GAZA (Arrahmah.com) – Belum puas dengan menghancurkan Graha Tahfidz Daarul Qur’an Indonesia di Gaza, agresi Israel juga membunuhi santri dan tetangga Graha. Hanin Hammuda (14), salah seorang santri Graha Tahfidz Daarul Qur’an Indonesia, gugur bersama ibunya Kainat Hammuda, Selasa (29/7/2014) tengah malam. Dua adik Hanin yang masih balita juga terbunuh. Mereka terkena roket yang ditembakkan artileri Zionis Israel. Innalillahi Wa inna ilaihi roji’un
Dengan sedih bercampur geram, Koordinator Graha Tahfidz Daarul Qur’an Indonesia Abdillah Onim melaporkan, serangan tengah malam itu juga menewaskan Abu Athif, Fatma Mutawak, dan lain-lain. ”Mereka semua tetangga Graha, yang malam itu tengah berkumpul di salah satu kamar perlindungan,” ungkap Abdillah melalui pesan singkatnya Rabu (30/7/2014).
Serangan Israel juga menyasar Masjid Umari, yang merupakan cikal bakal Graha Tahfidz Daarul Qur’an Indonesia. Akibatnya, kaca-kaca hancur berantakan dan tempat wudhu rata dengan tanah.
Sampai kabar ini diturunkan, agresi Israel telah membunuh sekitar 1500 warga Gaza dan melukai belasan ribu lainnya.
Agresi Israel kali ini, lebih dahsyat dibanding agresi tahun 2008-2009 yang oleh berbagai lembaga dunia disebut sebagai kejahatan perang dan kemanusiaan.
Amnesty International menyatakan, Israel telah melakukan kejahatan perang dengan “penghancuran tanpa alasan” terhadap rumah-rumah warga Palestina dalam agresi 22 hari di Jalur Gaza itu.
Kepala Amnesty International di Israel dan Gaza, Donatella Rovera, menegaskan, metode yang digunakan agresor Israel dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Penyelidik Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan, militer Israel telah melakukan kejahatan perang saat melakukan serangan 3 pekan ke Gaza pada akhir 2008 hingga awal Januari 2009 tersebut.
Pelapor khusus PBB untuk masalah HAM di Palestina Richard Falk seperti dikutip Reuters, Jumat (20/3/2009) mengatakan, Konvensi Jenewa mengaharuskan militer membedakan untuk membunuh target militer dan sipil.
“Jika itu sulit dilakukan, maka serangan yang tidak membedakan target itu melanggar hukum dan akan dikatagorikan sebagai kejahatan perang,” ungkap Falk.
Falk dalam laporan tertulis 26 halaman kepada Badan HAM PBB menuliskan, berdasarkan bukti awal yang ada, terdapat alasan untuk mencapai pada kesimpulan itu (penjahat perang).
Dalam laporan itu Falk juga menyertakan jumlah korban tewas, yaitu sebanyak 1.434 orang di mana 960 lainnya merupakan warga sipil. Jumlah itu juga sama seperti dilaporkan Pusat HAM Palestina beberapa waktu lalu. Sementara pihak Israel kehilangan 13 orang.
Falk menyatakan, serangan Israel “secara besar-besaran ke wilayah berpenduduk padat” yang seluruhnya warga sipil merupakan sikap tidak berperikemanusiaan, melumpuhkan, dan berdampak pada kerusakan mental.
Dia menambahkan, seluruh perbatasan ditutup dan masyarakat sipil tidak bisa lari menghindari serangan.
Saat mengunjungi Gaza, 20 Januari 2009, Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, menuntut agar para pemimpin Rezim Zionis Israel diseret ke pengadilan internasional sebagai penjahat perang.
Berdasarkan data pusat statistik Palestina, agresi Israel 2008-2009 telah menewaskan lebih dari 1000 warga, hampir sepertiganya anak-anak. Lebih 4.000 rumah hancur, dan 17.000 rumah lainnya mengalami rusak berat. Total nilai kerugian mencapai sekitar 2 juta USD.
Namun, seperti biasa, Israel cuek saja. Seperti pernah diserukan Avigdor Lieberman, menteri dalam kabinet Ariel Sharon dari kelompok sayap kanan, pada 2002, agar tentara Israel membombardir Palestina bukan cuma warganya, tapi juga bank, pasar, supermarket, mal, dan bahkan masjid.
Koran Yahudi Yediot Ahronot edisi 8 Maret 2002 mengutip ucapan Lieberman dalam sebuah rapat kabinet. “Jam 8 kita membombardir seluruh pusat perdagangan, jam 12 kita melumat seluruh pomp pengisian bahan bakar, jam 14 kita meratakan seluruh bangunan bank,” tutur Lieberman.
Sepekan kemudian, media Israel mempublikasikan wawancara dengan Martin van Creveld, pakar terpandang di bidang sejarah militer Israel. Creveld juga mendorong Israel membunuh ribuan warga sipil Palestina, dengan dalih untuk membela diri dari ancaman teroris dan tindakan bunuh diri.
Berapa persisnya yang harus dibunuh?
“Sebanyak mungkin. Serangan kita harus tuntas, biar tak ada lagi serangan kedua. Membunuh 5 ribu atau 10 ribu mungkin belum cukup, dan sepertinya harus lebih lagi,” kata Creveld berapi-api.
“Yang kita butuhkan adalah serangan massal. Memang ini tindakan kriminal, tapi apa boleh buat jika itu untuk menyelamatkan negara. Kita terancam serangan kriminal tak berujung yang akan membunuh kita, dan kini telah membunuh beberapa dari kita. Jadi, lebih baik kita melancarkan aksi kriminal massal yang tuntas. Setelah itu kita akan keluar dari persoalan ini, menguncinya rapat-rapat di belakang kita, dan melupakannya,” kata Creveld lagi.
Tak khawatirkah Creveld jika para petinggi Israel dituntut sebagai penjahat perang?
Creveld sangat enteng menjawab, “Rakyat akan memaafkan perbuatan kriminal, dengan satu syarat, tindakan itu tuntas dan berlalu. Mereka memaafkan jika itu dilancarkan secara cepat, lancar, dan apalagi jika sukses. Jika gagal, semuanya akan hilang.”
Menghadapi kekuatan Israel, Ustadz Yusuf Mansur mengingatkan agar kaum muslimin jangan hanya bersandar pada kekuatan pemerintah, negara, finansial maupun material. ”Jangan lupa dengan kekuatan do’a yang sungguh-sungguh. Do’a yang akan menghadirkan pertolongan Allah yang tiada tandingannya,” tutur Ustadz Yusuf saat tampil di TV One, Rabu (30/7) petang.
Sementar aitu, Abdillah Onim mengatakan, jika situasi sudah kondusif maka kegiatan Graha Tahfidz Daarul Qur’an Gaza akan dialihkan ke Masjid Umari untuk sementara.
Sedekah buat Gaza, silakan melalui Rekening BCA nomor 6030308059 atas nama Yayasan Daarul Qur’an Nusantara. (azm/nurbowo/arrahmah.com)