KAIRO (Arrahmah.com) – Kemarian sejumlah tentara Mesir dalam baku tembak dengan pasukan Israel, beberapa saat setelah terjadinya serangan tiba-tiba di perbatasan Sinai yang memantik penyerbuan brutal Israel terhadap Gaza dilansir beberapa kalangan sebagai ujian bagi perjanjian yang sudah ditetapkan antara kedua negara tahun 1979.
Mujahidin Palestina melempari Israel selatan dengan setidaknya 80 roket dan mortir sejak Jumat (19/8), membunuh seorang Israel pada Sabtu (20/8) di kota gurun Bersyeba, sekitar 25 mil (40 kilometer) dari Gaza.
Hal itu diklaim Israel sebagai serangan roket terberat dari Gaza sejak Israel melancarkan operasi darat dan udara di Gaza untuk menghentikan serangan roket setiap hari di awal 2009.
Serangan yang memicu krisis ganda ini bermula saat Israel menerima kejutan dari perbatasannya di area Sinai. Sebuah bus dan mobil Israel menjadi target tembakan dan pelemparan bom di sepanjang perbatasan Mesir pada hari Kamis. Para tentara Mesir ternyata ikut tewas selama baku tembak antara mujahidin dan pasukan Israel.
Israel mengeluarkan permintaan maaf yang sangat langka atas insiden ini. “Israel menyesal atas kematian seorang polisi Mesir selama serangan di perbatasan Israel-Mesir,” kata Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak, dalam sebuah pernyataan hari Sabtu (20/8). Israel mengatakan akan melakukan penyelidikan.
Seorang pejabat pertahanan Israel mengklaim bahwa penyerang dari Gaza. Dia berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak diperbolehkan untuk berbicara kepada wartawan.
Mesir menyalahkan Israel. Mesir pun menarik duta besarnya di Israel dan menyatakan bahwa secara tegas bahwa Israel melanggar telah perjanjian damai yang telah dibuatnya.
Perjanjian antara Israel-Mesir yang ditandatangani pada tahun 1979 terancam sejak penggulingan Presiden lama Hosni Mubarak pada bulan Februari setelah pemberontakan populer. Mubarak dinilai rakyatnya terlalu mendukung Israel dan menegosiasikan kesepakatan yang sangat merugikan untuk memasok gas alam Mesir bagi Israel.
Selama itu, Israel dibuat cemas dengan munculnya opini di tengah pemberontakan yang terjadi di Mesir bahwa negeri muslim yang sebelumnya menjadi sahabat dekat Israel (melalui Hosni Mubarak) ini akan mengubah haluannya menjadi negara Islam. Kecemasan Israel semakin bertambah dengan sering terjadinya penyerangan terhadap pipa yang menyalurkan gas alam bagi Israel dari Mesir di Semenanjung Sinai.
Israel ‘naik darah’ atas serangan yang tak diduga-duga di Sinai. Sebagai tanggapan, Otoritas Zionis Israel memerintahkan militernya untuk melakukan serangan udara di Gaza yang telah menewaskan 12 warga Palestina, termasuk dua anak, sejak hari Kamis, dan para pemimpin Israel telah menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak akan membiarkan Gaza.
Secara paralel, Israel berusaha mempertahankan hubungan yang sudah goyah dengan Mesir. Israel mengatakan para militan Gaza menyeberang ke Sinai Mesir, mungkin melalui salah satu dari ratusan terowongan penyelundupan di bawah perbatasan, kemudian membuat jalan lebih dari 100 mil (150 kilometer) melalui gurun tandus sebelum melakukan serangan di sebuah jalan dekat perbatasan Israel selatan.
Israel telah khawatir tentang kebangkitan dalam kegiatan ‘militan’ Islam di Sinai sejak jatuhnya Mubarak.
Pekan lalu, Mesir mengirimkan ribuan pasukan ke Sinai sebagai bagian dari operasi besar melawan ‘militan’ al-Qaeda yang disinyalir telah semakin aktif sejak penggulingan Mubarak.
Meskipun para pemimpin militer yang kini memerintah Mesir telah menyatakan komitmen mereka untuk menjaga perjanjian damai Mesir-Israel, sentimen anti-Israel telah semakin tumbuh di Mesir sejak penggulingan Mubarak. (althaf/arrahmah.com)