Oleh: Ima Kartika
Makin hari semakin banyak anak menjadi korban kekerasan. Jiwa yang masih suci, labil dan sangat rapuh itu dirusak, bahkan oleh orang terdekatnya. Baik di lingkungan keluarga, tetangga maupun sekolah. Jiwa yang seharusnya dilindungi, disayang dan dijaga, malah jadi sasaran kebrutalan terutama lingkungan sekitar. Baik itu secara fisik mereka maupun seksual.
Berdasarkan temuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual hanya sepanjang Januari 2022 (kompas.com 4 Maret 2022) dan 11.952 kasus kekerasan pada anak di sepanjang tahun 2021 (kompas.com 24 Maret 2022). Kasus tidak hanya terjadi di kota besar, bahkan merambah hingga ke daerah. Termasuk di wilayah eks Karesidenan Madiun.
Inilah hal-hal yang membuat walikota Madiun Maidi gusar dan mendorong para ibu untuk selalu melindungi buah hatinya serta memperlakukannya dengan sebaik-baiknya, pada saat melakukan kunjungan di beberapa kelurahan kota Madiun akhir Juni 2022 lalu (www.madiunkota.go.id 23 Juni 2022).
Namun demikian kasus-kasus ini terus terjadi. Sebagaimana ramai diberitakan, kabupaten Ngawi dinyatakan darurat kekerasan seksual. Karena hanya dalam kurun waktu 6 bulan, telah terjadi 14 kasus pencabulan pada anak. Sungguh sangat miris. Sebuah kota kecil yang ternyata tidak luput juga dari imbas berbagai problem yang mendera (suaramalang.id 15 Juni 2022)
Akar masalah
Mengapa hal ini terus terjadi? Bukankah sudah terdapat banyak UU yang berbicara tentang itu? Bukankah sudah ada UU no 17/2016 tentang Perlindungan Anak, Permendikbud no 30/2021 dan yang terbaru UU no 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual? Jika solusi sudah dilakukan namun persoalan masih muncul, berarti ada yang salah. Kekeliruan tersebut nampak karena kegagalan dalam memahami akar masalah dari maraknya kekerasan seksual.
Ini tidak lepas dari keberadaan sistem sekulerisme liberal yang saat ini diterapkan. Sistem ini telah sukses melahirkan sosok muslim yang dangkal iman. Muslim yang kalaupun bersyariat, namun hanya sebatas ritual. Sementara dalam pergaulan, pendidikan dan aspek sosial lainnya, dia tidak merasa perlu terikat dengan agamanya. Ini yang menjadikan hilangnya kontrol seorang muslim terhadap kemaksiatan.
Sistem ini juga telah berhasil menciptakan masyarakat yang individualis, cuek terhadap lingkungan sekitar dan tidak peduli dengan apa yang terjadi, termasuk kemaksiatan. Alhasil amar makruf nahi munkar, yang dapat menjadi kontrol perilaku masyarakat, juga turut lenyap. Akibatnya berlakulah idiom “Lu elu gue gue”. Sangat miris.
Dan yang terpenting, sistem ini juga sukses mensponsori lahirnya perilaku liberal, hedonis di tengah masyarakat. Juga maraknya tayangan berbau pornografi, pornoaksi dan kekerasan di beragam media, dengan alasan kebebasan.
Inilah hal-hal mendasar yang menyebabkan mengapa kasus-kasus kekerasan tidak pernah tuntas dan terus terjadi. Sehingga meski sebanyak apapun UU dibuat, namun selama sekularisme masih diterapkan di negeri ini, alhasil harapan hanyalah tinggal mimpi saja.
Islam Selamatkan Generasi
Dalam Islam, solusi tuntas telah tersedia. Tinggal kaum muslimin mau menggunakannya atau tidak. Jika kita mengamati apa yang terkandung dalam Al Qur’an, as Sunnah, kehidupan para sahabat Rasulullah dan era saat khilafah ditegakkan, akan dijumpai bahwa Islam betul-betul diterapkan secara kaffah dan menyeluruh. Islam bukan hanya aqidah ritual tanpa sistem sosial. Tapi Islam juga meliputi aturan pergaulan, pendidikan, ekonomi hingga sanksi. Islam mengatur sejak bangun tidur, hingga membangun negara. Dan hukum-hukum syariat tersebut saling berkaitan dan menopang. Inilah mengapa tidak cukup sekedar menerapkan syariah sebatas ritual. Tidak boleh seorang muslim menerima satu syariat tapi menolak syariat lainnya. Karena syariat satu kesatuan.
Itulah yang menjadikan Islam mampu mensolusikan seluruh persoalan dengan tuntas, asal diterapkan secara kaffah.
Diantara aturan dan konsep Islam dalam mengatasi problem ini adalah:
Pertama, Islam jika aqidahnya dipahami secara benar, akan mampu membentuk individu bertaqwa. Ketaqwaan inilah yang akan membentengi dirinya dari segala kemaksiatan, termasuk melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual. Ketaqwaan ini wajib dipupuk terus agar menjadi pribadi istiqomah dalam ketaatan pada Allah SWT.
Kedua, adanya kontrol masyarakat lewat amar makruf nahi munkar. Inilah aktivitas yang dapat menjadi kontrol lingkungan, jika ada individu yang lemah iman dan berpeluang maksiat. Adanya kepedulian masyarakat ini tidak lepas dari ketaatan terhadap perintah Allah dan RasulNya untuk beramar makruf nahi munkar.
Ketiga penerapan syariah secara kaffah di level negara. Dengan pendidikan Islam, negara akan mencetak generasi yang bertaqwa sekaligus menguasai saintek. Kurikulum Islam akan mampu mencetak ribuan ulama sekaligus cendekiawan. Generasi unggulan yang jauh dari sikap hedonis, liberal apalagi sekuler.
Demikian juga pergaulan Islam yang diterapkan negara, akan membuat perilaku maksiat seperti pacaran, berkholwat, tabarruj juga LGBT hilang. Apalagi ini ditopang kebijakan ketat dalam media. Hanya tayangan dan informasi selaras aqidah sajalah yang boleh diberikan ke masyarakat. Jangan harap ada tayangan pornografi, pornoaksi dan kekerasan di media sosial, cetak maupun elektronik, yang justru hari ini dibiarkan tumbuh liar dan menjadi pemicu utama kasus kekerasan seksual.
Belum lagi sistem sanksi Islam akan mampu membuat jera para pelaku kejahatan sekaligus membuat ngeri masyarakat hingga mereka akan menjauhi semua perilaku maksiat. Pelaku yang sampai berzina jika ia telah menikah akan dihukum rajam. Sedangkan yang belum menikah akan dicambuk 100 kali serta diasingkan. Sedang kejahatan lain bisa masuk kategori ta’zir, dimana hukumannya mengikuti ijtihad Khalifah atau hakim yang ditunjuk. Bisa berupa denda, penjara, cambuk atau bahkan mati, sesuai derajat kesalahan yang dilakukannya.
Inilah satu-satunya sistem yang mampu memberikan rasa aman secara paripurna pada seluruh anggota masyarakat. Sistem yang tidak hanya mampu menyelamatkan kita di dunia, tapi juga akhirat.
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
(Q.S. Al-Ma’idah : 50).
Wallahu a’lam bishshowab