DAMASKUS (Arrahmah.id) – Kemunculan Muhammad Jaber, mantan pemimpin milisi “Elang Gurun,” telah memicu kontroversi yang luas di kalangan masyarakat Suriah dan di platform media sosial setelah ia mengakui bahwa ia mengendalikan serangan militer yang dilancarkan oleh kelompok bersenjata melawan pemerintah Suriah baru di pantai Suriah, lansir Al Jazeera.
Operasi yang terjadi pada tanggal 6 Maret tersebut mengakibatkan lebih dari 200 anggota badan keamanan umum tewas, serta ratusan warga sipil yang kehilangan nyawa akibat kekacauan dan ketidakstabilan keamanan selama dan setelah operasi itu.
Pengakuan Muhammad Jaber disampaikan dalam sebuah wawancara televisi di saluran “Al-Mashhad” pada Selasa malam. Dalam wawancara tersebut, ia menyatakan bahwa operasi militer di pantai itu tidak memerlukan dana, karena ada cukup senjata dan amunisi di daerah tersebut.
Pernyataan ini memicu banyak pertanyaan di kalangan masyarakat Suriah tentang alasan kemunculannya pada waktu ini. Banyak warga Suriah merespons dengan luas di media sosial terhadap pernyataan Jaber, mengingat kembali kejahatan yang dilakukannya terhadap rakyat Suriah selama revolusi.

Para aktivis kembali membagikan laporan tentang keterlibatannya dalam kegiatan penyelundupan yang didukung oleh Fawaz al-Assad, yang merupakan pendukung utamanya. Setelah revolusi Suriah meletus, Jaber menyematkan gelar “Mujahid” pada dirinya dan mendirikan milisi “Elang Gurun” pada tahun 2013, yang terlibat dalam berbagai pertempuran melawan kelompok oposisi pemerintah.
Menurut kesaksian yang beredar di media sosial, Muhammad Jaber bekerja sama melalui milisinya dengan saudaranya, Ayman, pemimpin milisi “Komando Laut,” dalam melindungi ladang minyak di padang pasir Suriah dengan dukungan langsung dari Rusia. Milisi kedua bersaudara ini terlibat dalam berbagai pertempuran, termasuk Pertempuran Qasab pada tahun 2014 dan pertempuran lainnya di Aleppo dan pinggiran Homs. Para aktivis bahkan menyebarkan gambar Muhammad Jaber pada tahun 2016 yang menunjukkan ia memegang kepala terputus di wilayah timur Homs, yang semakin meningkatkan kritik terhadapnya.
Dengan penggabungan milisi “Elang Gurun” ke dalam Legiun Kelima, pengaruh Muhammad Jaber menurun, mendorongnya untuk meninggalkan Suriah dan menetap di Rusia. Namun, ia kembali muncul dengan pernyataan-pernyataan kontroversial, menantang Presiden Asy-Syaraa dan menggambarkan operasi militer tersebut sebagai “pertempuran” yang dipimpin oleh warga sipil yang membawa senjata di bawah kepemimpinannya.
Setelah pernyataannya, para aktivis mendesak pemerintah Suriah untuk mengeluarkan permintaan penangkapan internasional terhadap Muhammad Jaber melalui Interpol dengan tuduhan upaya kudeta dan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak bersalah. Di sisi lain, beberapa orang meragukan tanggung jawab langsungnya atas peristiwa di pantai, terutama setelah pernyataan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, yang menyatakan bahwa Turki memiliki informasi tentang keterlibatan negara lain dalam memicu situasi di sana.
Beberapa pihak menduga bahwa Jaber mungkin mendapat lampu hijau dari Rusia untuk mengambil tanggung jawab atas operasi tersebut sebagai cara untuk menutupi pihak-pihak internasional yang terlibat, yang semakin memicu perdebatan mengenai kebenaran peristiwa tersebut.
(Samirmusa/arrahmah.id)