(Arrahmah.com) – Ramadhan sudah dekat. Alhamdulillah. Musim semi orang-orang beriman itu dinanti karena kebaikan dan kenikmatannya. Tentu hanya orang beriman yang menantinya. Karena jika tidak beriman, Ramadhan hanya beban yang memberatkan dan menghilangkan kenikmatan.
Setiap keluarga mukmin ingin Ramadhannya bertenaga dan berkesan serta meningkat lebih baik. Hanya saja, sering kali kita baru merasakan bahwa Ramadhan kita dan keluarga kurang maksimal setelah berada di penghujungnya.
Salah satu penyebabnya adalah persiapan yang tidak baik. Perjalanan Ramadhan menempuh taman hijau yang menanjak. Indah bagi yang tidak mempedulikan bentuk jalannya. Bagi yang sibuk menilai jalan yang melelahkan itu, maka taman hijau di kanan kirinya hampir tak berarti. Keindahannya. Tak hanya sehari atau dua hari. Juga tidak sekali-kali. Tetapi satu bulan penuh.
Perjalanan seperti itu, bagaimana tidak disiapkan sebaik mungkin perbekalannya.
Pasti. Perjalanan panjang itu memerlukan persiapan yang baik. Gagal pada persiapan, bisa menimbulkan masalah pada perjalanan.
Persiapan itu bukan sibuk mencari tiket jauh-jauh hari. Juga bukan sibuk menghitung budget sepanjang Ramadhan dan pulang kampung. Sehingga sibuk mencari tambahan untuk itu. Persiapan juga bukan memikirkan jenis menu sepanjang Ramadhan.
Kalau demikian, persiapan apa yang diperlukan.
Persiapan itu telah diajarkan Rasulullah pada dua bulan sebelumnya; Rajab dan Sya’ban. Sebagaimana dalam sabda beliau,
عن أسامة بن زيد قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
Dari Usamah bin Zaid berkata: aku bertanya: Ya Rasulullah aku belum pernah melihatmu berpuasa di bulan-bulan lain, seperti puasamu di bulan Sya’ban.
Rasul menjawab: itu ada bulan yang dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan diangkatnya amal padanya kepada Robbul ‘alamin. Maka aku ingin amalku diangkat dalam keadaan berpuasa. (HR. Nasa’i, dihasankan oleh Al Albani)
Di dalam hadits ini, Rasulullah mengingatkan kita tentang bulan yang dilupakan yaitu Sya’ban yang ada di antara Rajab dan Ramadhan. Itu artinya, Rajab dan Ramadhan merupakan bulan yang sangat diperhatikan oleh masyarakat Nabi Arab saat itu. Maka mari kita lihat apa yang ada di bulan Rajab, Sya’ban kemudian Ramadhan.
Rajab
Setelah dikaji oleh para ulama, seluruh riwayat hadits tentang keutamaan bulan Rajab, maka inilah dua kesimpulan dua ulama besar di bidang hadits,
Ibnu Qoyyim, “Setiap hadits tentang puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah dusta.” (Al-Manarul Munif hal 96)
Ibnu Hajar, “Tidak ada dalil yang shahih tentang keutamaan Bulan Rajab baik keutamaan untuk puasa atau qiyam.” (Tabyinul ‘Ajab hal 11)
Dengan demikian, tidak ada amal khusus di bulan Rajab. Sama sekali. Karena beribadah harus berlandaskan dalil yang shahih. Jika tidak, maka kita termasuk orang-orang yang beramal dengan tanpa ilmu. Sebagaimana yang disifati dalam Al Fatihah dengan kata (الضالين/sesat).
Tetapi Bulan Rajab mempunyai keistimewaan seperti yang disampaikan oleh Al Quran. Allah berfirman,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. (Qs. at-Taubah: 36)
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam saat khutbah Haji Wada’ bersabda, “Sesungguhnya waktu berputar sebagaimana hari penciptaan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan di antaranya ada empat bulan haram, tiga bulan berturut-turut: Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab mudhar yang ada di antara bulan Jumadi dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1741 dan Muslim no 1679)
Secara bahasa Rajab berarti keagungan, hal ini karena orang-orang Arab dahulu mengagungkan bulan ini sebagaimana syariat juga menjadikannya sebagai bulan haram (mulia). (Ibnu Faris dalam mu’jam maqayis lughah hal. 445)
Kini kita berada di Bulan Rajab. Salah satu bulan haram (mulia). Apa yang harus kita lakukan pada bulan seperti ini? Ada dua hal yang harus diperhatikan,
Jangan berbuat dosa padanya, karena akan dilipatgandakan
Allah berfirman:
فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“maka janganlah kamu menganiaya diri.” (Qs. At Taubah: 36)
Jangan menumpahkan darah padanya
Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ
“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.” (Qs. Al Baqarah: 217)
Poin pertama adalah melakukan kesalahan dan dosa pada diri kita sendiri. Sedangkan poin kedua adalah melakukan kesalahan dan dosa pada orang lain. Keduanya, harus sangat dihindari di bulan mulia ini.
Berarti semangat Rajab adalah: menjaga diri dari dosa.
Sya’ban
Bulan ini disebut Nabi sebagai:
- Bulan yang dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan
- Bulan diangkatnya amal padanya kepada Robbul ‘alamin
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan tentang amal di waktu lalainya manusia,
“Ibadah di waktu-waktu lalai mempunyai keutamaan di bandingkan waktu yang lain.”
Jadi, Bulan Sya’ban ini mempunyai dua keistimewaan: bulan dilalaikan dan bulan diangkatnya amal. Pada kedua hal tersebut, beramal mempunyai nilai baik. Nabi juga menyampaikan bahwa beliau ingin dicatat seorang yang berpuasa saat pengangkatan amal.
Adapun tindakan Rasulullah dan shahabat di bulan ini adalah: Banyak Puasa
Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha berkata,
وَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامًا فِي شَعْبَانَ
“Dan aku tidak melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan kecuali Ramadhan. Dan aku tidak melihat beliau puasa paling banyak dalam satu bulan kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu banyaknya hari-hari di Sya’ban yang dipuasai Nabi dengan puasa-puasa sunnah, hingga dalam riwayat lain Aisyah mengatakan bahwa Nabi puasa satu bulan penuh. Yang dimaksud oleh Aisyah adalah puasa hampir satu bulan penuh.
Jika tidak, jangan lewatkan puasa pertengahan Sya’ban (Al Ayyam Al Bidh)
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ أَوْ لِآخَرَ أَصُمْتَ مِنْ سُرَرِ شَعْبَانَ قَالَ لَا قَالَ فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ
Dari Imron bin Hushain radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata kepadanya atau kepada yang lainnya: Apakah kamu puasa Surar Sya’ban? Dia menjawab: Tidak. Nabi bersabda: Jika kamu berbuka, maka puasalah dua hari. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kata Surar/Sarar Sya’ban, para ulama berbeda pendapat apakah awal, pertengahan atau akhir bulan tersebut. An Nawawi menjelaskan hal ini dalam Al Minhaj.
Pendapat yang kuat adalah: pertengahan dan akhir bulan.
Jika maksudnya adalah pertengahan, maka yang dimaksud adalah puasa al ayyam al bidh. Dan jika yang dimaksud adalah akhir bulan, maka yang dimaksud adalah bagi mereka yang biasa berpuasa sunnah, diizinkan untuk puasa di akhir Sya’ban.
Sya’ban adalah bulan Nabi menganjurkan untuk kita isi dengan banyak berpuasa. Jika tidak mampu berpuasa banyak, maka puasalah pada pertengahannya (13, 14, 15) Sya’ban. Bersihkan kemusyrikan dan saling memaafkan.
عن أبي موسى الأشعري عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن الله ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
Dari Abu Musa, dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah memeriksa (hamba) di malam pertengahan Sya’ban. Dia mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang yang musyrik atau bertikai.” (HR. Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)
Ini satu-satunya hadits yang bisa dijadikan landasan untuk keutamaan malam nisfu Sya’ban.
Allah menurunkan ampunan bagi seluruh orang hamba beriman. Tidak ada amal tertentu yang diperintahkan untuk dilakukan pada malam tersebut. Ini adalah ampunan yang diturunkan Allah begitu saja, sebagai bukti Maha Pengampunnya Allah.
Hanya saja, kita harus membersihkan dari dua hal: Kemusyrikan dan Pertengkaran. Jika salah satunya atau keduanya masih ada dalam diri kita, maka ampunan itu akan terlewatkan.
Jadi, budaya meminta maaf menjelang Ramadhan, lebih bagus jika dilaksanakan sebelum pertengahan Sya’ban.
Batas akhir membayar hutang Ramadhan yang lalu
Bagi yang mempunyai hutang di Ramadhan sebelumnya, diberi keluangan waktu untuk membayarnya hingga bulan Sya’ban tahun berikutnya. Hal ini dilakukan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha,
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ يَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ الشُّغْلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Aisyah radhiallahu anha berkata, “Saya mempunyai hutang puasa Ramadhan. Saya tidak mampu menggantinya kecuali pada Bulan Sya’ban dikarenakan kesibukanku (melayani) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, semboyan orang beriman di Bulan Sya’ban: Berlatih dan Memperbanyak amal.
Jika dua bulan; Rajab dan Sya’ban kita siapkan sebaik mungkin, maka Ramadhan akan menjadi sangat istimewa. Karena Ramadhan adalah gabungan antara meninggalkan dosa dan hal-hal yang membatalkan Ramadhan dan melakukan amal sebanyak-banyaknya.
Rajab mengajarkan separo yang pertama, sementara Sya’ban mengajarkan separo yang kedua.
Kesimpulan: Apa yang harus dilakukan bagi kita dan keluarga kita untuk menyiapkan diri menghadapi Ramadhan?
1. Persiapkan ilmu
2. Rajab: Bulan menahan diri dari dosa
3. Sya’ban: Bulan melatih diri untuk beramal sebanyak mungkin
4. Banyak berpuasa di Bulan Sya’ban
5. Jika tidak mampu berpuasa banyak di Sya’ban, maka puasalah pada al ayyam al bidh (13, 14, 15) Bulan Sya’ban
6. Sebelum pertengahan Sya’ban pastikan kemusyrikan telah bersih
7. Sebelum pertengahan Sya’ban pastikan telah terlerai pertengkaran
8. Segera bayar hutang Ramadhan
Ya Allah bimbing kami…
Oleh: Ustadz budi ashari
(ameera/arrahmah.com)