DEIR AZ ZOUR (Arrahmah.id) – Kelompok oposisi Tentara Nasional Suriah (SNA) yang didukung Turki membuka penyeberangan Sajur di Jarablus pada Jumat (1/9/2023) untuk memungkinkan pejuang perlawanan bergabung dengan suku-suku Arab melawan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin Kurdi di Deir az-Zour, Al-Araby Al- Jaded melaporkan.
Sebuah sumber yang dekat dengan SNA mengatakan kepada Al-Araby Al- Jaded bahwa kelompok yang didukung Turki membuka penyeberangan untuk menghindari tuduhan bahwa mereka menghalangi klan Arab untuk mendukung suku Deir az-Zour melawan SDF.
Sementara itu, lima anak tewas dalam penembakan rezim Suriah di sebuah desa dekat Manbij, provinsi Aleppo, yang direbut oleh pejuang SNA pada Kamis (31/8).
Pada Jumat pagi (1/9), suku-suku lokal melancarkan serangan besar-besaran terhadap SDF dan situs militer rezim Suriah di Manbij yang dikuasai Kurdi dan mengambil alih bukit Arab Hassan Ali dan desa Mahslani, tempat anak-anak dibunuh.
Pertempuran telah berkecamuk antara SDF dan suku-suku Arab di Deir az-Zour sejak Senin (28/8), ketika SDF menahan komandan dan beberapa anggota Dewan Militer Deir Az-Zour (DMC) – sebuah kelompok yang berafiliasi dengan kelompok yang didukung AS – selama serangan di kota Hassakeh.
Bentrokan tersebut terjadi antara anggota SDF melawan milisi dan beberapa anggota suku Arab regional yang memihak DMC yang menewaskan 45 orang termasuk lima warga sipil, menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di Inggris.
Mohsenli diserang oleh pesawat tempur Rusia ketika SDF dan pasukan rezim bentrok dengan kelompok suku tersebut.
Di Deir az-Zour, bentrokan antara DMC dan SDF mengakibatkan korban jiwa di kedua sisi, serta kematian warga sipil.
Wisam al-Akidi, seorang aktivis dari Deir az-Zour, mengatakan kepada al-Araby al-Jadeed bahwa dua warga sipil terbunuh pada tengah malam hari Kamis (31/8) ketika sebuah drone SDF menyerang sebuah rumah di kota Jadid Bakara.
Sepuluh anggota SDF ditangkap dalam bentrokan dengan DMC, sementara 40 lainnya dilaporkan membelot setelah menolak berperang melawan klan Arab.
Perang yang sedang berlangsung di Suriah dimulai pada 2011 untuk menggulingkan rezim Bashar Asad dan telah menyebabkan ratusan ribu kematian.
Berbagai faksi telah berperang dalam konflik tersebut, mulai dari rezim dan sekutunya di Iran dan Rusia hingga pasukan pimpinan Kurdi yang didukung oleh AS.
Pada Kamis (31/8), militer AS mendesak diakhirinya pertempuran antar faksi, dan memperingatkan bahwa bentrokan tersebut dapat membuka jalan bagi kembalinya ISIS. (zarahamala/arrahmah.id)