WASHINGTON (Arrahmah.id) – Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), American Civil Liberties Union, dan penggugat lainnya mengajukan banding atas pembatalan putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus FBI v. Fazaga yang berkaitan dengan pengawasan terhadap Muslim.
Kasus ini bermula pada 2011 setelah terungkap bahwa seorang pria yang bekerja untuk Biro Investigasi Federal (FBI) sebagai informan telah menyamar sebagai seorang mualaf sekitar lima tahun sebelumnya di masjid-masjid di California selatan. Hal ini terjadi meskipun tidak ada tanda-tanda kesalahan yang dilakukan oleh para jemaah.
“Sangat penting untuk menempatkan FBI v. Fazaga dalam konteks yang lebih besar tentang FBI yang memata-matai dan mengawasi Muslim Amerika sejak peristiwa 9/11,” ujar pengacara senior CAIR yang menangani hak-hak sipil, Amr Shabaik, kepada The New Arab (15/6/2023).
“Selama lebih dari 20 tahun, FBI telah menargetkan komunitas Muslim dengan kedok upaya kontraterorisme, tetapi banyak dari penyelidikan mereka yang terlalu luas dan melanggar hukum,” kata Shabaik.
“Tindakan-tindakan ini telah menyebabkan kerugian dan kesusahan yang signifikan bagi komunitas kami, melanggar hak-hak kami, dan memperlakukan kami sebagai tersangka semata-mata hanya karena afiliasi agama kami,” tambahnya.
Informan FBI, Craig Monteilh, mengawasi jemaah masjid selama sekitar satu tahun hingga ia mulai mencoba menghasut kekerasan, dan pada saat itulah para jemaah masjid memberi tahu pihak berwenang.
Monteilh secara terbuka mengakui bahwa dia telah bekerja untuk FBI, menurut dokumen yang terungkap dalam proses pengadilan.
Para penggugat ingin agar kasus mereka dibawa kembali ke pengadilan sehingga mereka dapat mencari keadilan atas apa yang mereka katakan sebagai pelanggaran hak-hak konstitusional dan diskriminasi.
Hingga saat ini pemerintah AS berargumen bahwa kasus ini harus dihentikan karena jika kasus ini terus berlanjut, maka akan mengungkap informasi sensitif pemerintah -yang mereka sebut sebagai “rahasia negara”.
Shabaik mengatakan bahwa ia khawatir jika pengadilan memutuskan untuk mendukung pemerintah dan mengizinkan kasus ini diberhentikan berdasarkan klaim rahasia negara, maka “ini berarti pemerintah dapat dengan mudah mengklaim ‘rahasia negara’ setiap kali mereka melakukan pengawasan elektronik dan mengabaikan klaim hukum yang menentang pengawasan tersebut”.
Shabaik menambahkan bahwa jika kasus ini diabaikan, maka hal ini dapat memiliki implikasi yang luas di luar komunitas Muslim.
“Hal ini akan memungkinkan pemerintah untuk menghindari pertanggungjawaban dan lolos dari tanggung jawab perdata, bahkan jika mereka melakukan pengawasan yang melanggar hukum dan melanggar konstitusi, tanpa pengawasan dari pengadilan,” katanya. (haninmazaya/arrahmah.id)