JAKARTA (Arrahmah.id) – Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat untuk tidak melaksanakan umrah secara mandiri atau umrah backpacker. Kegiatan tersebut berisiko karena tidak di bawah pantauan pemerintah.
Pasalnya, umrah backpacker adalah kegiatan nonprosedural yang dibuat oleh pihak yang diduga tidak bertanggung jawab. Mereka yang mengadakan umrah backpacker tidak memiliki izin dari Kemenag sehingga minim keamanannya.
“Oleh karena itu kami juga mengimbau kepada masyarakat agar mematuhi peraturan perundang-undangan. Karena peraturan perundang-undangan bersifat memaksa siapa pun baik dia tahu atau tidak tahu, sudah membaca atau tidak membaca,” ujar Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag, Nur Arifin, Rabu (4/10/2023), lansir Detik.com.
“Begitu undang-undang sudah diundangkan maka mengikat semua warga, semua masyarakat,” lanjutnya.
Arifin mengungkapkan, imbauan ini sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah kepada warga negaranya. Karena, perjalanan umrah bukanlah perjalanan yang ringan, melainkan sebuah perjalanan ke negara yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda.
“Kalau ada kasus misalnya permasalahan kesehatan, permasalahan hukum, permasalahan keamanan, siapa yang bertanggung jawab? Nah DPR juga pemerintah telah merumuskan undang-undang. Nah dalam undang-undang tersebut orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri harus ada jaminan. Jaminan layanan ibadah, jaminan layanan transportasi, jaminan layanan keamanan, hukum dan sebagainya, dan itu akhirnya ditetapkan melalui PPIU,” terang Arifin
“Jadi kalau melalui travel PPIU maka pemerintah mudah menuntut kalau ada permasalahan di masyarakat. Yang di mana, di sana ada asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan sebagainya. Hingga jelas jaminannya. Tetapi kalau umrah mandiri atau umrah backpacker tidak ada jaminan. Nanti kalau ada masalah siapa yang menjamin? Negara punya kewajiban untuk melindungi masyarakatnya. Seluruh rakyat yang keluar negeri dalam tanggung jawab negara,” lanjutnya.
Arifin menjelaskan, Kemenag yang merupakan bagian dari unsur pemerintah memiliki tugas dan fungsi untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan umrah. Hal itu dapat dilihat pada UU No. 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Antara lain dinyatakan bahwa di pasal 122 bahwa seseorang atau kelompok orang yang menyelenggarakan umrah tapi tidak berizin PPIU maka diancam denda Rp 6 miliar atau hukuman penjara 6 tahun,” ungkap Arifin.
Di sini ditegaskan memang umrah harus melalui PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah). Maka dari itu Kemenag memberikan edukasi kepada masyarakat untuk mengikuti perundang-undangan.
“Sesuai dengan tugas kami antara lain diatur dalam peraturan Kementerian Agama no.5 tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha PPIU PIHK disebutkan bahwa tugas Kemenag adalah memberikan bimbingan, perlindungan, pengawasan kepada travel-travel yang berizin menjadi PPIU,” jelas Arifin.
“Ketika ada travel yang tidak berizin, maka kami limpahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan tindakan,” pungkasnya.
( ameera/arrahmah.id)