KABUL (Arrahmah.id) – Dalam sebuah reaksi keras, Kementerian Luar Negeri Imarah Islam Afghanistan (IIA) menyebut permintaan penangkapan Syekh Hibatullah Akhundzada, pemimpin Imarah Islam, dan Ketua Mahkamah Agung Abdul Hakim Haqqani, sebagai sebuah kasus standar ganda dan sebuah tindakan politis.
Kementerian tersebut telah menolak tuduhan yang dibuat oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), dan menambahkan bahwa tindakan seperti itu merusak kredibilitas dan kedudukan pengadilan di tingkat global, seperti dilaporkan Tolo News (24/1/2025).
Zia Ahmad Takal, kepala hubungan masyarakat di Kementerian Luar Negeri, menyatakan: “Seperti banyak keputusan pengadilan ini, permintaan ini juga tidak adil, bias, dan bermotif politik. Imarah Islam mengutuk keras dan menolak tuduhan yang tidak berdasar ini.”
Sementara itu, Mohammad Nabi Omari, wakil menteri dalam negeri, yang berbicara dalam sebuah upacara kelulusan di sebuah sekolah agama di Khost, menyatakan bahwa permintaan ICC merupakan upaya yang gagal untuk mencapai tujuan politik. Menurutnya, permintaan tersebut tidak adil dan ICC tidak memiliki independensi.
Wakil menteri tersebut mengatakan: “Jika pengadilan ini adil dan jujur, seharusnya pengadilan ini mengadili Amerika Serikat terlebih dahulu.”
Hal ini terjadi setelah ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk pemimpin Imarah Islam, dan kepala Mahkamah Agung Imarah Islam, kemarin.
“Ini adalah masalah internal dan dapat diselesaikan melalui dialog dan pertemuan di dalam Afghanistan,” kata Abdul Jabbar Akbari, seorang sarjana, kepada Tolo News.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Chili mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa enam negara, termasuk Chili, Kosta Rika, Spanyol, Prancis, Luksemburg, dan Meksiko, telah merujuk kasus pelanggaran hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan ke ICC. (haninmazaya/arrahmah.id)