempat peristiwa baku tembak antara kelompok bersenjata dengan aparat militer Filipina.
“Kami mendapat informasi bahwa ada ditemukan satu paspor WNI di sana. Kedua, kita mendapat informasi bahwa ada WNI yang tewas, namun sampai saat ini kami belum dapat informasi lebih detail dari pihak AFP (Armed Forces of the Philippines) di sana,” kata Arrmanatha Nasir.
Dia menyampaikan bahwa pihaknya masih terus melakukan koordinasi dengan pihak angkatan bersenjata Filipina (Armed Forces of the Philippines/AFP) untuk memperoleh informasi yang lebih rinci mengenai kemungkinan adanya WNI yang tewas di Marawi.
(azm/arrahmah.com)