SANA’A (Arrahmah.id) – Kematian dan cedera warga sipil dalam perang Yaman meningkat hampir dua kali lipat sejak pemantau hak asasi manusia PBB secara kontroversial disingkirkan pada Oktober, ujar laporan sebuah organisasi non-pemerintah.
Pengusiran pemantau PBB telah membuka pintu untuk “pelanggaran yang tidak terkendali dan mengerikan”, Dewan Pengungsi Norwegia mengatakan pada Kamis (10/2/2022), mendesak pemulihan mereka, lansir Al Jazeera.
Dikatakan 823 warga sipil tewas atau terluka dalam empat bulan sebelum akhir pemantauan, dan 1.535 dalam empat bulan setelah keberangkatan mereka.
Laporan itu menambahkan bahwa korban sipil yang disebabkan oleh serangan udara, sebuah taktik yang disukai oleh koalisi pimpinan Saudi yang memerangi pemberontak Houtsi, 39 kali lebih banyak pada periode yang sama.
“Pemecatan badan investigasi hak asasi manusia yang penting ini membawa kami kembali ke pelanggaran yang tidak terkendali dan mengerikan,” kata direktur negara Erin Hutchinson dalam sebuah pernyataan.
“Siapa yang bertanggung jawab atas kematian anak-anak dan keluarga ini? Kita mungkin tidak akan pernah tahu karena tidak ada lagi pemantauan independen, internasional, dan tidak memihak atas kematian warga sipil di Yaman.”
Dewan Hak Asasi Manusia PBB memilih untuk membubarkan Kelompok Pakar Internasional dan Regional yang Terkemuka di Yaman pada bulan Oktober, dalam sebuah langkah yang dikritik keras oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia.
Ini adalah pertama kalinya badan hak asasi PBB menolak rancangan resolusi sejak didirikan pada 2006. Resolusi yang diajukan oleh negara-negara Eropa dan Kanada itu dikalahkan dengan 21 suara berbanding 18.
“Orang-orang Yaman telah ditinggalkan. Dikhianati. Sekali lagi,” kata Sekjen Amnesti Internasional Agnes Callamard saat itu.
Ratusan ribu orang telah tewas secara langsung atau tidak langsung dalam perang tujuh tahun Yaman, sementara jutaan orang kehilangan tempat tinggal dalam apa yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia.
“Negara-negara anggota PBB harus segera mengembalikan badan pemantau untuk memastikan bahwa pihak-pihak yang berkonflik berhenti melakukan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dengan impunitas,” kata Hutchinson.
“Dengan tidak ada yang meminta pertanggungjawaban pelaku, warga sipil akan terus dibunuh oleh ribuan orang dan [menjadi] yang paling terpukul oleh eskalasi konflik.” (haninmazaya/arrahmah.id)