Oleh: Ustadz Abu Harits Badru Tamam, Lc
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala limpahan nikmat. Tidak ada satu nikmat kecuali itu berasal dari-Nya. Karenanya, kita harus senantiasa bersyukur kepada-Nya dengan menggunakan segala nikmat untuk taat kepada-Nya.
Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah yang senantiasa bersyukur kepada Allah dengan memperbanyak ibadah kepada-Nya hingga bengkak kedua kakinya. Semoga shalawat dan salam juga dilimpahkan kepada keluarga dan para sahabatnya serta siapa saja yang meniti sunnah-sunnahnya.
Kabar duka menimpa anak negeri ini dini hari tadi sekitar pukul 00.00 WIB (Sabtu, 5 Februari 2011). Raden Pandji Chandra Pratomo Samiadji Massaid atau yang lebih dikenal dengan Adjie Massaid, politikus senayan dari partai Demokrat menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Selatan. Kabarnya, ia meninggal karena serangan jantung setelah sebelumnya sempat bermain futsal.
Kematian Adjie yang bertubuh atletis dan dikenal memiliki gaya hidup sehat dengan rajin berolahraga, tergolong mendadak. Sehingga mengejutkan semua pihak, (tulis Kompas.com/ Sabtu, 5 Februari 2011). Bahkan menurut rekan se-profesi dan satu partai dengannya, Ruhut Sitompul, selama ini Adjie tidak pernah mengeluh tentang penyakitnya.
“Saya kaget. Enggak ada tanda-tanda, siang masih sama saya, rapat fraksi. Kami pisah dia mau Jumatan (shalat Jumat),” katanya ketika ditemui di kediaman Adjie, Jalan Taman Cilandak II Blok E Nomor 14, Cilandak Barat, Jakarta, Sabtu (5/2/2011).
Kematian Datang Tanpa Diundang
Sesungguhnya kematian merupakan misteri bagi manusia. Tak seorangpun yang tahu kapan datangnya. Namun satu kepastian bahwa ajal (waktu kematian) seseorang sudah tercatat jauh hari di Lauhul Mahfudz sebelum manusia diciptakan. Dan ketika seseorang sudah tiba ajalnya, maka tidak bisa diajukan barang sesaat ataupun diundurkan. Allah Ta’ala berfirman,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (QS. Al A’raf: 34)
Setelah kematian maka kesempatan beramal telah habis. Manusia akan mendapatkan balasan dari amal-amal perbuatannya di alam kubur, berupa nikmat atau adzab kubur. Dan ketika sudah terjadi kiamat, dia akan dibangkitkan dan mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya di hadapan Allah.
“Maka barang siapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS.Al-A’raf:35)
Sedangkan orang yang kafir dan ingkar terhadap kebenaran Islam, “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.“(QS.Al-A’raf:36)
Kematian Mendadak Semakin Marak di Akhir Zaman
Kasus Meninggal mendadak seperti yang terjadi pada Adjie Massaid sudah atau sering kita dengar dalam keseharian kita. Dan di akhir zaman, jumlahnya semakin banyak sebagimana yang diungkapkan oleh Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al Wabil dalam kitabnya Asyratus Sa’ah.
Dalam kitabnya tersebut, Yusuf al-Wabil menyebutkan bahwa kematian yang datang tiba-tiba atau mendadak merupakan salah satu dari tanda dekatnya kiamat. Hal ini didasarkan pada beberapa kabar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Salah satunya hadits marfu’ dari Anas bin Malik radliyallah ‘anhu,
إِنَّ مِنْ أَمَارَاتِ السَّاعَةِ . . . أَنْ يَظْهَرَ مَوْتُ الْفُجْأَةِ
“Sesungguhnya di antara tanda-tanda dekatnya hari kiamat adalah . . . akan banyak kematian mendadak.” (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ al-Shaghir no. 5899)
Fenomena kematian mendadak ini sudah sering kita saksikan pada masa sekarang. Orang yang sebelumnya sehat bugar, -beraktifitas seperti biasa, atau bahkan berolah raga sepak bola, futsal, badminton dan semisalnya- tiba-tiba ia terjatuh lalu meninggal dunia. Hal ini dibenarkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berdasarkan sebuah penelitian, setiap tahunnya banyak orang meninggal karena stroke dan serangan jantung. Bahkan disebutkan kalau penyakit jantung menempati urutan pertama yang banyak menyebabkan kematian pada saat ini.
Dalam hadits di atas terdapat mukjizat ilmiah yang kita benarkan melalui kajian kedokteran yang harus diakui. Mukjizat ini membuktikan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah utusan Allah yang tidak berbicara berdasar hawa nafsunya, tapi yang beliau sampaikan adalah wahyu dari Allah yang diturunkan kepada beliau.
Rasanya orang yang hidup pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tak pernah membayangkan akan datangnya zaman yang merebaknya kematian mendadak, kecuali berdasarkan wahyu ilahi yang menyingkap fenomena ini.
Maksud Kematian Mendadak
Banyak sebab kematian, tapi kematian itu tetap satu. Hal ini menunjukkan bahwa kematian memiliki sebab, seperti sakit, kecelakaan, atau bunuh diri dan semisalnya. Sedangkan kematian yang tanpa didahului sebab itulah maksud kematian yang mendadak yang belum bisa diprediksi sebelumnya.
Seiring majunya ilmu kedokteran, manusia bisa menyingkap tentang sebab kematian seperti kanker, endemik, atau penyakit menular. Penyakit-penyakit ini mengisyaratkan dekatnya kematian, tetapi sebab yang utama adalah mandeknya jantung secara tiba-tiba yang datang tanpa memberi peringatan.
Para ulama mendefinisikan kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu yang singkat dan salah satu kasusnya adalah seperti yang dialami orang yang terkena serangan jantung.
Imam al-Bukhari dalam shahihnya membuat sebuah bab, بَاب مَوْتِ الْفَجْأَةِ الْبَغْتَةِ “Bab kematian yang datang tiba-tiba”. Kemudian beliau menyebutkan hadits Sa’ad bin ‘Ubadahradliyallah ‘anhu ketika berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia secara mendadak dan aku yakin seandainya ia berbicara sebelum itu, pastilah dia ingin bersedekah. Maka dari itu, apakah dia akan mendapat pahala apabila jika aku bersedekah untuknya?” Beliaupun menjawab, “Ya“. (Muttafaq ‘alaih)
Kematian Mendadak Dalam Pandangan Ulama
Sebagian ulama salaf tidak menyukai kematian yang datang secara mendadak, karena dikhawatirkan tidak memberi kesempatan seseorang untuk meninggalkan wasiat dan mempersiapkan diri untuk bertaubat dan melakukan amal-amal shalih lainnya. Ketidaksukaan terhadap kematian mendadak ini dinukil Imam Ahmad dan sebagian ulama madzhab Syafi’i. Imam al-Nawawi menukil bahwa sejumlah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan orang-orang shalih meninggal secara mendadak. An-Nawawi mengatakan, “Kematian mendadak itu disukai oleh para muqarrabin (orang yang senantiasa menjaga amal kebaikan karena merasa diawasi oleh Allah).” (Lihat (Fathul Baari: III/245)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Dengan demikian, kedua pendapat itu dapat disatukan.” (Fathul Baari: III/255)
Terdapat keterangan yang menguatkan bahwa kematian mendadak bagi seorang mukmin tidak layak dicela. Dari Abdullah bin Mas’ud radliyallah ‘anhu, dia berkata, “Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ini adalah lafadz Abdul Razaq dan al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, sedangkan lafadz Ibnu Abi Syaibah, “Kematian mendadak merupakan istirahat (ketenangan) bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang kafir.” (HR. Abdul Razaq dalam al Mushannaf no. 6776, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir no. no. 8865)
Dari Aisyah radliyallah ‘anha, berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,
رَاحَةٌ لِلْمُؤْمِنِ وَأَخْذَةُ أَسَفٍ لِفَاجِرٍ
“Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha’if al Jami’ no. 5896)
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud dan Aisyah radliyallah ‘anhuma, keduanya berkata, “Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang mukmin dan kemurkaan bagi orang dzalim.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf III/370, dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al Kubra III/379 secara mauquf).
Alangkah indahnya hadits yang dijadikan sebagai penguat oleh Imam al-Baihaqi dalam al Sunan al-Kubra pada kitab “Al-Janaiz” Bab, “Fi Mautil Faj’ah”, dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah dilalui iring-iringan jenazah. Beliau lalu bersabda, “Yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud yang istirahat dan yang diistirahatkan darinya?” Beliau menjawab,
الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَأَذَاهَا إِلَى رَحْمَةِ اللَّهِ ، وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ
“Seorang hamba yang mukmin beristirahat dari keletihan dunia dan kesusahannya, kembali kepada rahmat Allah. Sedangkan hamba yang jahat, para hamba, negeri, pohon dan binatang beristirahat (merasa aman dan tenang) darinya.” (HR. Muslim no. 950, Ahmad no. 21531)
Kematian mendadak yang dialami seorang mukmin adalah kebaikan baginya. Dia merdeka dari hiruk pikuk dunia yang menjemukan dan terbebas dari fitnah-fitnahnya. Sedangkan Kematian mendadak yang dialami seorang fajir merupakan kabar gembira bagi hamba Allah. Mereka akan terbebas dari gangguannya. Di antara gangguannya adalah kedzalimannya terhadap mereka, kesenangannya melakukan kemungkaran dan jika diingatkan malah menantang dan itu menyulitkan mereka. Jika diingatkan malah menyakiti dan bila didiamkan mereka menjadi berdosa. Sedangkan istirahatnya binatang adalah dikarenakan sang fajir tadi selalu menyakiti dan menyiksanya serta membebani di luar kemampuannya, tidak memberinya makan dan yang lainnya. Sedangkan istirahatnya negeri dan pepohonan adalah karena perbuatan jahat sang fajir hujan tidak turun, dia mengeruk kekayaannya dan tidak mengairinya.
“Kematian mendadak merupakan keringanan bagi seorang mukmin dan kemurkaan atas orang-orang kafir.” Ibnu Mas’ud
Menyikapi Kematian Mendadak
Bagi orang yang berakal sehat tentu akan mengambil pelajaran dari fenomena yang ia saksikan. Terlebih fenomena tersebut telah disampaikan oleh orang yang terpercaya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka sepantasnya ia segera kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya, sebelum kematian itu menjemputnya.
Imam al-Bukhari pernah berkata,
“Peliharalah waktu ruku’mu ketika senggang. Sebab, boleh jadi kematian akan datang secara tiba-tiba. Betapa banyaknya orang yang sehat dan segar bugar. Lantas meninggal dunia dengan tiba-tiba”
Dan setelah memahami adanya kematian yang mendadak, dan semakin sering terjadi pada akhir zaman (termasuk zaman kita ini), hendaknya kita mempersiapkan diri dengan bersegera menyambut seruan Allah untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan perintah Allah yang paling utama adalah memurnikan tauhid kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, baik dalam masalah ibadah dan pengabdian, juga dalam masalah ketaatan dan ketundukan kepada syariat-Nya.
Sesungguhnya kematian akan tetap datang ke manapun kita lari dan di manapun kita sembunyi. Tidak ada kekuatan di alam raya yang bisa melawan ketetapan ilahi ini. Dan setelah kematian, setiap orang akan mendapat balasan dari amal yang telah dikerjakannya di dunia. Maka bertakwalah kepada Allah, Wahai hamba-hamba Allah! Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal ketika kematian datang dan minta diberi kesempatan untuk beramal. Sesungguhnya ajal tidak bisa ditangguhkan dan tidak bisa ditunda barang sesaat.
Ketahuilah! sesungguhnya dunia ini terus berjalan ke belakang meninggalkanmu, dan akhirat berjalan mendatangi. Ingatlah saat kematian dan perpindahan ke alam Barzah. Dan (ingatlah) yang akan tergambarkan di hadapanmu, berupa banyaknya keburukan dan sedikitnya kebaikan. Maka, apa yang ingin engkau amalkan pada saat itu, segeralah amalkan sejak hari ini. Dan apa yang ingin engkau tinggalkan saat itu, maka tinggalkanlah sejak sekarang.
Maka seandainya setelah mati, kamu dibiarkan. Sesungguhnya kematian itu merupakan kenyamanan bagi seluruh yang hidup. Namun. jika kamu telah mati, kamu pasti dibangkitkan dan akan ditanya tentang segala sesuatu, lalau diberi balasan dari setiap perbuatan. Kalau seperti itu, maka kematian merupakan sesuatu yang menakutkan dan menghawatirkan. Wallahu Ta’ala a’lam!
(voa-islam/arrahmah.com)