JAKARTA (Arrahmah.id) – Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama (Kemenag) berharap dunia pesantren lebih terbuka dalam menyikapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum.
“Kita masyarakat terbuka. Serapat apa pun persoalan ditutupi, pada saatnya akan terungkap,” tegasnya sebagaimana dikutip dari laman resmi Kemenag.
Menanggapi kasus kekerasan pada sejumlah pesantren, Waryono mengatakan hal itu bukanlah cerminan dari dunia pesantren.
Dengan demikian, semua oknum yang terlibat dalam tindak pidana, harus menjalani proses hukum. Segala urusan dan persoalan diserahkan kepada penegak hukum.
Waryono berpesan kepada para orang tua santri untuk memahami lebih detail profil pesantren beserta aturan-aturan yang berlaku di dalamnya.
Kemenag juga akan terus melakukan evaluasi. Kekosongan regulasi akan segera dilengkapi, baik dalam rangka penguatan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi, maupun dalam upaya pencegahan dini terulangnya tindak kekerasan di lingkungan pesantren.
Waryono mengungkapkan pesantren memiliki kontribusi yang besar terhadap pendidikan di Indonesia. Menurutnya, keberadaan pesantren telah memperluas kesempatan publik untuk mendapatkan pembelajaran.
“Pesantren, sejak dulu, bahkan sebelum Indonesia merdeka, telah memperluas kesempatan masyarakat untuk mengakses pendidikan,” jelas Waryono.
Lebih lanjut, ia memaparkan, jika di Indonesia tidak ada ormas Islam yang mengembangkan pendidikan, misalnya NU, Muhammadiyah, dan ormas keagamaan lainnya, bisa jadi banyak orang yang tidak mendapat akses pendidikan.
Waryono menyampaikan bahwa pesantren merupakan lembaga yang sangat mandiri. Secara umum, proses penyediaan sarana prasarana hingga kurikulumnya, diserahkan kepada otoritas kiai selaku pengasuh.
Sehingga, tidak berlebihan juga jika dikatakan bagus dan tidak bagusnya pesantren tergantung pada pengasuhan dan kekuatan finansial kiai. Hal tersebut dikarenakan semua pesantren dikelola oleh swasta.
“Faktanya, pesantren semuanya swasta. Madrasah yang swasta juga jumlahnya jauh lebih besar dari madrasah negeri,” ungkapnya.
Atas semua kontribusi itu, pemerintah berupaya memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi. Misalnya dengan cara fasilitasi proses perizinan, penyetaraan pendidikan, dan juga bantuan sarana prasarana.
“Terpenting kita semua tahu bahwa pesantren kontribusinya ke negara luar biasa, bahkan sejak sebelum kemerdekaan,” demikian Waryono.
(ameera/arrahmah.id)