JAKARTA (Arrahmah.com) – Mengenai kematian Siyono warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten yang tewas saat dibawa Densus 88, Jumat (11/03/2016), ada keterangan terbaru Mabes Polri melalui Kadiv Humas Polri Anton Charliyan, yang menyebut Siyono meninggal karena pendarahan di belakang kepala.
“Dia meninggal karena pukulan benda tumpul di belakang kepala” ujar Anton saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin(14/3/2016), lapor Jundi juirnalis Kiblat.net.
Dia menjelaskan jika kejadian itu terjadi ketika Siyono diminta untuk menunjukkan teman yang terkait dengan kelompok Neo JI. Pada awalnya Siyono kooperatif dengan Densus, sehingga pengawalan di turunkan, Siyono dalam pencarian itu hanya dikawal seorang anggota Densus dan sorang officer yang menjadi supir.
Anton mengatakan ketika berada di jalan Klaten – Prambanan, Siyono yang diborgol tanganya di belakang dan ditutup matanya itu melakukan perlawanan, terjadilah perkelahian dengan anggota Densus yang mengawalnya di belakang. Anton mengakui jika anggota densus membenturkan Siyono ke sudut mobil dan terjadi pendarahan di kepala bagian belakang. Dan Siyono meninggal saat di bawa ke rumah sakit.
Dia mengatakan jika pihak kepolisian menyayangkan kematian ini, dan mengakui bahwa ini adalah kesalahan prosedur karena menurunkan pengawalan.
“Kami juga menyayangkan hal ini, dan juga yang jadi pertanyaan kenapa dijaga sendiri, kata Densus karena Siyono koperatif. Dan Ini juga kami akui terjadi kesalahan prosedur,” ucap Anton.
Dia menandaskan terkait dengan anggota Densus yang berkelahi dengan Siyono sedang dilakukan penyelidikan lebih lanjut, jika memang terbukti bersalah akan dikenai hukuman.
“Sedang diselidiki lebih lanjut oleh Propam, juga beberapa anggota dan ketua timnya sedang diperiksa,” ujarnya.
Sebelumnya alasan meninggalnya Siyono saat dibawa aparat Densus 88 Jumat (11/3) diungkapkan Karo Penmas Polri Brigjen Agus Rianto, karena kelelahan setelah berkelahi dengan aparat Densus di dalam mobil. Keterangan petinggi Polri tersebut nampaknya jauh panggang dari api. Sebab, menurut Mustofa B. Nahrawardaya, Pengamat Terorisme, kasus terorisme adalah kejahatan extra ordinary crime. kejahatan tingkat tinggi, yang resiko dari kejahatannya dapat membunuh banyak orang. Maka dari itu, kebiasaan Densus, adalah bermain keras dan ganas jika tidak mau disebut kejam.
“Jadi kalau sampai ada terduga lepas dari kawalan, apalagi berani melawan Densus seperti Siyono, ini sebuah fenomena baru. Boro-boro berkelahi. Terduga menggerakkan tangan saja, kemungkinan sudah ditembak mati karena dianggap melawan,” kata Mustofa kepada redaksi, Ahad (13/3). (azmuttaqin/arrahmah.com)