GAZA (Arrahmah.id) – Warga Palestina di Gaza telah menderita kelaparan oleh “Israel” selama berbulan-bulan, sehingga menimbulkan konsekuensi yang mengerikan. Situasi ini sangat sulit di bagian utara Gaza, di mana hanya sedikit bantuan yang disalurkan, dan warga Palestina diserang oleh “Israel” ketika mencari kiriman bantuan.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan dua orang lagi meninggal karena kelaparan pada Rabu (6/3/2024), menjadikan jumlah korban tewas resmi akibat kekurangan gizi dan dehidrasi di Gaza menjadi 20 orang.
Berkaitan dengan hal tersebut, anak-anak Gaza melakukan protes, menuntut tindakan cepat dari negara-negara Arab dan komunitas internasional, lansir Al Jazeera Arab di X.
Di Rafah, anak-anak berbaris sambil membawa spanduk bertuliskan, “Hentikan kematian kami setiap hari.” Beberapa orang membawa kain kafan di atas tandu untuk melambangkan mereka yang meninggal karena kelaparan.
Di tengah gambaran mengejutkan tersebut, Tedros Adhanom Ghebreyesus, pemimpin Organisasi Kesehatan Dunia, sekali lagi menyerukan lebih banyak bantuan untuk masuk ke Gaza di tengah laporan mengenai anak-anak yang meninggal karena kekurangan gizi di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Dia berkata di X, “Anak-anak yang selamat dari pengeboman mungkin tidak akan selamat dari kelaparan. Izinkan lebih banyak bantuan untuk Gaza dan lakukan gencatan senjata.”
Juru bicara UNRWA Tamara Alrifai mengatakan kepada Al Jazeera bahwa situasi di Gaza “sangat mengerikan” dan tingkat keputusasaan “begitu tinggi” sehingga truk yang melintas menjadi daya tarik bagi mereka yang kelaparan.
“Sembilan puluh persen penduduk Gaza saat ini menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi,” kata Alrifai. “Oleh karena itu siapa pun yang melihat konvoi truk bantuan melewati wilayah mereka di Gaza akan melompat ke truk tersebut karena kelaparan, putus asa dan ketakutan, saat ini kita semakin banyak mendengar tentang anak-anak di bawah umur, usia dua tahun sekarat karena penyakit yang berhubungan dengan kelaparan dan dehidrasi,” tambah Alrifai.
Mengakses Gaza utara merupakan “tantangan nyata,” kata Alrifai.
“Lebih dari separuh permintaan PBB untuk membawa makanan, pasokan medis, dan air bersih yang sangat dibutuhkan ke wilayah utara telah ditolak oleh otoritas “Israel”,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa UNRWA tidak diizinkan untuk mencapai wilayah tersebut sejak 23 Januari. “Hampir enam pekan kami tidak mampu memberikan makanan dan pasokan medis kepada orang-orang yang putus asa dan terisolasi di utara Gaza.”
Jamie McGoldrick, koordinator bantuan PBB untuk wilayah Palestina, mengatakan PBB telah mendorong militer “Israel” selama beberapa pekan untuk menggunakan jalan militer “Israel” yang berbatasan dengan Gaza untuk pengiriman bantuan kemanusiaan, lansir Reuters.
“Israel” diduga menjadi “lebih kooperatif” menyusul insiden di mana pasukannya menembaki pencari bantuan di Kota Gaza, menewaskan lebih dari 100 orang, katanya.
Pada Rabu pagi (6/3), Al Jazeera melaporkan pasukan “Israel” menembaki orang-orang yang menunggu bantuan kemanusiaan, melukai delapan orang. Serangan itu terjadi di bundaran Nabulsi di barat daya Kota Gaza, lokasi yang sama dengan serangan yang menewaskan lebih dari 100 orang, yang dijuluki ‘pembantaian tepung’.
Saat ini, bantuan dikirim ke Gaza utara dari Rafah di Gaza selatan dan disalurkan melalui wilayah Palestina yang terkepung. Rute baru yang diusulkan akan membuat truk bantuan dikawal melalui wilayah “Israel”, menghindari pertempuran dan ketidakamanan. (zarahamala/arrahmah.id)