ROHINGYA (Arrahmah.com) – “Bayi kembar di Rohingya ini akhirnya meninggal karena lapar. Bayi pertama meninggal pada hari ke-5, dan yang kedua di hari ke-8. Ayah mereka sudah meninggal juga.” Demikian pernyataan yang beredar di media sosial berkenaan kekejaman rezim anti-Muslim Myanmar pada Ahad (3/7/2014).
Sebagaimana dilaporkan organisasi nirlaba Partners Reliefs and Developments (PRD) beberapa waktu lalu, Ibu bayi kembar tersebut telah menderita pendarahan selama 10 hari dan tidak mungkin bertahan hidup. Ketika ditemukan PRD, ia berbaring di atas kotoran di tempat penampungan darurat tanpa bantuan.
Sampai minggu ini, tidak ada pos medis yang memadai untuk mengobati para Muslim Rohingya. Hal ini mencetus banyak ibu hamil yang memilih menggugurkan kandungannya karena khawatir tidak bisa merawat bayi yang lahir kelak.
“Jika tanpa aborsi, kondisi seperti Nunu yang bisa dicegah bisa terus terjadi,” ungkap para pengungsi, akhirnya tak dapat terselamatkan. Demikian pula ayahnya, Noor yang sebelumnya ditemukan dalam keadaan sekarat.
Ia memiliki TB dan menderita tanpa pengobatan apapun. Ia sempat menunjukkan si kembar yang dilahirkan minggu lalu yang mungkin akan juga mati. Mereka prematur dan Noor tidak mampu untuk memberi makan mereka. Saat itu ia berusaha untuk memberi makan mereka kopi creamer di ujung jarinya, sungguh tragis dan tak dapat mewakili kesedihan kita sebagai mahluk berperikemanusiaan. Kembar Noor sebetulnya memerlukan inkubator dan perawatan rumah sakit atau penyediaan susu formula dan botol. Namun hal tersebut belum terealisasi.
Populasi kamp sekarang lebih dari 150 ribu jiwa. Dalam satu bagian dari kamp ada 1.448 keluarga. Dari setiap keluarga, hanya 215 telah menerima jatah makanan. Mereka adalah orang-orang cukup beruntung untuk didaftarkan. Namun pasokan itu terhenti pada minggu yang lalu. Sekarang tidak tahu darimana mereka akan mendapatkannya lagi.
“Barangkali kita bisa marah melihat foto tragis Muslim Rohingya, tetapi membantu mereka dengan donasi dan menghentikan rezim anti-Islam Myanmar tentu lebihberarti,” ujar salah satu komen pada Twitter menutup rentetan pernyataan serupa lainnya. Fanshurna ‘alal qawmil kaafiriin yaa Rabbi. (adibahasan/arrahmah.com)