(Arrahmah.com) – Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di AS mendesak otoritas Thailand untuk tidak mendeportasi kembali ratusan pengungsi Muslim Uighur kembali ke Cina, mengkhawatirkan nasib para pengungsi tersebut di tangan otoritas Cina.
Pada Jum’at (14/3/2014), Thailand mendapat tekanan dari HRW untuk tidak memulangkan lebih dari 200 warga Muslim Uighur ke wilayah Xinjiang setelah mereka ditahan di dekat perbatasan Thailand-Malaysia ketika hendak menyeberang ke Malaysia demi mencari keamanan.
HRW mengatakan, banyak minoritas orang Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang mengatakan bahwa mereka mengalami penindasan secara politik, budaya dan agama karena menentang pemerintah Cina dan jika dipulangkan ke rumah mereka, mereka bisa menghadapi ancaman penyiksaan.
“Otoritas Thailand harus menyadari bahwa orang-orang Uighur yang dipaksa kembali ke Cina, menghilang ke ‘lubang hitam,'” kata Brad Adams, direktur HRW cabang Asia, lansir Radio Free Asia (RFA).
“Mereka perlu untuk memungkinkan semua anggota kelompok ini mengakses ke proses yang adil untuk menentukan klaim mereka berdasarkan kelayakan mereka, bukan berdasarkan tuntutan Beijing,” tambahnya.
Polisi Thailand mengatakan bahwa 213 pengungsi yang berbasa Turki, sebagian besar Muslim Uighur, termasuk di antaranya 80 anak-anak, telah dibawa ke pusat penahanan imigrasi terdekat setelah mereka tertangkap di sebuah kamp rahasia di perkebunan karet di distrik Ratapoom, provinsi Songkhla, pada Rabu (12/3).
Seorang kerabat pengungsi mengatakan kepada RFA cabang Uighur, berbicara dari Malaysia, bahwa orang-orang Uighur itu awalnya mengaku mereka adalah orang Turki, karena takut dipulangkan kembali ke Xinjiang jika identitas asli mereka terungkap.
Otoritas Thailand telah memberitahu diplomat Cina di Bangkok terkait para pengungsi Uighur tersebut dan diplomat Cina telah mengenali mereka dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus kembali ke Xinjiang, menurut sebuah sumber kepada RFA.
Berulang kali sejumlah Muslim Uighur berusaha untuk melarikan diri dari Xinjiang dan mencari suaka di negara lain, terutama negara Muslim, karena mereka merasa teraniaya oleh kebijakan otoritas Cina.
Kelompok pengasingan warga Uighur telah mengkritik otoritas Cina di masa lalu karena menolak secara konsisten untuk memberikan informasi terkait keberadaan dan status hukum orang-orang Uighur yang telah dideportasi kembali ke Cina.
Di antaranya pada 2012, dua pencari suaka Uighur yang dideportasi kembali ke Cina dari Kamboja dijatuhi hukuman penjara seumur hidup yang dikenakan secara rahasia oleh otoritas Cina, kata keluarga korban pada saat itu.
Kedua warga Uighur itu di antara 18 warga Uighur dari Xinjiang yang diyakini dijatuhi hukuman penjara sejak Kamboja mendeportasi mereka pada 19 Desember 2009. Warga Uighur lainnya dalam kelompok yang sama juga dideportasi dan diberi hukuman 17 tahun penjara. Sementara lama hukuman penjara bagi 15 orang Uighur lainnya tidak diketahui. (siraaj/arrahmah.com)