MALANG (Arrahmah.id) – Ratusan orang meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi usai laga Arema melawan Persebaya dalam laga kompetisi Liga 1, pada Sabtu (1/10/2022), tak terkecuali anak-anak.
Hingga kini, dilaporkan sebanyak 130 orang tewas dalam kerusuhan di Stadion Kanjuruhan tersebut.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA), sejauh ini ada 17 anak yang meninggal dalam insiden mengenaskan tersebut.
KemenPPPA berupaya menjangkau anak-anak yang menjadi korban tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, usai kekalahan Arema 2-3 dari Persebaya tersebut.
“Iya, ini bersama Dinas PPPA Provinsi dan Kota Malang sedang melacak data anak-anak yang menjadi korban,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, seperti dilansir Antara, pada Ahad (2/10).
Menurutnya, hingga saat ini sedikitnya ada 17 anak yang meninggal dan tujuh anak mengalami luka-luka akibat kerusuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.
“Data yang masuk, 17 anak meninggal dan tujuh dirawat, tapi kemungkinan bisa bertambah,” imbuhnya.
Menurut KemenPPPA, anak-anak yang menjadi korban dalam tragedi ini kebanyakan berusia antara 12 tahun hingga 17 tahun.
Pihak KemenPPPA juga masih terus memastikan jumlah anak yang meninggal serta korban luka-luka yang memerlukan perawatan fisik dan psikis lanjutan usai Tragedi Kanjuruhan.
Sebelumnya, kerusuhan di Stadion Kanjuruhan terjadi usai suporter Arema memasuki lapangan karena timnya kalah 2-3 dari Persebaya, pada Sabtu (1/10). Insiden itu direspons polisi dengan menghadang dan menembakkan gas air mata.
Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada suporter yang memasuki lapangan, tetapi juga ke arah tribun penonton yang kemudian memicu kepanikan suporter. Akibatnya, massa penonton berlarian dan berdesakan menuju pintu keluar, hingga sesak nafas, penumpukan massa, dan terinjak-injak.
Akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, sebanyak 130 orang tewas dan 180 orang lainnya mengalami luka-luka. Ini juga rekor kematian tertinggi dalam sejarah sepak bola Indonesia. Bahkan, jumlah korban tewas telah menembus urutan kedua daftar laga sepak bola paling mematikan di dunia. (rafa/arrahmah.id)