Setiap tahun, jutaan ummat Islam di seluruh dunia mengorbankan binatang domba, unta, kambing sebagai bagian dari hari raya Idul Adha. Daging-daging ini akan diberikan kepada mereka yang tidak mampu. Ini adalah waktu bagi keluarga untuk berkumpul dan merayakannya bersama.
Tapi dengan anak di dalam penjara Mesir karena keterlibatannya dengan Ikhwanul Muslimin yang kini menjadi organisasi terlarang di Mesir, keluarga Um Amr tidak merasakan suka cita di hari raya kali ini.
“Idul Adha tidak memiliki makna tanpa kehadiran anak saya,” ujarnya di Alexandria, kota kedua Mesir yang menjadi kubu kekuatan Ikhwanul Muslimin.
“Kami terbiasa berkurban setiap tahun, tapi tahun ini terasa tidak sama,” lanjutnya berbicara kepada Reuters.
Warga Mesir lainnya yang terhubung dengan gerakan ini, kehilangan sukacita perayaan Idul Adha saat para pemimpin mereka berada di balik jeruji besi.
Ketika Muhammad Mursi resmi menjadi presiden pertama dari Ikhwanul Muslimin yang dipilih secara bebas, para pendukungnya telah membayangkan bahwa mereka akan merayakan banyak hari raya Ied dengan penuh suka cita.
Sebaliknya, mereka kini sekali lagi berada dalam penindasan terberat di bawah kepemimpinan Mesir yang bertekad mengubur pengaruh mereka di Mesir.
Banyak anggota Ikhwanul Muslimin yang telah pergi ke bawah tanah sejak penggulingan Muhammad Mursi setelah kudeta militer pada 3 Juli lalu dan pemerintah memberikan cap “kelompok teroris” terhadap mereka.
Tentara, bagaimanapun mengelak telah melakukan kudeta. Apa yang mereka lakukan mereka klaim sebagai tanggapan atas “kehendak” rakyat Mesir yang kecewa dengan pemerintahan Muris.
Ratusan orang tewas. Para petinggi Ikhwanul Muslimin termasuk Mursi telah ditangkap atas tuduhan menghasut kekerasan sampai pembunuhan.
Sementara banyak warga Mesir yang menghabiskan hari pertama Idul Adha mendistribusikan daging domba yang dikurbankan kepada orang miskin, Ikhwanul Muslimin memilih memberikan uang untuk para keluarga dari anggota mereka yang berada di penjara atau dibunuh.
Tasneem Gamal (23), mengingat kemeriahan yang ia alami dalam hari raya Ied sebelumnya.
“Setiap tahun kami akan mengatur sarapan di Masjid, tapi tidak tahun ini,” ujar Gamal yang ayahnya (anggota ikhwanul Muslimin terkemuka) telah ditangkap.
Kali ini tidak ada hiasan rumah dan anak-anak tidak bisa berbagi keceriaan dengan ayah mereka.
Hari Raya Qurban menyatukan seluruh ummat Islam di seluruh dunia, hari ini juga menandai berakhirnya rangkaian ibadah haji di Mekkah.
Tetapi hal tersebut berbeda di Mesir. Tahrir Square, tempat lahirnya revolusi pada tahun 2011 yang menggulingkan diktator Husni “Mubarak”, telah disegel oleh kendaraan militer, sebuah penanda bahwa Mesir adalah negara yang berada dalam krisis.
Beberapa anggota Ikhwanul Muslimin tetap menantang meskipun tekanan pada gerakan ini tak henti-hentinya dilakukan.
Salah Madani salah satunya. Ia menggambarkan putranya sebagai seorang martir. Putranya, Ahmed, dibunuh pada 14 Agustus lalu ketika tentara junta menghancurkan kubu protes pro-Ikhwanul Muslimin di Kairo.
“Kami tidak menerima ucapan bela sungkawa, tapi kami menerima ucapan selamat (atas kematiannya),” ujar Madani.
Mohamed al-Sayed, seorang mahasiswa seni yang pamannya telah ditangkap mengatakan :
“Tentu saja lebaran ini terasa berbeda. Sebagian besar keluarga kami berada di penjara atau telah menjadi martir. Tapi kami bersikeras menghadapi kudeta ini.”
Di seluruh Alexandria, kemuraman terasa dan kebiasaan yang selalu dilakukan untuk merayakan hari raya Ied tidak terjadi.
Nasyid-nasyid yang biasa diperdengarkan di luar Masjid tidak terdengar. Hadiah (door prize) yang pernah ditawarkan, seperti televisi atau perlengkapan rumah tangga lainnya pun tidak ada. Balon, permen dan hadiah liburan untuk anak-anak tidak didistribusikan.
“Kami meminta kepada Allah untuk memberkati kami di tahun depan dan memberik kami lebih banyak kebebasan politik,” ungkap Essam el Erian, satu-satunya petinggi Ikhwanul Muslimin yang masih bebas dan lolos dari penangkapan, di halaman facebooknya. (haninmazaya/arrahmah.com)