Di Rafah, sekelompok anak bersorak-sorai ketika dua pemuda jungkir balik menuruni gundukan lumpur, menuju sebuah permukiman tenda-tenda yang menampung para pengungsi yang melarikan diri dari perang “Israel” di Gaza.
Gerakan mereka yang luwes membuat orang-orang yang lewat berhenti untuk mengagumi keterampilan kelompok Spiders Parkour.
Rumah mereka telah hancur selama tiga bulan pengeboman “Israel”. Lima anggota tim mereka telah tewas, tetapi para pemuda yang selamat dari perang ini tidak gentar.
Mereka menemukan ketangguhan melalui parkour dengan mengubah lingkungan yang hancur akibat pemboman “Israel” menjadi arena olahraga favorit mereka.
“Kami telah berlatih olahraga ini selama bertahun-tahun. Kami berlatih di tempat umum di tanah datar dan di bukit pasir,” kata Najem Ammar, salah satu anggota kepada Al Jazeera.
Ketika perang pecah, Ammar dan teman-temannya beralih berlatih di atas reruntuhan lingkungan yang dibombardir.
“Ini adalah pesan kepada dunia bahwa tekad kami untuk hidup lebih kuat dari sebelumnya dan untuk menunjukkan kepada dunia sejauh mana kehancuran yang disebabkan oleh bom-bom ‘Israel’,” katanya.
Menemukan jalan melalui kehancuran
Parkour adalah olahraga di mana para pesertanya bergerak dari satu titik ke titik lain dengan menggunakan rintangan yang ada di jalurnya untuk meningkatkan efisiensi mereka, menurut Federasi Lari Bebas dan Parkour Dunia. Namanya diambil dari kata “parcours” dalam bahasa Prancis, yang berarti “jalan yang dilalui”.
Para atlet yang tak gentar dari Rafah melompat, memanjat, berlari, meloncat, dan melompati kehancuran yang disebabkan oleh pemboman Israel.
Parkour menjadi populer di Gaza dalam beberapa dekade terakhir dan mendapatkan simbolisme khusus ketika para atlet muda mengubah kehancuran menjadi rintangan untuk olahraga mereka.
Spider Parkour, yang didirikan pada 2011, sangat populer di kalangan anak muda di jalur yang terkepung itu. Mereka menggunakan tutorial YouTube sebagai panduan utama mereka, mengembangkan dan mengasah kemampuan parkour mereka, yang menurut para anggotanya memenuhi standar internasional.
Karena pengepungan “Israel” di Gaza, para anggota kelompok ini tidak pernah memiliki kesempatan untuk memamerkan keahlian mereka di dunia internasional.
Sejak perang, mereka mengubah puing-puing rumah yang hancur akibat bom menjadi arena latihan mereka.
Para anggota berjalan melalui jalan-jalan sempit di lingkungan yang dilanda perang, dan ketika menemukan tempat yang dapat memberikan kesempatan untuk melatih keterampilan mereka, mereka langsung berlari.
Tembok dengan lubang menganga yang ditinggalkan oleh rudal menjadi rintangan yang dapat mereka lewati untuk melompat dan mendarat di sisi lain.
“Ini adalah cara untuk mengatakan kepada dunia bahwa tidak ada yang bisa menghentikan kami atau memaksa kami untuk menyerah pada mimpi kami, olahraga kami dan identitas kami,” ujar Mohammed Fawzy sambil duduk di atas tumpukan reruntuhan.
“Ini [parkour] juga membantu kami melepaskan energi negatif dan berfungsi sebagai pengalih perhatian dari hal-hal buruk yang terjadi di sekitar kami,” tambahnya.
Spider Parkour berharap suatu hari nanti mereka dapat melakukan perjalanan dan mewakili Palestina di kompetisi internasional.
Mereka mengatakan bahwa bagi mereka, mimpi ini tidak dapat dipisahkan dari mimpi untuk terbebas dari penjajahan atas Palestina. (haninmazaya/arrahmah.id)