XUAR (Arrahmah.com) – Pihak berwenang di kota Atush (di China, Atushi), di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang China barat laut (XUAR), telah menghancurkan dua dari tiga masjid di desa Suntagh, menurut seorang petugas keamanan setempat, di tengah kampanye yang telah melibatkan ribuan situs suci Muslim yang dihancurkan dalam beberapa tahun terakhir.
Penghancuran masjid Azna dan Bastaggam di Suntagh adalah yang terbaru yang dikonfirmasi sejak pihak berwenang mulai menghancurkan masjid di XUAR secara massal pada akhir 2016, sebagai bagian dari kampanye yang dikenal sebagai “Perbaikan Masjid.”
Upaya “Perbaikan Masjid”, yang merupakan bagian dari serangkaian kebijakan garis keras di bawah pemimpin tertinggi Xi Jinping, mendahului penahanan massal sebanyak 1,8 juta orang Uighur dan minoritas Muslim lainnya di jaringan luas kamp interniran di XUAR yang dimulai pada April 2017.
Melalui penyelidikan awal terhadap kampanye penghancuran masjid, Layanan Uyghur RFA menemukan bahwa pihak berwenang telah menghancurkan sekitar 70 persen masjid di seluruh wilayah tersebut.
Pada saat itu, pihak berwenang memberikan “keamanan sosial” sebagai alasan kampanye tersebut, yang tampaknya berlanjut hingga tahun-tahun setelah 2016 dan intensifikasi penindasan secara komprehensif yang dilancarkan pihak berwenang terhadap Muslim Uighur.
RFA baru-baru ini melakukan wawancara telepon dengan petugas keamanan publik Uyghur dari desa Suntagh di Atush, kota kabupaten yang berpenduduk sekitar 270.000 orang di bawah administrasi prefektur Kashgar di wilayah penghasil kapas dan anggur di barat daya XUAR.
Petugas, yang berbicara dengan syarat anonim karena takut akan pembalasan, membenarkan bahwa dua dari tiga masjid yang tersisa di desa itu dirobohkan pada sekitar musim gugur 2019, dan masjid yang dibiarkan berdiri adalah yang paling kecil dan dalam kondisi paling buruk.
“Masjid Azna dihancurkan tahun lalu,” kata petugas itu. “Sepertinya di musim gugur. Mereka membawa mesin untuk penghancuran.”
“Masjid Azna dan Bastaggam Suntagh dihancurkan… [Bastaggam] dihancurkan pada saat yang sama [seperti Azna],” katanya, tanpa memberikan alasan pembongkaran tersebut.
Menurut petugas tersebut, pemerintah setempat memutuskan untuk membiarkan tetap berdiri masjid yang ketiga — masjid Teres — meskipun faktanya yang lain dalam kondisi lebih baik, dan jauh lebih besar, dan Bastaggam posisinya nyaman di sebelah pasar Suntagh.
Selain itu, lanjutnya, Azna dan Bastaggam dibangun dengan menggunakan batu bata, sementara MAsjid Teres menggunakan dinding tanah yang ditutupi dengan kayu yang lebih tua.
“Masjid [yang dihancurkan] lebih kokoh karena atapnya dicampur dengan semen, sedangkan atap kayu pada masjid Teres nyaris tidak bisa menahan hujan,” kata petugas itu.
Namun, pihak berwenang China terus membawa pengunjung internasional ke masjid-masjid seperti Masjid Id Kah di Kashgar, serta ke situs keagamaan lainnya di sekitar wilayah tersebut, dan menerbitkan artikel yang menggambarkan masjid di media yang dikelola pemerintah, semuanya untuk mendukung opini bahwa Muslim Uighur menikmati kebebasan beragama di wilayah tersebut.
Meski sudah ada citra satelit yang membuktikan sejumlah masjid telah dihancurkan, pihak berwenang China terus menolak pembongkaran skala besar tersebut dalam upaya untuk menyembunyikannya dari komunitas internasional.
(ameera/arrahmah.com)