GAZA (Arrahmah.com) – Jelang detik-detik pengumuman persetujuan “gencatan senjata permanen”, Abdillah Onim melalui Suara Palestina, masih melaporkan bahwa dalam perang hari ke-51 masih ada tambahan 2 militer “Israel” yang mati dan 4 lainnya terluka dalam detik-detik perlawanan pejuang palestina yang melancarkan serangan ke Tel Aviv -ibukota “Israel”-, ke Ashkol, Berseba serta kota-kota lainya, pada Selasa malam (26/8/2014). Laporan itu mengisyaratkan bahwa manusia-manusia berhati nurani di Gaza akan terus memperjuangkan kemenangannya, sampai musuh mengaku kalah dan menghentikan pembantaiannya di bumi Palestina.
Namun alhamdulillah, 1 jam kemudian kabar terkini terkait gencatan senjata permanen, pemberhentian perang terlaksana. Pihak “Israel menyetujui persyaratan yg telah diajukan oleh pejuang Palestina. “Allahu Akbar…Allahu Akbar…’Israel’ mengaku kalahhhhhhhhh,” pekik riang Bang Onim di status Facebook-nya.
Banyak lagi pernyataan tahniah beredar di media sosial, meski berbeda gaya penyampaian, namun semua bermuara pada sebuah kesimpulan yang sama. Kemenangan Gaza adalah kemenangan hati nurani manusia.
Seperti yang diungkapkan Abu Yazan beberapa menit setelah pengumuman “gencatan senjata permanen” pada akun Facebook-nya pada pukul 22.00 waktu Gaza bahwa, “apapun istilah perjanjiannya, kita telah menang. Kita telah menang karena kita tetap memilih untuk menjadi manusia, dengan cara tetap dalam kesatuan, dengan berjuang bersama-sama, dengan tetap menjaga kesabaran, dan dengan memperlihatkan keistiqomahan. Kita tak akan menyerah, dan akan selalu berharap…Setiap ada salah satu dari kita syahid, kita katakan tak mengapa, sebab darahnya adalah harga sebuah pembebasan Palestina. Dan harga itu sebanding dengan nyawa 1,8 juta penduduk Palestina lainnya. Ya, warga dunia, kami telah menang dan kami mengajarkan kehidupan kepada dunia. Hidup Gaza, hidup Palestina.”
Dengan kemenangan ini, tua-muda, pria-wanita Gaza turut bergembira. Akhirnya perjuangan dan pengorbanan mereka selama ini telah membuahkan hasil.
Orang-orang ini merayakannya dengan turun ke jalan, meluncurkan bom ke udara -sementara di tempat lain orang main petasan-, membuat kue, dan lain-lain, karena mereka masih berkesempatan hidup. “Dunia tak pantas menghakimi kegirangannya dan cobalah untuk memahami perasaan mereka … Mereka telah hidup di bawah api selama 51 hari terakhir, mereka telah melihat kematian pada kesempatan yang berbeda,” tambah Abu Yazan.
Warga Gaza berhak menikmati menikmati kemenangan nuraninya, karena mereka telah hidup dalam situasi menyedihkan seperti kekurangan air, listrik dan kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup manusia. Mereka kelelahan, mereka sudah rasakan bagaimana roket jatuh di atas kepala mereka. Secara psikologis dan fisik disiksa oleh “Israel” durjana dan mereka berjuang demi terbukanya jendela kecil ernama “gencatan senjata permanen ini”.
Cara mereka merayakan tentu tidak berlebihan, kemenangan mereka tidak “lumpuh”. Tahniah mereka harus meledak dengan luapan kebahagiaan. Tidak peduli apa persyaratan gencatan senjata yang ditulis di atas kertas itu.
Aneka komentar pun menghangatkan perayaan kemenangan Gaza di dunia maya seperti, “Rakyat Gaza membutuhkan kemenangan ini untuk saat ini. Mereka membutuhkan sedikit kebahagiaan sebelum babak berikutnya dimulai lagi.”
Abdillah Onim, Abu Yazan, dan penduduk Gaza selalu bersemangat menyampaikan kobar semangat Gaza dan pejuangnya kepada dunia. Barangkali hal itu mungkin terdengar arogan karena mereka salah satu warga Gaza, tetapi secara tegas, dunia harus mengakui bahwa, orang-orang Gaza layak disebut guru kehidupan, karena di sini mereka telah mengajarkan kehidupan dunia sesungguhnya. Mereka telah mengajarkan dunia bagaimana untuk bersabar. Mereka sudah mengajarkan dunia bagaimana untuk melawan dan melawan. Mereka telah mengajarkan dunia untuk tidak menyerah, dan mereka telah mengajarkan pelajaran besar tentang ketabahan kepada warga dunia.
“Semua menghormati rakyat Gaza dan saya bangga bahwa saya salah satu dari orang-orang [berhati nurani] ini,” ujar Abu Yazan menutup tahniahnya. Alhamdulillah. (adibahasan/arrahmah.com)